Perspektif

Terima Kasih NU, Sebuah Catatan Ramadan

2 Mins read

Terima Kasih NU!

Betapa sepinya jika ramadhan tanpa kehadiran masjid NU. Rajab dan Sya’ban adalah prolog menyambut Ramadhan yang eksotik. Wajah Islam terasa sangat dekat, bukan lagi jauh di langit tujuh. Bukan hanya berbagi takjil kurma, tapi juga berbagi pahala. Membaca Al Quran juga kebajikan yang banyak, menjadikan masjid NU kian humanis dan dibutuhkan.

Meski disebut-sebut banyak melakukan aktifitas bid’ah, tapi saya sangat suka karena banyak mendapat manfaat. Itulah kesan yang saya dapat.

Dari masjid-masjid NU itu, saya bisa membedakan antara bulan biasa dan bulan Ramadhan. Tadarus bersahut-sahutan, bedhug ditabuh, mercon dibakar, tarhim dikumandangkan, lima belas menit sebelum adzan sebagai tanda masuk shalat.

Dari masjid NU pula saya dapat informasi kapan harus persiapan pulang sebelum shalat Jumat. Petani dan pekebun bersiap pulang. Saya juga bisa bedakan mana masjid yang menyelenggarakan shalat Jumat dan mushala biasa.

Pada setiap Ramadhan, jujur saya akui bahwa masjid-masjid NU yang paling semarak, makmur dengan berbagai aktifitas tadarus, shalawatan, dibaan, dan khataman. Anak kecil hingga orang tua seperti parade mengaji. Bukan hanya berbagi takjil kurma tapi berbagi pahala kebajikan.

Nyadran, Megengan, Malem selikuran, Malem Songo dan lainnya. Berbeda dengan masjid-masjid lainnya yang lampunya dimatikan usai shalat taraweh, jendela ditutup, pintu digembok rapat, masjid sepi aktifitas, ‘ngaji harus di rumah’ sebab ngaji di masjid usai Taraweh dibilang bid’ah, tidak ada uswah.

Dini hari jelang subuh, jauh di pelosok dan penjuru kampung, masjid-masjid NU seperti di gerakkan : “sahur..! sahur..! sahur..!” Kemudian “imsak..! imsak..!” Kemudian tarhim bersahut-sahutan. Hanya ada di masjid NU. Dan saya meski tak sepaham ikut mendapat manfaat dari berbagai pertanda meski sering saya bilang bid’ah. Tapi perlahan saya mulai akrab. Semacam mengenang masa kecil di kampung halaman.

Baca Juga  Merdeka Lahir dan Batin, Sudahkah Indonesia Mencapainya?

Islam ditangan orang NU begitu humanis dan dekat dengan kehidupan. NU adalah Islam yang dipahami Mbok Jum, Mbakyu Tumiati, Kang Supingi, Kang Supardi atau Cak Nur. Orang-orang sederhana dengan kebutuhan beragama yang juga sangat sederhana, tidak muluk-muluk. Mereka orang biasa, hidup biasa, beragama juga dengan cara biasa.

NU dapat merangkum semua status sosial dan struktur masyarakat dalam sebuah jamiyah. Mewarisi dan merawat metode jitu yang ditemukan para wali penyebar Islam di tanah Jawa. NU tidak melawan tradisi apalagi mengubah budaya, sebaliknya menjadikan tradisi dan budaya sebagai media dakwah.

Definisi dan konsep bid’ah perlu diubah. Tidak setiap amal butuh dalil dan tidak setiap yang tidak ada dalil disebut bid’ah. Buya Yunahar Ilyas menyebut bahwa dalam ibadah ghairu mahdhah tidak ada bid’ah. Prof Din menyarankan memperbanyak bid’ah sosial.

Mengenang yang telah mati mulai akrab dilakukan meski dengan cara virtual bahkan ada takziah virtual mengenang yang telah mati. Hal tersebut juga bid’ah baru yang diakrabi warga Persyarikatan. Sungguh menggembirakan.

Meski banyak kata saya pujikan untuk NU, tapi saya tetap Muhammadiyah. Saya hanya mencoba jujur melihat realitas, melihat kekurangan sendiri dan mengakui kelebihan orang lain tanpa saling merendahkan. Terima kasih NU!

Editor: Yusuf

Ustadz Nurbani Yusuf
7 posts

About author
Pengasuh Komunitas Padhang Makhsyar
Articles
Related posts
Perspektif

Etika di Persimpangan Jalan Kemanusiaan

1 Mins read
Manusia dalam menjalankan kehidupannya mengharuskan dirinya untuk berfikir dan memutuskan sesuatu. Lalu Keputusan itulah yang nanti akan mengantarkan diri manusia ke dalam…
Perspektif

Kejumudan Beragama: Refleksi atas Bahtsul Masail Pesantren NU yang Kurang Relevan

3 Mins read
Bahtsul Masail, tradisi intelektual khas pesantren Nahdlatul Ulama (NU), adalah salah satu warisan berharga dalam khazanah keilmuan Islam di Indonesia. Forum ini…
Perspektif

Menjadi Guru Hebat!

3 Mins read
Peringatan Hari Guru Nasional (25 November) tahun ini mengangkat tema, “Guru Hebat, Indonesia Kuat”. Tema ini menarik untuk dielaborasi lebih jauh mengingat…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

This will close in 0 seconds