IBTimes.ID – Muhammad Quraish Shihab menyebut bahwa tidak semua yang ditinggalkan oleh Nabi Muhammad SAW adalah perbuatan bid’ah dan terlarang.
Misalnya, nabi tidak makan biawak (dhabb). Tidak berarti biawak adalah haram. Tidak berarti pula makan biawak adalah bid’ah.
“Ada hal-hal yang tidak dilakukan oleh nabi karena waktu itu belum ada dorongan untuk mengamalkannya. Misalnya pembukuan Alquran. Di zaman nabi, itu belum diperlukan,” ujarnya.
Nabi bahkan melarang sahabat menulis hadis. Hal itu disebabkan karena yang pandai menulis hanya sedikit. Di sisi lain, saat itu belum ada kebutuhan untuk menulis hadis.
Imam Ghazali, sebagaimana dikutip oleh Quraish Shihab, berkata bahwa tidak semua hal baru itu terlarang. Hal yang terlarang adalah hal yang bertentangan dengan sunnah yang disepakati.
Nabi bersabda bahwa mematahkan tulang orang yang mati sama dengan mematahkan tulang orang yang hidup. Sehingga, menurut sebagian orang, otopsi adalah perbuatan terlarang. Padahal, dulu otopsi belum diamalkan karena orang tidak tau tentang otopsi. Teknologi tidak secanggih sekarang.
“Ada pula yang berpendapat otopsi boleh asalkan terhadap orang kafir, sementara muslim tidak boleh. Apa bedanya? Orang yang kafir waktu dia mati sudah urusan Tuhan. Tidak ada hubungannya,” tegasnya.
Menurutnya, tidak benar jika yang tidak diamalkan nabi itu dilarang semua. Sehingga, sahabat banyak melakukan hal-hal yang baru. Misalnya Sayyidina Umar yang mendirikan salat tarawih.
“Kalau anda ingin agar ktia hidup seperti zaman nabi, kita tidak bisa maju. Yang ingin kita kembali persis pada zaman nabi itu orang yang terlambat lahir,” imbuhnya.
Mantan Menteri Agama RI itu menyebut bahwa Islam relevan dengan setiap ruang dan waktu. Hal itu disebabkan oleh beberapa hal. Pertama, Islam tidak mengkultuskan bentuk, melainkan nilai.
Kedua, Islam mengajarkan hak veto. Kalau ada seorang yang lapar sehingga mengancam jiwa, sedangkan hanya ada daging babi, maka keharaman daging babi itu bisa diveto. Islam mengajarkan bahwa banyak hal yang bisa dilakukan walaupun berbeda dengan zaman dulu. Tidak harus sama persis dengan zaman dulu.
“Kekeliruan orang-orang sudah membatasi dan membelenggu kita. Tidak bisa begini, tidak bisa begitu. Tidak semua ada di Alquran. Tidak semua ada di hadis. Sehingga harus ijtihad,” imbuhnya.