Dakwah merupakan aktifitas penting mengajak umat pada kebenaran Islam. Aktifitas dakwah menjadi kewajiban setiap muslim yang beriman. Menyampaikan pesan-pesan agama Islam se-kemampuan—ولو أياة—penyampainya menjadi perintah yang diamanatkan Nabi Muhammad saw.
Perintah itu bersinggungan dengan peran dan kewajiban seorang muslim secara bersamaan. oleh karena itu dakwah menjadi keharusan yang patut ditunaikan, akan tetapi memahami pola pemikir dan kaidah dalam menyampaikannya pun turut wajib sebagaimana keharusan menyampaikan pesan-pesan agama itu sendiri.
Pemahaman pada pola pikir serta kaidah ini menjadi elemen penting dalam suksesnya penerimaan dakwah pada masyarakat. Mudahnya akses yang dapat diterima oleh masyarat dari materi, ceramah dan kajian keagamaan menjadi sumbangan besar bagi terbentuknya format pemahamaan agama yang diyakini oleh masyarakat saat ini.
Di samping kemudahan akses tersebut, ragam dan corak pemahaman keagamaan yang disampaikan oleh para pendakwah pun sangat beragam. Mulai dari pengambilan prespektif dalil yang digunakan, ideologi dan keyakinan bawaan, sampai latar belakang keilmuan saling berkelindan satu sama lainnya sehingga membentuk corak keagamaan yang beragam.
Banyaknya macam pernalaran yang dihasilkan dari ijtihad para ulama dan kondisi lokal yang memicu pengambilan putusan, menjadi hal lainnya yang patut diperhatikan pendakwah. Sebagaimana apa yang disampaikan oleh Hisham At-Thalib dalam bukunya Inviting of Islam, di dalam dakwah setidaknya terdapat tiga aspek penting yang patut diperhatikan oleh seorang da’i atau pendakwah.
 Pertama, aspek fundamental dalam dakwah (fundamental of dakwah). Pada aspek ini pemahaman Islam menjadi inti yang harus mampu diejawantahkan secara benar. Pemahaman hoslitik meliputi keyakinan Tauhid yang orientatif dan pemahaman keislaman yang holistik dan humanis.
***
Tauhid sebagaiman inti ajaran dari Islam mengajarkan pada keyakinan tunggal kepada Allah SWT secara ikhlas. Tauhid sebagaimana masuk kedalam fakultas akidah, maka dalam penerapannya akidah bukan menjadi permulaan tetapi, langkah pertama yang mengiringi perjalanan berikutnya. Sebagaimana digambarkan oleh Hisham At-Thalib :
‘Aqidah is not a chapter in a book to be read and then left for the next chapther. Rather, it is the dominating theme that remains with us while reading all the other chapters of our live.’
Maka sangat penting pemahaman Akidah Tauhid dalam membawa pemahaman Islam yang sesuai dan ditujukan pada orientasi yang tepat. Adapun pemahaman Islam yang holisitik dan humanis menjadi basis penting lainnya. Islam bukan semata perangkat credo yang ritualistik, akan tetapi merupakan guide atau framework yang mampu menata segala persoalan kehidupan. Konsekuensi dari pemahaman ini ialah termanifestasikannya nilai Islam dalam ruang publik. Tentunya Islam yang kita pahami harus mampu diposisikan pada cita-cita kemanusiaan. Sehingga dakwah akan tertuju pada penciptaan tatanan adil dan penuh rahmat, menghapuskan kedzoliman dan kemungkaran.
Aspek kedua, ialah etika dalam berdakwah (the ethics of dakwah). Etika dalam berdakwah meliputi perangkat nilai yang harus dijunjung tinggi baik secara personal maupun intrapersonal. Dakwah merupakan tugas melayani kebutuhan umat mengenai perkara agama, maka sebagaimana perlakuan seorang pelayan, seorang pendakwah harus mampu memahami kebutuhan dari subjek dakwah itu sendiri.
Pendakwah harus memiliki perilaku yang baik dan terpuji, etika publik harus benar-benar dijunjung tinggi agar pendakwah mampu menjadi roll mode (uswah) ditengah masyarakat. Menyampaikan pesan dakwah yang relevan serta mampu dipahami secara moderat dan toleratif dalam menyikapi perbedaan menjadi hal lainnya harus diperhatikan da’i.
***
Kemudian aspek yang terakhir, yaitu metodologi dakwah (Methods of Dakwah). Aspek ketiga ini berkenaan erat dengan pola pikir dalam mengelola dakwah serta mengsinergikan dakwah dengan bagan-bagan masyarakat, lembaga dan upaya institusionalisasi Islam. Berkenaan pola pikir, sebagaimana diterangkan diawal bahwa Islam merupakan agama yang holistik, maka hal itu berlaku pula pada paradigma Islam yang universal atau menjangkau seluruh elemen masyarakat.
Fokus dakwah harus ditujukan pada persoalan-persoalan problematis dan menyangkut wilayah yang mampu ditransformasi. Perihal teknis di lapangan pendakwah harus menerapkan metodologi yang sesuai dengan prinsip Islam yang benar, penggunaan bahasa yang setara, serta memperhatikan adab dalam menyampaikan materi dakwah, agar tidak terjadi miskonsepsi atau kesalahpahaman.
Faktor lainnya ialah menngupayakan dakwah di ranah publik yang intergratif dan interkonektif. Kolaborasi antara berbagai macam elemen masyarakat harus mampu digalakan. Keterkaitan inilah yang menjadi penguat sekaligus konektisitas dalam memperluas ruang dakwah ditengah publik. Menghadirkan Islam yang terbuka dan transparan menjadi kunci dari terwujudnya dakwah yang kolaboratif.
Kemudian agenda institsionalisasi Islam dalam organisasi-organisasi masyarakat atau lembaga lainnya diarahkan pada cita-cita yang selasar dengan pencapaian kemaslahatan disebuah wilayah atau negara. Perwujudan dakwah yang integratif dan kolaboratif menjadi keharusan bagi terciptanya suasana dakwah yang inklusif.
Tiga aspek ini menjadi kunci bagi muslim dalam menyampaikan kewajibannya berdakwah. Mengajak kepada yang ma’ruf dan mencegah kepada yang munkar adalah tanggung jawab setiap umat muslim. Akan tetapi, memperhatikan proporsi dalam menyampaikan dakwah pun menjadi wajib sebelum disampaikan kepada masyarakat.Â