Akhlak

“Terima Kasih” Memang Dahsyat

4 Mins read

Terima Kasih Memang Dahsyat

Dalam sebuah kesempatan saya pernah diundang di sebuah cafe istimewa. Dipenuhi anak-anak muda yang sedang nonton final Champion League, Madrid vs Barcelona. 

Waktu menunjukan pukul 02.00. Semua mata tertuju pada layar lebar. Sesekali pengunjung cafe berteriak histeris ketika Ronaldo melepaskan tendangan. Sementara para pendukung Barcelona, menyembunyikan wajah di balik kaos dengan penuh khawatir. 

Dalam suasana seperti itu secangkir kopi dan sepotong roti seharga 400rb diletakan waitress di atas meja beserta bill-nya. Temanku yang berduit, segera mengeluarkan uang dari dompetnya. 

Setelah mengambil uang, waitress langsung meninggalkan meja. Pergi dengan wajah peluh. Terlalu lelah. Dia harus segera melayani para tamu lainnya. Sangat tangguh, meskipun letih tidak dapat hilang dari wajahnya. Sebuah senyum tetap dilemparkan kepada kami. 

Kami orang yang tidak peka. Sibuk dengan kegembiraan. Sikap waitress tersebut dianggap sebuah kepatutan. “Seorang waitress memang harus seperti itu. Itulah kewajibannya, sementara hak kita adalah dilayani”, celetuk seorang teman. 

Tidak lama kemudian, saya panggil waitress tersebut. Saya meminta sebotol air mineral. Dengan sigap dia kembali membawa sebotol air mineral dingin. Setelah meletakan air mineral dan bill, dia beranjak pamit sembari melemparkan senyum. 

Kali ini saya tidak mau kehilangan momentum. Saya balas juga dengan senyuman. Lalu saya katakan, “terima kasih, anda memang tangguh, semoga harimu menyenangkan”. 

Waitress tadi tersenyum untuk kedua kalinya. Namun, senyum kedua lebih tulus dari yang pertama. Wajah letih karena lelah hilang sejenak. Energi positif dan semangat baru muncul seketika. 

Ekspresi Syukur dalam Al-Qur’an

Dalam Al-Qur’an, rasa syukur diekspresikan dalam tiga situasi, yakni sesama manusia (Al-Hajj (22): 38), manusia kepada Tuhan (Ibrahim (14): 7), dan Tuhan kepada manusia (Al-Baqarah (2): 185; An-Naml (27): 40). 

Dalam bahasa Arab, “terima kasih” diucapkan dengan kata “syukran”. Kata ini biasanya diberikan kepada orang yang memberi kebaikan atau hal lainnya yang positif.

Jika berasal dari Tuhan, maka dianjurkan mengucapkan hamdalah. Ucapan tersebut merupakan bentuk syukur atas nikmat yang berikan-Nya. 

Baca Juga  Beragama Secara Substansial, Bukan Simbolik Belaka!

Namun, Tuhan juga memberikan syukur kepada manusia. Syukur yang diberikan Tuhan kepada manusia berupa pemenuhan atas harapannya. 

Kata “syukran” berasal dari kata syakara-yaskuru, yang artinya “terima kasih”, “perhatian”, dan “penuh”. Dalam bahasa Indonesia “berterima kasih” berasal dari dua kata, “terima” dan “kasih”. Dari pengertian dasar ini, setidaknya mengandung tiga unsur:

Pertama, berterima kasih (bersyukur) adalah mengembalikan kenikmatan yang diterima kepada yang memberi. Bersyukur juga dapat diartikan membagi kenikmatan yang diterima kepada orang yang memberi.

Kedua, syukur bukan hanya sekedar berterima kasih, melainkan juga tersirat makna simpati. Menaruh perhatian kepada orang yang memberikan kebaikan. Lebih jauh, dapat memunculkan empati, yakni mencoba merasakan yang dirasakan orang lain, terutama orang yang memberikan kebaikan. 

