Tarekat Suhrawardiyah didirikan oleh Abu Najib Suhrawardi (w. 1168) yang berasal dari Iran. Abu Najib Suhrawardi belajar ilmu-ilmu keislaman di Baghdad dan mengajar bidang hukum di madrasah Nizamiyah, ia melatih murid-muridnya di pondokannya dan memperkenalkan hubungan antara Syariatdan Tarikat.
Ia dikenal melalui karyanya yang berjudul Adab al-Murid (Aturan Yang Harus Ditaati Murid). Dalam buku yang digunakan untuk para pemula ini, beliau menyebutkan seacara khusus dispensasi (rukhsa) yang diberikan kepada mereka yang tidak dapat mengikuti disiplin ketat dari para pengikut awal yang berkomitmen pada Tarekat. Perhatiannya terhadap para anggota yang lebih sederhana ini membuktikan meningkatnya jumlah anggota jamaah sufi di masyarakat (Geoffroy, 2010: 103).
Kosep rukhsa ini memungkinkan para anggota sufi agar memiliki pendapatan yang melebihi kebutuhan mendesaknya, menjalin hubungan dengan para penguasa, memakai pakaian mahal, menikmati makanan lezat, mendengarkan dan memberikan penghargaan kepada para penyair, dll.
Sebagai konsekuensinya, ia diharapkan untuk memberikan keramahan bagi sesama sufi dan mendukung para sufi setempat dengan memberikan bantuan amal kepada masyarakat. Dalam bukunya, Abu Najib banyak menggunakan kitan sufi klasik seperti Al-Sulami, al-Sarraj, dan al-Qusyairi (Knysh, 2010: 195).
Pendiri Tarekat
Adalah keponakannya, Shihab al-Din Umar Suhraward (w. 1234) pendiri tarekat yang sebenarnya. Kegagahan dan pengaruhnya menjadikannya sebagai salah satu tokoh besar Islam selama periode itu.
Sebagai seorang murid dari Abdul Qadir Al-Jailani, ia menolak filsafat dan spekulatif. Demi nama spiritualitas umat Islam, untuk sementara ia menentang perkembangan metafisik yang dikemukakan oleh orang sezamannya, Ibn Arabi.
Karena dakwahnya tentang sufisme yang proporsional, ia memiliki audiensi yang luas di Timur Tengah. Bahkan memiliki latar belakang sufi. Seperti penyair dari Persia Sa’di dan kemudian, pada abad keempat belas, pengelana Ibn Batuta juga mengikuti jalan Suhrawardi.
Karyanya, yang berjudul Awarif al-Maarif (Karunia Pengetahuan) berbeda dari kitab-kitab panduan yang lama. Dia tidak puas dengan ucapan para guru sufi awal. Jadi, dia mengatur sedemikian rupa sehingga dia bisa mengekspresikan pemikirannya tentang tasawuf dan untuk menjelaskan ibadah-ibadah tasawuf yang berdasarkan Al-Qur’an dan hadis.
Penjelasan Suhrawardi tentang aturan-aturan tentang anggota sufi baru memberikan kontribusi besar bagi organisasi tarekat dalam ini menyebabkan kitabnya dengan cepat diterjemahkan ke dalam berbagai bahasa
Shihab al-Din Umar Suhraward bersahabat dengan Muin al-Din Chist (w.1236) pendiri tarekat Chistiyah di India yang ajaranya berdasarkan kitab Shihab al-Din Umar Suhraward, Awarif al-Maarif.
Dia juga bersahabat dengan dengan Najm al-Din al-Razi, yang dikenal sebagai al-Daya, seorang murid dari Najm al-Din al-Kubra yang dia temui pada 1221 di Malatya. Daya menghadiahi Shihab al-Din Umar Suhraward salinan dari kitabnya yang terkenal Mirá¹£ad al-Ibad (Jalan Para Pengikat Tuhan).
Penyebaran Tarekat
Awarif al-Maarif diterjemahkan ke dalam bahasa Persia dan membantu penyebaran tarekat ini ke wilayah timur. Cabang dari tarekat ini juga menyebar di dunia Arab kemudian Ottoman, tetapi penyebaran tarekat secara masif terjadi di India.
Hal in terjadi melalui salah satu orang suci terkemuka dari Multan, Bahauddin Zakariya al-Multani (w. 1262) dan salah satu master penyair sufi dari Persia, Fakhruddin Iraqi (w. 1284). Tarekat Suhrawardiyah, yang menekankan ketenangan dan kepatuhan ketat terhadap sunah Nabi menjelaskan praktik sufi berdasarkan Al-Qur’an.
Anggota dari tarekat ini juga banyak dari kalangan aristokrat karena banyak dari kalangan bangsawan yang menjadi anggota dari tarekat ini. Banyak sultan Muslim dari India yang menjadi anggota tarekat ini.
Beberapa anggota tarekat juga berhubungan dengan kasta tinggi di agama Hindu, dan banyak di antaranya mereka ajak untuk masuk ke agama Islam (Nasr, 2007: 193).
Di anak Benua India, Suhrawardiyah merupakah salah satu dari empat tarekat utama, selain Chistiyah, Qadiriyah, dan Naqsyabandiyah. Pertama kali masuk pada masa Kesultanan Delhi pada abad ketiga belas berkat upaya dari tiga murid Shihab al-Din al-Suhrawardi.
Dari ketiga muridnya, masing-masing mendirikan cabangnya sendiri dari setiap regional; Hamid al-Din Nagawri (w. 1274) di daerah Delhi, Abul Qasim Jalal al-Din Tabrizi (w. 1244) di Bengala, dan Bahauddin Zakariya al-Multani di Multan.
Bahauddin yang bergabung dengan Shiha al-Din di Baghdad telah menghabiskan beberapa waktu di Bukhara, dan terbukti menjadi penyebar ajaran tarekat yang paling sukses. Di bawah kediaman penerusnya di Multan, tarekat in imenjadi tarekat utama di India.
Sezaman dan murid Shihab al-Din Suhrawardi, Muin al-Din Chisti dari Sistan (Iran) juga menyebarkan ajaran tarekat di India. Setelah menetap di Ajmer, ia meletakkan dasar-dasar tarekat Chistiyah yang populer kepada anggotanya menggunakan kitab Awarif sebagai pedoman pengajaran mereka. Tarekat yang lain, Syattariyah, yang mempunyai hubungan kuat dengan Suhrawardiyah diperkenalkan di India pada akhir abad kelima belas (Knysh, 2010: 195).
Editor: Yahya FR
Ulas lebih lengkap & kongkret tentang para sufi dunia