Allah adalah Dzat Maha Suci
Tasawuf Akhlaki – Salah satu ajaran dasar dari agama Islam adalah bahwa manusia tersusun dari badan dan roh. Roh tersebut berasal dari Allah dan tentunya roh akan kembali kepada penciptanya.
Allah adalah Maha Suci, tentunya roh yang datang dari Allah juga suci, maka roh tersebut akan berpulang ke yang Maha Suci. Namun, jika roh tersebut menjadi kotor, maka ia tidak akan dapat kembali ke tempat asalnya yang suci.
Untuk menjaga agar roh tetap suci, maka manusia harus senantiasa berbuat baik. Usaha yang manusia tempuh untuk mencapai kebaikan tersebut termanifestasikan dalam bentuk ibadah-ibadah, misalnya salat, puasa, zakat, haji, dan ajaran-ajaran yang berkenaan dengan moral atau akhlak Islam. Nabi Muhammad SAW mengatakan bahwa beliau diutus oleh Allah untuk menyempurnakan budi pekerti luhur.
Tentunya, ada segolongan umat Islam yang merasa tidak puas dengan model ibadah formal. Dengan kata lain, kepuasan spiritual yang didapat dari ibadah formal belum cukup. Maka, mereka menempuh jalan spiritual agar merasa lebih dekat kepada Allah.
Sehingga, mereka dapat merasakan kehadiran Allah melalui hati-sanubari dan bahkan dapat bersatu dengan Allah. Dalam agama Islam, ajaran yang bersifat mistik tersebut terdapat dalam Tasawuf (Harun Nasution, 2001: 24-25).
Tasawuf Amali, Falsafi, dan Akhlaki
Tasawuf dibagi atas tiga bagian, yaitu tasawuf amali, tasawuf falsafi, dan tasawuf akhlaki. Dalam kesempatan kali ini, penulis akan menerangkan tasawuf akhlaki yang kaitannya dengan penyucian jiwa (takhalli), menghiasi kehidupan sifat-sifat perilaku terpuji (tahalli), dan terungkapnya cahaya ghaib dari Tuhan (tajalli).
Takhalli berarti membersihkan diri dari sifat-sifat tercela dan penyakit iri hati yang merusak. Menurut Imam al-Ghazali, dalam ber-takhalli kita harus latihan (riyadlah) dan perjuangan (mujahadah) untuk menyingkirkan hawa nafsu (syahwat) yang negatif. Apabila hal tersebut sukses, maka kita akan memperoleh kebahagian.
Selanjutnya ialah tahalli, yaitu menghias diri dengan sifat dan perilaku terpuji. Berusaha agar sifat dan perilakunya selalu sejalan dengan ketentuan agama.
Selalu menyinari hati dengan sifat-sifat terpuji (mahmudah) adalah mujahadah yang kemudian akan menghasilkan insan yang sempurna (insan kamil).
Setelah seseorang sukses melalui takhalli dan tahalli, maka tahap terakhir adalah tajalli, yaitu di mana hati seseorang terbebas dari tabir (hijab) yang diartikan sebagai sifat-sifat kemanusiaan atau memperoleh Nur yang selama ini tersembunyi (ghaib) atau segala sesuatu selain Allah ketika Nampak (tajalli) wajah-Nya. Bisa dikatan dalam tajalli, seseorang dapat merasakan kehadiran Allah.
Apabila seseorang telah mencapai tajalli, maka ia akan memperoleh ma’rifa. Ma’rifat adalah mengetahui rahasia-rahasia ketuhanan dan peraturan-peraturan Allah tentang segala sesuatu (Amin Syukur dan Masyharuddin, 2002: 45-49).
Takhalli dan Tahalli
Di bulan Ramadhan, kita harus berpuasa sebagai ibadah wajib ketika bulan Ramadhan tiba. Selain itu, kita harus menahan hawa nafsu, menyucikan pikiran, menghiasi diri dengan perilaku terpuji, dan lain-lain. Tasawuf akhlaki dapat dipraktikan dalam kaitannya menjalani mujahadah selama bulan Ramadhan sampai puncaknya memenangi bulan Ramadhan dengan merayakan Hari Raya Idul Fitri.
Pertama, ber-takhalli, memasuki bulan Ramadhan kita harus membersihkan hati dan menyingkirkan diri dari syahwat. Hal tersebut dilakukan agar kita mendapat kebahagiaan spiritual buah dari mujahdah dan raja’ dalam menjalani puasa.
Kedua, ber-tahalli, setelah seseorang merasakan kebersihan jiwa dan mendapat kebahagian, maka ia harus menghiasi diri dengan perilaku terpuji saat menjalani bulan Ramadhan.
Misalnya, tadarus Al-Qur’an, menunaikan zakat sebagai spirit humanisme Islam, berbagi takjil kepada yang membutuhkan, ber- i’tikaf di masjid untuk dapat berjumpa malam lailatul qodr dan ibadah lain yang identik dengan bulan Ramadhan yang penuh keberkahan.
Dan yang terakhir adalah ber-tajalli. Setelah melalui berbagai mujahadah di bulan Ramadhan selama sebulan penuh, seseorang akan mencapai ma’rifat yang dalam konteks ini adalah memenangi Hari Raya Idul Fitri.
Menurut Ibrahim Basyuni, ma’rifat merupakan pencapaian tertinggi dan sebagai hasil akhir dari segala pemberian setelah melakukan mujahadah dan riyadlah, dan bisa dicapai ketika telah terpenuhinya qalb dengan Nur Ilahi (Amin Syukur dan Masyharuddin, 2002: 49).
Semoga, kita dapat menggapai ma’rifat Allah yang berupa kemenangan Idul Fitri buah dari mujahadah di bulan Ramadhan.
Editor: Yahya FR