Perspektif

Musik: dari Terapi Penyembuhan hingga Ritual Keagamaan

3 Mins read

Musik bagaimanapun telah begitu menyatu dan berkembang dalam kehidupan manusia. Musik adalah bentuk ekspresi artistik yang menggunakan suara untuk menciptakan harmoni, keindahan, atau dampak emosional. Sebagaimana manusia menggunakan kata-kata untuk menyampaikan sebuah konsep (gagasan, ide, dan pemikiran), musik menggunakan komposisi suara (bunyi) untuk mengungkapkan kondisi jiwanya.

Musik adalah ungkapan atau refleksi jiwa manusia atas kehidupan dan dunianya yang pernah dan sedang dialaminya. Melalui musik, kondisi jiwa seseorang akan tergambar dengan jelas, apakah dalam keadaan sedih atau bahagia. Maka tidak heran jiwa banyak musik-musik yang bertebaran disana-sini selalu menggambarkan ekspresi jiwanya, terutama soal cinta. Dikala kata-kata tak mampu diungkapkan maka musiklah yang menjadi perantaranya.

Sebab melalui dampaknya yang unik, musik dapat membebaskan pikiran dan perasaan manusia dari tekanan batin, kesedihan, perasaan terasing, galau, dan berbagai gangguan jiwa lainnya.

Begitu besarnya peran musik bagi kehidupan manusia, bahkan ritual-ritual keagamaan ada yang selalu diiringi oleh musik seperti shalawatan, misalnya. Namun, meski musik memiliki peran sentral dalam kehidupan manusia. Bagi Sebagian orang ada saja yang masih melihat musik secara negatif. Bahkan yang lebih parah lagi selalu dikaitkan dengan sesuatu yang jauh berbeda seperti antara musik dan LGBT. Sebagaimana yang terjadi pada kasus penolakan konser Lady Gaga tahun 2012 dan yang terbaru konser ColdPlay.

Lantas bagaimana hubungan musik dengan praktik-praktik keagamaan, apakah memang ada hubungannya atau tidak? Untuk itu tulisan ini sedikit banyak ingin membahas bagaimana posisi musik dalam kaitannya dengan spiritualisme, lebih khusus lagi bagi kaum tarekat.

Musik dalam Islam

Dalam Islam, Tuhan bukan hanya Maha Indah, tetapi juga sumber keindahan. Karena Tuhan sendiri Maha Indah, maka Ia mencintai keindahan: “Innallaha jamilun yuhibbul jamal”. Alam semesta, tata surya dan dunia dengan segala isinya adalah manifestasi dari keindahan Tuhan. Maka, tepatlah jika Rasmussen professor untuk kajian musik di The College of William and Mary Middle Eastren Ensemble, Amerika Serikat. Menegaskan bahwa seni Islam, terutama seni membaca al-Quran adalah inspirasi ketuhanan.

Baca Juga  Abid Al-Jabiri: Tiga Epistimologi Ini Bantu Kamu Memahami Islam Secara Utuh

Sama dengan qira’ah seni Islam lain yang sifatnya “life time” seperti shalawatan. Merupakan bentuk keindahan Tuhan yang tidak pernah kering. Sebagaimana dikatakan oleh Rasmussen bahwa seni keindahan dalam Islam antara qira’ah dan shalawatan tidak pernah kering dikarenakan keduanya adalah “divine inspiration”, seni yang berasal dari inspirasi ketuhanan, keindahan seni bacaan dari melagukan ayat-ayat suci-Nya dan kecintaan kepada nabi-Nya.

Namun, di luar keduanya dalam sejarah Islam, musik juga diperkenankan untuk didengar dan dimainkan. Dan dalam Islam musik dikenal dalam tiga unsurnya yang disebut handasah al-sawt (seni suara dan nyanyian), al-musiqa (jenis-jenis musik), dan ghina (lagu-lagu) (Hasbullah, 2017). Selain itu, terdapat sejumlah nama sahabat, tabiin dan ulama seperti Hujjatul Islam Imam al-Ghazali juga memberi apresiasi begitu tinggi terhadap musik, nyanyian dan seni. Dalam kitab Ihya’ Ulum al-Din, al-Ghazali menyampaikan: “orang yang jiwanya tak tergerak oleh semilir angin, bunga-bunga, dan suara seruling musim semi, adalah dia yang kehilangan jiwanya yang sulit terobati” (Ali, 2022).

Dalam sejarah peradaban Islam, khususnya di kekhalifahan Abbasiyah musik Islam terus berkembang. Di era ini muncullah nama-nama seperti Ishaq Al-Mausili (767 M – 850 M) dan Yunus bin Sulaiman Al-Khatib yang keduanya adalah pengarang musik pertama yang banyak dijadikan acuan oleh para pemikir teori musik Eropa. Kemudian dalam sejarah Islam klasik, penggunaan musik juga digunakan sebagai sarana penyembuhan terapi. Musisi Islam legendaris, Abu Yusuf Ya’qub Ibn Ishaq al-Kindi (801 – 873 M) telah menjadikan musik sebagai alat pengobatan atau terapi (Al-Asyhar, 2013).

