Saat ini, wakaf telah dianggap sebagai salah satu alternatif dalam pendistribusian kekayaan, guna meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Sejarah membuktikan bahwa wakaf memainkan peranan yang sangat signifikan dalam menopang kegiatan ekonomi di zaman keemasan Islam.
Potensi Wakaf
Potensi wakaf yang sedemikian besar, dapat berperan dalam menyediakan dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat, seperti: peningkatan fasilitas tempat ibadah, lembaga pendidikan, serta fasilitas kesehatan dan sosial secara memadai.
Di Indonesia, berdasarkan data Badan Wakaf Indonesia (BWI), potensi aset wakaf per tahun mencapai Rp 2.000 triliun dengan luas tanah wakaf mencapai 420.000 hektare. Sementara itu, saat ini potensi wakaf yang terrealisasi baru Rp 400 milyar (disampaikan pada Indonesia Wakaf Summit 2019). Tentunya, potensi tersebut akan dapat tergali dan termanfaatkan secara optimal apabila didukung oleh pengelolaan atau manajemen yang baik dari pengelola wakaf (nadzir).
Jumlah lembaga pengelola wakaf (nadzir) di Indonesia cukuplah banyak, baik itu yang dilakukan oleh elemen masyarakat atau organisasi masyarakat (Nahdatul ‘Ulama dan Muhammadiyah), lembaga pemerintah, lembaga swasta maupun perorangan. Salah satu lembaga wakaf dengan pengelolaan harta wakaf terbesar adalah Muhammadiyah.
Muhammadiyah
Muhammadiyah sebagai organisasi sosial keagamaan dan sebagai salah satu nadzir wakaf di Indonesia, dalam hal mengelola berbagai asetnya tidak terlepas dari UU No 41 Tahun 2004 tentang Wakaf. Tugas tersebut diamanahkan kepada Majelis Wakaf dan Kehartabendaan.
Sedangkan bentuk pemanfaatannya atau pun upaya dalam memaksimalkan manfaat wakaf yang ada, biasanya lebih dikenal dengan istilah Amal Usaha Muhammadiyah (AUM). Amal Usaha Muhammadiyah sebagai bentuk pemanfaatan dari wakaf, mempunyai karakteristik yang khas. Yakni, didasarkan pada pengamalan akan spirit Quran Surat al-Ma’un.
Perlu kita ketahui, sebagaimana yang disampaikan oleh Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah Prof Haedar Nashir, dalam bukunya yang berjudul, Dinamisasi Gerakan Muhammadiyah: Agenda Strategis Abad Kedua, beliau menyebutkan bahwa: “Amal dalam al-Ma’un itu bukanlah hanya sekedar amal, namun amal yang membebaskan. Yakni, membebaskan orang miskin dan anak yatim sebagai simbol dari kaum mustadh’afin atau orang yang lemah, dilemahkan, tertinggal, marjinal, serta tertindas.”
Tiga Metode Pertolongan
Penjabaran dari pembebasan kaum mustadh’afin tersebut, setidaknya ada tiga dimensi atau tiga metode pertolongan yang diutamakan, yakni: healing, schooling, dan feeding. Pertama, healing. Muhammadiyah berdakwah dan memberdayakan masyarakat dalam bidang kesehatan, melalui rumah sakit dan layanan kesehatan lainnya. Mengapa Kesehatan menjadi salah satu hal yang diprioritaskan dalam pengembangan wakaf di Muhammadiyah?
Karena, layanan kesehatan yang bersifat primer telah menjadi kebutuhan umat Islam maupun masyarakat secara umum dan kebutuhan tersebut memiliki kecenderungan yang semakin meningkat. Selain itu, wakaf yang ditujukan untuk bidang kesehatan memang telah menjadi bagian penting perkembangan wakaf semenjak dahulu hingga sekarang. Buktinya, rumah sakit yang didanai oleh lembaga wakaf telah berkembang dan dapat ditemui di berbagai negara seperti Mesir, Syam, Sudan, serta negara-negara Islam lainnya, termasuk Indonesia.
Alasan lainnya adalah dikarenakan kesehatan merupakan hal yang sangat penting. Kesehatan merupakan salah satu faktor penentu utama pertumbuhan ekonomi dan komponen dari kesejahteraan masyarakat. Lamiraud dalam penelitiannya mengungkapkan bahwa, kesehatan yang lebih baik tentunya akan memiliki dampak positif terhadap produktivitas masyarakat dan pengembangan sumber daya manusia, sehingga berdampak positif juga terhadap pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan dan pembangunan sosial.
Kedua, schooling. Muhammadiyah memberikan pendidikan (edukasi) kepada masyarakat, melalui pendirian sekolah-sekolah dan perguruan tinggi. Mengapa pendidikan menjadi salah satu prioritas dalam pengembangan wakaf di Muhammadiyah?
Karena, pendidikan masih menjadi persoalan pelik yang harus segera diatasi (khususnya di Indonesia). Salah satu permasalahannya adalah masih rendahnya pemerataan kesempatan belajar. Dalam arti, masih banyak masyarakat yang tidak bisa mengakses pendidikan atau sekolah.
Jika kita bicara peran negara pun dalam menyelesaikan permasalahan-permasalahan pendidikan ini masih belum optimal. Karena tentunya, dana APBN/APBD yang ada masih harus dibagi-bagi ke pos lainnya.
Sekali lagi, pendidikan menjadi suatu hal sangat penting dan harus diprioritaskan. Pendidikan merupakan kunci dalam peningkatan kualitas sumber daya manusia. Jika dikaitkan dengan pembahasan bonus demografi, adanya peningkatan kualitas SDM tentunya dapat memainkan peranan yang sangat penting dalam rangka menatap puncak bonus demografi Indonesia.
Ketiga, feeding. Muhammadiyah memberi makan anak yatim dan orang miskin. Melalui apa? Melalui pemberdayaan sosial-ekonomi. Dalam penjelasan dimensi ketiga ini, terbagi menjadi dua kriteria pemberdayaan. Ada yang non-produktif (konsumtif) yang bersiat sosial, yakni melalui panti asuhan, panti jompo, dan bantuan karitatif (bantuan langsung kepada yang membutuhkan) lainnya. Ada juga melalui pemberdayaan ekonomi produktif, baik bantuan modal usaha dan yang lainnya.
Panti Asuhan Muhammadiyah sendiri, selain sebagai tempat untuk menolong dan membina bagi anak yatim piatu, fakir miskin, namun juga didesain sebagai tempat untuk membentuk kader persyarikatan.
Kolaborasi Pemanfaatan Aset Wakaf
Sebagaimana diungkapkan oleh Ridwan Furqoni (Majelis Pelayanan Sosial Pimpinan Wilayah Muhammadiyah DIY): “Sekarang ini semua panti asuhan Muhammadiyah akan dibuat model panti asuhan tersistem pesantren atau lebih dikenal dengan istilah Pantren (Panti Pesantren). Harapannya, dengan model tersebut, kualitas panti asuhan menjadi meningkat.”
Sedangkan untuk pemberdayaan yang bersifat produktif, tentunya Majelis Wakaf dan Kehartabendaan menggandeng Majelis Pemberdayaan Masyarakat, Majelis Ekonomi dan Kewirausahaan, Lazismu, dan majelis lainnya, untuk memanfaatkan aset wakaf yang ada. Sudah banyak pemberdayaan yang dilakukan, khususnya pemberdayaan berbasis komunitas. Seperti komunitas nelayan, petani, kaum disabilitas, pemulung, dan lain sebagainya.
Ada juga bantuan modal usaha, yang salah satu penyalurnnya adalah Baitul Tamwil Muhammadiyah, dibentuknya Badan usaha Milik Muhammadiyah (BUMM), dan pemberdayaan ekonomi produktif lainnya. Tujuannya tiada lain adalah untuk meningkatkan pendapatan dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Editor: Arif