Falsafah

Teori Kedaulatan Rakyat

3 Mins read

Oleh: Prof. Dr. Mr. Kasman Singodimedjo

Kedaulatan Rakyat (Volkssouvereiniteit) adalah istilah yuridis yang sampai sekarang inimasih ramai dan terus dipergunakan orang di samping ”Kedaulatan Negara” (Staatssouvereiniteit). Tetapi pada waktu sebelum ada negara, pada umumnya yang menonjol itu adalah ”Rakyat,” atau lebih tepat ”Umat,” yakni kumpulan manusia yang mempunyai persamaan-persamaan, antara lain: persamaan asal dan usul, persamaan kehormatan/perasaan, persamaan daerah tempat tinggal atau pencarian rezeki, persamaan kepentingan atau keperluan, dan persamaan fikiran atau maksud.

Kedaulatan Rakyat

Tidak perlu dijelaskan lagi bahwa umat itu terdiri dari perorangan/pribadi manusia yang telah sadar bahwa dengan kepribadian masing-masing saja tidaklah cukup untuk memenuhi keperluan hidupnya, apalagi untuk mencapai cita-cita hidupnya. Mereka mengurangi aspirasi kepribadiannya masing-masing dan menukarnya dengan kerjasama dalam menempuh/mencapai hajat bersama. Termasuk di dalam hajat bersama ini adalah kepentingan sendiri. Mereka sadar bahwa dengan bersama-sama itu mereka menjadi lebih kuat dari pada sendiri-sendiri. Pencapaian maksud bersama menjadi lebih mudah daripada oleh masing-masing/sendiri-sendiri.

Di dalam perkembangan hidup bersama selanjutnya, mereka merasa perlu untuk memilih pemimpin/pimpinan bersama, untuk menentukan cara-cara bersama guna mendapatkan kemudahan pencarian makan, guna penyelamatan ternak bersama dan tempat tinggal bersama, guna penjagaan nama dan kehormatan bersama, guna peyerangan bersama terhadap musuh bersama, dan lain sebagainya.

Uraian tersebut tidak saja tertuju kepada umat kepada umat yang telah menetap di suatu daerah tertentu, tetapi juga dan apalagi terhadap umat yang masih berpindah-pindah atau nomadis. Dengan adanya/terpilihnya seorang atau beberapa pemimpin atau pimpinan, hal ini tidaklah berarti bahwa umat/rakyat yang bersangkutan itu telah melepaskan kekuasaan atau ”kedaulatannya” kepada sang pemimpin atau kepada pimpinan itu. Bahkan, pemimpin atau pimpinan itu sungguh-sungguh hanya bertugas atas nama umat/rakyat sehingga secara preventif atau represif umat/rakyat tersebut mengadakan sesuatu keputusan di dalam ”rapatnya” guna dipedomani oleh pemimpin/pimpinan (preventif) atau sesuatu keputusan sebagai penilaian, setidak-tidaknya sebagai reaksi/kritik terhadap sesuatu tindakan yang telah diambil/dilakukan oleh pemimpin/pimpinan tersebut (represif).

Baca Juga  Stoikisme: Kebajikan Tidak Digapai dengan Malas Berpikir dan Rebahan

Di dalam rapat umat/rakyat itulah orang dapat melihat processing dan berlakunya ”Kedaulatan Rakyat”yang diindahkan oleh umat atau anggotanya, termasuk pemimpin atau pimpinan itu. Terasa adanya disiplin dan ikatan kepada Kedaulatan Rakyat itu. Ada wibawanya! Tidakmudah anggota dan umat itu akan main gila, semau gue!

Pengalaman Awal Kemerdekaan

Pada permulaan Kemerdekaan Republik Idonesia, ada kejadian-kejadian yang lucu dan unik. Rapat diadakan. Dan tidak dipedulikan siapa dan berapa jumlah orang/manusia yang datang. Cukup apabila ada pengumuman mengenai akan diadakan rapat itu, pun tidak juga menjadi hirauan atau perhatian orang, siapa yang mengambil inisiatif untuk mengadakan rapat itu. Adakah pengambil inisiatif itu berhak atau tidak? Soal-soal semacam itu tidak digubris. Maklum, suasana revolusi!

Dan terjadilah di rapat itu kericuhan yang bersemangat mengenai soal-soal yang sengaja masuk acara dan soal-soal yang mendadak sontak/spontan timbul di rapat itu. Tampak ada orang-orang di rapat itu yang berbicara berapi-api. Rupanya, di antara pembicara itu ada jagoan berpistol dan pukul-pukul meja atau bangku, sembari berteriak-teriak: ”Setujukah Saudara?!”Dan sebagai reaksi spontan terdengarlah suara dari pelbagai sudut rapat: ”Setuju! Akur! Putus! Setuju! Merdeka!”

Suara-suara semacam itu pasti segera terdengar apabila antara pembicara/pemegang pistol dan pemimpin/penyelenggara rapat itu ada kerjasama atau komplotan. Dan segera rapat itu dianggap telah mengambil keputusan yang sesuai dengan teriakan tersebut. Dan keputusan itu adalah ”keputusan kedaulatan rakyat,” katanya! Sedangkan apabila sesuatunya itu difikir agak teliti, maka lebih tepat apabila keputusan tersebut dinamakan ”keputusan kedaulatan pistol.”Dan apabila pembicara itu memegang bambu runcing, maka tepatlah menamakan keputusan itu sebagai ”keputusan kedaulatan bambu runcing.” Alhasil, bukan keputusan kedaulatan rakyat! Lucu! Unik!

Baca Juga  Amanah: Syarat Kepatuhan Kepada Ulil Amri

Tidak Ada Kedaulatan Rakyat

Tetapi ambillah kedaulatan rakyat/umat yang benar-benar, betapa pun di dalam arti terbatas! Dan karena rakyat atau umat itu selalu terdiri dari manusia-manusia, dan karena manusia itu sebagai makhluk selalu dhaif atau lemah (Allah menyatakan di dalam Quran ”Al-Insan dhaif” yang artinya: manusia itu lemah), maka tentunya semua hasil atau produk daripada kedaulatan rakyat/umat itu selalu pula tidak dapat dijamin kebenarannya setiap waktu! Apalagi apabila ada ekses atau overacting yang lucu-lucu. Sehingga dengan begitu tidak pula dapat dikatakan bahwa kedaulatan rakyat itu selalu mengandung kekuasaan yang mutlak/absolut benar. Dan karena yang mutlak benar itu adalah Allah, maka kedaulatan rakyat/umat jika itu mau benar dan baik haruslah disesuaikan dan diarahkan kepada isi, maksud dan tujuan dari ”Kedaulatan Allah” Yang berkekuasaan sepenuh-penuhnya/mutlak.

Sumber: artikel “Hal Kedaulatan” ditulis oleh Prof. Dr. Mr. Kasman Singodimedjo dimuat di SM no. 2/Th. Ke-58/1978. Pemuatan kembali di www.ibtimes.id secara berseri dengan penyuntingan

Editor: Arif

1005 posts

About author
IBTimes.ID - Cerdas Berislam. Media Islam Wasathiyah yang mencerahkan
Articles
Related posts
Falsafah

Deep Ecology: Gagasan Filsafat Ekologi Arne Naess

4 Mins read
Arne Naess adalah seorang filsuf Norwegia yang dikenal luas sebagai pencetus konsep “ekologi dalam” (deep ecology), sebuah pendekatan yang menggali akar permasalahan…
Falsafah

Sokrates: Guru Sejati adalah Diri Sendiri

3 Mins read
Dalam lanskap pendidikan filsafat, gagasan bahwa guru sejati adalah diri sendiri sangat sesuai dengan metode penyelidikan Sokrates, filsuf paling berpengaruh di zaman…
Falsafah

Homi K. Bhabha: Hibriditas, Mimikri, dan Ruang Ketiga

4 Mins read
Homi K. Bhabha, salah satu tokoh terkemuka dalam teori pascakolonial, berkontribusi membangun wacana seputar warisan kolonialisme secara mendalam, khususnya melalui konsepnya tentang…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

This will close in 0 seconds