Musik dalam Spiritualisme Tarekat Naqshabandi Haqqani

Musik sebagai seni, mempunyai arti penting dari sudut pandang spiritual. Membaca Al-Qur’an pun merupakan musik tradisional. Bahkan pengertian musik menurut sufi adalah setiap getaran yang menimbulkan suara disebut musik. Para sufi memiliki ekspresi kecintaan pada Ilahi yang bermacam-macam. Di antaranya yaitu dengan musik dan tarian spiritual. Oleh karena itu, musik secara tidak langsung berpengaruh pada jiwa seseorang.

Baca Juga  Mengapa Harus Lebanon?

Jika dikaji dari esensinya, musik yang digunakan sebagai salah satu media pengiring zikir kaum sufi memiliki watak spiritual yang sangat terkait dengan unsur-unsur psikologis. Menurut Shaikh Barkah, musik sangat dekat dengan jiwa, khususnya dengan rasa. Di dalamnya terdapat ungkapan rasa cinta yang dapat ditemukan ketika mendengarkannya. Seperti halnya membaca al-Qur’an, terdapat emosi yang terlibat, yaitu perasaan haru, khauf, dan raja (Al-Asyhar, 2013).

Di lingkungan kelompok tarekat, jenis musik yang dimainkan lebih banyak diambil dari unsur-unsur alam, yaitu nyanyian yang berkarakter melodius. Karakter melodius dipilih karena suaranya memudahkan bagi seseorang sampai kepada suanana psikologis yang peka terhadap sentuhan-sentuhan spiritual.

Dalam situs resmi Naqshabandi Haqqani yang berkantor di Amerika Serikat, terdapat rubrik yang menyediakan pelatihan dan upacara tari berputar, yang dalam istilah tarekat Maulawiyyah disebut konser music dengan tarian sema. Praktik yang berputar tersebut diperuntukkan bagi mereka yang ingin menyelami ke dalam rahasia Tuhan. Dalam tarekat Naqshabandi musik tidak selalu berhubungan dengan unsur pokok ritualnya. Musik hakekatnya ada di dalam hati setiap manusia.

Di dalam lubuk hati yang paling dalam terdapat suara-suara atau bunyi-bunyi indah yang sangat halus dalam bentuk lantunan zikir dan kecintaan kepada Allah. Selain itu, bagi Naqshabandi penggunaan musik berfungsi untuk menambah semangat atau dorongan jiwa menuju kerinduan kepada Allah dan rasul-Nya. Apalagi musik itu sebenarnya terbentang luas di alam raya ini, ada suara indah kicauan burung atau suara angin. Selain itu, Naqshabandi juga mengadopsi musik sebagai pengiring tarian sama’. Sebuah tarian atau metode intuitif yang menggugah jiwa seseorang untuk membuka hati menuju kehadiran Tuhan (hudur). (Al-Asyhar, 2013).

Daftar Referensi

Al-Asyhar, T. (2013). Musik pada Naqshabandi Haqqani (Studi tentang Pengaruh Psiko-Spiritual Musik terhadap Kesehatan Jiwa). Jakarta: Sekolah Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Baca Juga  Isu Radikalisme: dari Radikalisme Global hingga Radikalisme ala Menteri Agama

Ali, A. (2022, November 16). Pandangan Islam tentang Musik dan Bernyanyi. Retrieved from Nuonline.or.id.

Hasbullah, M. (2017). Islam & Transformasi Masyarakat Nusantara (Kajian Sosiologis Sejarah Indonesia). Jakarta: Kencana.

Editor: Soleh

Related posts
Perspektif

Fenomena Over Branding Institusi Pendidikan, Muhammadiyah Perlu Hati-hati!

4 Mins read
Seiring dengan perkembangan zaman, institusi pendidikan di Indonesia terus bertransformasi. Arus globalisasi tentu memainkan peran penting dalam menentukan kebutuhan pendidikan di era…
Perspektif

Hakim, Undang-Undang, dan Hukum Progresif

3 Mins read
Putusan hakim idealnya mengandung aspek kepastian, keadilan, dan kemanfaatan. Dalam implementasinya tidak mudah untuk mensinergikan ketiga aspek tersebut, terutama antara aspek kepastian…
Perspektif

11 Kategori Pengkritik Jurnal Terindeks Scopus, Kamu yang Mana?

2 Mins read
Dalam amatan penulis, ada beberapa kategori pengkritik jurnal terindeks scopus. Dalam tulisan ini, setidaknya ada 11 kategori yang saya temui. Berikut ulasan…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *