IBTimes.ID – Ibadah Tarwiyah adalah menginapnya jemaah haji di Mina sebelum melaksanakan wukuf di ‘Arafah pada tanggal 9 Dzulhijjah. Tarwiyah dilakukan calon haji dengan cara meninggalkan Makkah menuju Mina pada pagi hari tanggal 8 Dzulhijjah (miqat zamani) dengan berpakaian ihram dan berniat untuk menunaikan ibadah haji. Di Mina mereka menunaikan salat Dzuhur, Ashar, Maghrib, Isyak hingga salat Subuh tanggal 9 Dzulhijjah.
Dalam Tuntunan Manasik Haji (Pimpinan Pusat Muhammadiyah, 2015), konteks ibadah Tarwiyah adalah suatu prosesi ibadah haji yang dilakukan oleh Nabi Saw pada tanggal 8 Dzulhijjah di saat itu salah satu yang dilakukan adalah mengumpulkan perbekalan utamanya air.
Tarwiyah termasuk bagian dari kesunahan yang ditunaikan. Oleh karena itu, jemaah haji diseyogyakan untuk melaksanakan ibadah Tarwiyah dalam rangkaian pelaksanaan manasik haji. Namun hal itu dilakukan sejauh dimungkinkan untuk melaksanakannya dan dengan ketentuan (1) tidak menimbulkan bahaya (mudarat) kepada diri mereka dan (2) tidak mengurangi pemaksimalan ibadah haji secara keseluruhan. Tuntunan Manasik Haji (Pimpinan Pusat Muhammadiyah, 2015).
Aplikasi ketentuan ini dikembalikan kepada para jemaah haji serta para pembimbing dan pengelola haji yang mengalaminya langsung di lapangan. Manakala situasi memungkinkan mereka untuk menunaikan tarwiyah maka itu yang terbaik, namun jika situasi menunjukkan sebaliknya maka pelaksanaan Tarwiyah tidak perlu dipaksakan.
Pemerintah: Tidak Menganjurkan Ibadah Tarwiyah
Pemerintah dalam hal ini Kementerian Agama tidak menganjurkan jemaah haji Indonesia melaksanakan ibadah Tarwiyah pada tanggal 8 Dzulhijjah. Jemaah diimbau menjaga kesehatan fisik untuk melaksanakan puncak ibadah haji, yaitu wukuf di ‘Arafah dan mabit di Muzdalifah serta Mina.
Hal itu disampaikan Kasi Bimbad Daerah Kerja (Daker) Madinah, Yendra Al Hamidy, Kamis (15/06/2023) di Bir Ali, Madinah. Bukan tanpa alasan, imbauan tidak memaksakan Tarwiyah, katanya, karena besarnya mobilitas jemaah haji pada tahun ini dan juga karena cuaca panas di Makkah yang sangat tinggi yang beresiko kepada kesehatan jemaah.
Yendra menegaskan, meskipun secara fikih ibadah Tarwiyah memang ada dan Rasulullah pernah melakukannya, jemaah haji Indonesia sebaiknya tidak memaksa melakukannya.
“Masalah Tarwiyah secara fikihnya ada. Rasulullah juga pernah melaksanakan salat Tarwiyah pada tanggal 8 Dzulhijjah. Tetapi karena jemaah yang luar biasa, lansia yang luar biasa sebaiknya tidak memaksa menjalankan,” ujar Yendra kepada tim MCH.
Pemerintah Tidak Memberi Layanan Tarwiyah
Pemerintah juga tidak memberikan layanan secara khusus yang difokuskan untuk ibadah pada tanggal 8 Dzulhijjah itu. Meskipun secara pemantauan tetap akan dilakukan.
“Yang (kondisi) normal saja pemerintah tidak memfasilitasi ibadah Tarwiyah secara khusus. Tetapi tetap memantau lewat kloter masing-masing,” kata Yendra lagi.
Yendra juga mengatakan, meskipun demikian pihaknya meyakini tetap akan ada jemaah haji Indonesia yang menjalankan ibadah Tarwiyah. Pemerintah pun dalam hal ini tidak akan melarangnya.
“Jemaah yang Tarwiyah silahkan. Intinya yang sunah silakan jalankan. Tapi jangan sampai terjadi yang tidak diinginkan, karena besoknya akan wukuf di ‘Arafah,” tegasnya.
Pada intinya, menurut Yendra, posisi pemerintah saat ini tidak menyuruh dan juga tidak melakukan jemaah haji melaksanakan ibadah Tarwiyah. Konsekuensi, tidak ada fasilitas yang disiapkan untuk jemaah yang menjalankan Tarwiyah. “Kembali ke jemaah masing-masing,” tutup Yendra.
Pewarta: MCH
Editor: Soleh