Sebagai seorang mukmin, hendaknya kita mensyukuri rahmat terbesar yang telah Allah berikan kepada kita. Allah telah memberikan rahmat berupa akal, agar kita senantiasa berpikir dan mampu memahami kebesaran-Nya.
Islam mendorong kita untuk terus menerus berpikir dan menggunakan akal, sebagai sarana untuk mempelajari ilmu pengetahuan dan memahami kebenaran. Dalam Al-Qur’an berkali-kali disebutkan: “Afala Tatafakkarun” (apakah kamu tidak memikirkan), dan “Afala Ta’qilun” (apakah kamu tidak menggunakan akalmu).
Begitu pentingnya ilmu dalam kehidupan, sehingga Allah berikan kita modal akal untuk mempelajarinya. Sebagaimana yang pernah Syaikh Islam Ibnu Taimiyah katakan, “Akal merupakan syarat dalam mempelajari semua ilmu. Ia juga syarat untuk menjadikan semua amalan itu baik dan sempurna, dan dengannya ilmu dan amal menjadi lengkap…” (Majmu’ul Fatawa, 3/338)
Keutamaan Ilmu
Allah menjelaskan dalam firman-Nya, bahwa Allah akan mengangkat derajat orang yang berilmu di akhirat nanti selain di dunia. Allah berfirman: “…Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman diantaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat…” (QS. Al-Mujaddilah: 11)
Dalam sebuah riwayat hadis, Rasulullah shalallahu’alaihi wasallam pernah bersabda: “Barangsiapa dikehendaki kebaikan oleh Allah maka Allah pahamkan dia dalam urusan agama.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Dalam riwayat hadis yang lain, beliau shalallahu’alaihi wasallam juga bersabda: “Sungguh, para nabi itu tidak mewariskan dinar dan dirham. Akan tetapi, mereka itu mewariskan ilmu. Barangsiapa mengambilnya, berarti telah mengambil jatah yang banyak.” (HR. Ahmad, Abu Daud, Tirmidzi, Ibnu Majah, dan Darimi)
Tahapan Agar Berilmu: Bertanya dan Mendengar
Untuk menjadi seseorang yang berilmu, juga diperlukan tahapan-tahapan. Di antaranya:
Pertama, bertanya. Bertanya merupakan kunci ilmu. Dasar paling utama agar seseorang mendapat ilmu dan menjadi berilmu.
Ali radhiyallahu’anhu menuturkan, Rasulullah shalallahu’alaihi wasallam bersabda: “Ilmu itu laksana lemari (yang tertutup) rapat dan kunci pembukanya adalah pertanyaan. Oleh karena itu, bertanyalah kalian karena sesungguhnya dalam tanya jawab diturunkan empat macam pahala, yaitu untuk penanya, orang yang menjawab pertanyaan, para pendengar, dan orang yang mencintai mereka.” (HR. Abu Naim)
Namun dalam hal ini, tentu bukanlah dengan sembarangan bertanya. Karena ada beberapa adab yang perlu diketahui, yaitu bertanya mengenai perkara hal yang bermanfaat dan bertanya hanya kepada ahlinya saja.
Rasulullah pernah mengatakan dalam sabdanya: “Jika urusan diserahkan bukan kepada ahlinya, maka tunggulah kehancuran itu.” (HR Al-Bukhari)
Kedua, mendengar dan menyimak (tasmi’). Tahapan berikutnya adalah dengan banyak mendengar dan menyimak. Allah telah menjelaskan dalam firman-Nya: “Dan apabila dibacakan Al-Qur’an, maka dengarkanlah dan diamlah, agar kamu mendapat rahmat.” (QS. Al-A’raf: 204)
Filosofi sederhananya, apabila kita memang ingin menjadi seseorang yang berilmu, maka jadilah seperti gelas kosong setiap kali bertemu orang baru untuk mendapatkan ilmu.
Meskipun kita telah menguasai ilmu itu sebelumnya, bersikaplah seolah belum pernah mengetahuinya. Tetaplah berantusias dalam menyimak ilmu yang disampaikan orang lain kepada kita.
Tahapan Agar Berilmu: Membaca dan Menulis
Ketiga, membaca. Perintah untuk membaca telah Allah sebutkan dalam firman-Nya di QS. Al-Alaq ayat 1 dan 3.
Agar menjadi seorang yang berilmu, hendaklah kita menambah wawasan dengan memperbanyak referensi bacaan. Karena dengan membaca, kita dapat meningkatkan kemampuan analitis untuk mengembangkan potensi diri yang dimiliki
Keempat, menulis. Selain membaca, kegiatan menulis juga dibutuhkan dalam proses tahapan mencari ilmu.
Imam Syafi’i mengatakan: “Ilmu adalah buruan dan tulisan adalah ikatannya. Ikatlah buruanmu dengan tali yang kuat.”
Menulis ataupun mencatat, tidak hanya membantu kita untuk mengingat ilmu yang telah didapat. Namun juga dapat bermanfaat bagi orang banyak.
Pramoedya Ananta Toer, seorang sastrawan, juga pernah mengatakan: “Orang boleh pandai setinggi langit, tapi selama ia tidak menulis, ia akan hilang dalam masyarakat dan dari sejarah. Menulis adalah bekerja untuk keabadian.”
Tahapan Agar Berilmu: Memahami dan Mengamalkan
Kelima, memahami dan mengamalkan. Tahapan berikutnya adalah dengan memahami setiap ilmu yang didapatkan, agar bisa diamalkan dalam keseharian.
Diriwayatkan dari Abu Darda’ radhiyallahu’anhu, beliau berkata: “Sesungguhnya Engkau tidak akan menjadi seorang ‘alim (orang yang berilmu), sampai Engkau belajar (menuntut ilmu). Tidaklah Engkau menjadi penuntut ilmu, sampai Engkau mengamalkan ilmu yang telah Engkau pelajari.”
Dalam hal ini, kita juga harus menyadari bahwasanya ilmu tidak akan berguna jika tidak membawa keberkahan di dalamnya. Sebagaimana dijelaskan oleh Syaikh Muhammad bin Shalih Al-‘Utsaimin rahimahullah mengatakan:
“(Tanda keberkahan ilmu adalah) takutnya seseorang kepada Allah Ta’ala dan bertaubat (kembali) kepada-Nya. Pada hakikatnya, jika ilmu tidak menumbuhkan (membuahkan) rasa takut kepada Allah Ta’ala, bertaubat kepada-Nya, bersandarnya hati kepada-Nya, dan memuliakan kaum muslimin, maka ilmu tersebut telah kehilangan berkahnya. Bahkan, bisa jadi orang tersebut akan menutup amalnya dengan kejelekan.”
Wallahu’alam bishawab. []
Editor: Zahra