Ketiga, syukur juga berarti memenuhi harapan orang lain. Berterima kasih kepada orang lain berarti memenuhi harapan paling dasar manusia. Sebagaimana teori McCleland, yakni semua manusia butuh pujian untuk berprestasi (need of achievement). Dengan begitu bersyukur kepada orang lain, sama dengan menghargai jerih payahnya. 

Bukan Sekedar Ekspresi Biasa

Dari pengertian di atas, ungkapan “terima kasih” bukan sekedar ekspresi formalistik, atau balas jasa. Melainkan sebuah pemenuhan harapan atas kebutuhan orang lain. Setiap orang butuh perhatian, dukungan, dan motivasi. 

Perhatikan kisah di atas sejenak. Betapa beratnya si waitress ketika dalam keadaan lelah, letih, dan peluh harus tersenyum kepada semua tamu yang datang. Senyumnya penuh penderitaan dan kepura-puraan. Namun, senyuman kedua, setelah dia menerima ucapan “terima kasih” dan sedikit motivasi, menjadi lebih tulus. 

Pada senyum pertama, saya melihat otot-otot yang melingkari mata (orbicularis oculi) dan otot pengangkat bibir (levator oris) bekerja lebih sempurna. Berbeda dari senyum yang pertama, dua otot tersebut tidak bergerak sama sekali. Dua otot ini hanya dapat digerakan ketika bahagia. Orang yang sedih, tertekan, tidak dapat menggunakannya dengan sempurna. 

Baca Juga  Meneladani Akhir Hayat Abu Qilabah

Ucapan “terima kasih” merupakan penghargaan sederhana atas jerih payah seseorang. Efeknya tentu membahagiakan. Dapat memantik energi positif. Rasa lelah, peluh, sedih dapat sirna seketika. Itulah sebabnya Nabi saw berpesan: 

“Jika diberi sesuatu, balaslah pemberian itu dengan sesuatu yang dipunyai,  jika tidak mempunyai sesuatu pujilah. Siapa yang memujinya berarti ia telah bersyukur, dan siapa yang mengacuhkannya, berarti ia tidak menghargai kebaikannya” (Sunan Abu Daud, No. 4179).

Tidak Ada Ruginya, Banyak Untungnya

Bersyukur tidak ada ruginya. Ucapan “terima kasih” sebagaimana dijelaskan di atas adalah memberi dan berbagi kebaikan kepada orang lain. Meskipun hanya sekedar ucapan. Jangan ragu, lakukanlah dengan sepenuh hati. Kebaikan yang dihasilkan, akan kembali pada diri sendiri. 

Perhatikan senyuman waitress yang kedua. Tanpa diminta dia melakukan dengan senang hati. Jadi, “berterima kasih” kepada orang lain sama dengan membahagiakan orang lain. Efeknya kebahagiaan tersebut akan kembali pada diri sendiri. Jangan berharap kebahagiaan, jika belum pernah membuat orang lain bahagia. 

Dalam kehidupan rumah tangga, ucapan “terima kasih” menjadi bumbu romantis paling mujarab. Kalau rumah tangga kurang harmonis, cobalah renungkan sejenak, kapan terakhir mengucapkan “terima kasih” kepada pasangan Anda? Jangan-jangan lupa. 

Setelah hubungan seks, apakah ada kata “terima kasih” terucap? Setelah isteri memasak apakah ada ucapan “terima kasih” untuknya? Setelah menerima uang, apakah ada ucapan “terima kasih” untuk suami? Ketika segelas minuman selesai diteguk apakah ada ucapan “terima kasih” untuknya? 

Kalau tidak ada kata “terima kasih”, dapat dipastikan, kehidupan rumah tangga tidak harmonis, gersang, dan hambar. Berumah tangga bukan hanya sekedar menunaikan kewajiban dan menuntut hak. Butuh bumbu-bumbu romantis agar langgeng. 

Data BPJS 2019, mencatat faktor pertama perceraian adalah akibat perselisihan yang terjadi terus-menerus. Faktor ekonomi menempati urutan kedua. Artinya, ketidakharmonisan memicu perceraian. Salah satu penyebab ketidakharmonisan adalah minimnya ucapan “terima kasih”.

Kalimat “terima kasih” begitu singkat, tapi berat untuk diucapkan. Dalam group-group media sosial, kalimat ini menjadi barang langka. Bahkan, menjadi barang istimewa dan mahal. Banyak kebaikan yang didapat di media sosial, tapi penghargaan terhadap kebaikan tersebut sangat minim. Miris bukan. 

Baca Juga  Bagaimana Cara Memilih Guru? Ini Nasihat Syaikh Az-Zarnuji

Di dalam hadis dijelaskan, “siapa yang tidak pandai bersyukur (berterima kasih) kepada manusia, berarti ia belum bersyukur kepada Allah” (Sunan Tirmidzi, No. 1877). Jadi, kalau selama ini susah mengucapkan “terima kasih” kepada orang lain, bisa jadi rasa syukur  kepada Tuhan bermasalah. 

Bersikap Positif Bagian dari Syukur

Ekspresi syukur terhadap kebaikan orang lain bukan hanya dengan ucapan, tetapi juga dengan tindakan. Dalam surah Al-Mu’minun (40): 6, dijelaskan: “Allah-lah yang menjadikan malam untuk kamu supaya kamu beristirahat padanya; dan menjadikan siang terang benderang. Sesungguhnya Allah benar-benar mempunyai karunia yang dilimpahkan atas manusia, akan tetapi kebanyakan manusia tidak bersyukur. 

Memanfaatkan siang untuk bekerja dan malam untuk beristirahat merupakan bentuk syukur terhadap dua waktu yang diberikan Tuhan. Jadi, “terima kasih” tidak hanya diwujudkan dalam lisan, melainkan dalam perbuatan juga. 

Jika Anda memberikan hadiah, anggap saja buku, kepada orang yang anda sayangi, lalu buku tersebut dibaca, pasti Anda senang. Bahkan, Anda tidak segan untuk memberikan buku yang kedua, ketiga, bahkan keseratus. Namun, jika buku tersebut, tergelak, tidak terawat, bahkan rusak terkena air, pasti anda kecewa. 

Begitulah ekspresi “terima kasih” dalam tindakan terhadap kebaikan orang lain. Hargai dan manfaatkan yang diberikan orang lain. Jangan acuhkan. 

Penolakan terhadap jenazah korban Covid-19 menunjukkan ekspresi “terima kasih” masyarakat yang lemah. Tidak taat physical distancing, kumpul-kumpul, tidak mau memakai masker, merupakan wujud syukur yang buruk. Dapatkah kita menghargai perjuangan mereka yang berjuang di garis depan menghadapi maut? Stay at home

Jadi kata “terima kasih itu dahsyat”. Banyak hal positif yang dihasilkan. Terima kasih telah membaca tulisan ini. Semoga kita dapat menjadi hamba yang pandai bersyukur.

Editor: Yahya FR

Avatar
30 posts

About author
Dosen Prodi Ilmu Hadis Fakultas Agama Islam Universitas Ahmad Dahlan Yogyakarta, Ketua MPK PWM DIY, Sekretaris Pendidikan dan Kaderisasi PP Pemuda Muhammadiyah.
Articles
Related posts
Akhlak

Akhlak dan Adab Kepada Tetangga dalam Islam

3 Mins read
Rasulullah Saw bersabda dalam sebuah hadis berikut ini: مَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ فَلْيُكْرِمْ جَارَهُ “Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan…
Akhlak

Hidup Sehat ala Rasulullah dengan Mengatur Pola Tidur

4 Mins read
Mengatur pola tidur adalah salah satu rahasia sehat Nabi Muhammad Saw. Sebab hidup yang berkualitas itu bukan hanya asupannya saja yang harus…
Akhlak

Jangan Biarkan Iri Hati Membelenggu Kebahagiaanmu

3 Mins read
Kebahagiaan merupakan hal penting yang menjadi tujuan semua manusia di muka bumi ini. Semua orang rela bekerja keras dan berusaha untuk mencapai…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *