IBTimes.ID – Ada orang-orang yang berkata bahwa masyarakat tidak perlu takut terhadap covid-19. Menurut mereka, yang harus ditakuti adalah Allah semata. Sehingga, shalat di rumah agar tidak terkena virus covid-19 adalah melanggar aturan Tuhan.
Menurut Ustadz Fathurrahman Kamal dalam Pengajian Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Jumat (9/7), hal tersebut adalah sikap neo Jabbariyah. Jabbariyah adalah aliran Islam klasik yang menganggap bahwa manusia adalah wayang, dan Tuhan adalah dalang. Sehingga manusia hanya perlu patuh kepada Tuhan tanpa berusaha.
Di sisi lain, juga ada orang-orang yang berkata bahwa covid-19 tidak ada hubungannya sama sekali dengan Tuhan. Bahkan, covid-19 adalah tanda bahwa Tuhan tidak berkuasa di alam semesta. Ideologi demikian, menurut Ustadz Fathur, adalah ideologi qodariyah. Qodariyah adalah kebalikan dari Jabariyah, menganggap Tuhan tidak memiliki kuasa akan nasib dan takdir manusia.
Di luar itu, ada kelompok-kelompok yang sangat relijius secara artifisial. Ketika pemerintah dan otoritas fatwa di Maroko mengeluarkan fatwa tentang larangan kegiatan berjamaah di masjid, ada tokoh bernama Abu Nu’aim yang menuduh pemerintah sebagai kekuasaan yang murtad.
“Di Mesir juga sama. Ada kelompok-kelompok yang begitu latah mengkafirkan orang yang tidak sepaham dengan pandangan keagamaanya. Di Arab Saudi juga demikian. Ketika di Saudi ada fatwa menutup masjid, termasuk Masjidil Haram, pemerintah dan otoritas fatwa dituduh dengan tuduhan sesat,” ujar Ustadz Fathur.
Dalam surat Al-Baqarah ayat 114, Allah berfirman:
وَمَنْ أَظْلَمُ مِمَّن مَّنَعَ مَسَٰجِدَ ٱللَّهِ أَن يُذْكَرَ فِيهَا ٱسْمُهُۥ وَسَعَىٰ فِى خَرَابِهَآ ۚ أُو۟لَٰٓئِكَ مَا كَانَ لَهُمْ أَن يَدْخُلُوهَآ إِلَّا خَآئِفِينَ ۚ لَهُمْ فِى ٱلدُّنْيَا خِزْىٌ وَلَهُمْ فِى ٱلْءَاخِرَةِ عَذَابٌ عَظِيمٌ
Artinya: “Dan siapakah yang lebih aniaya daripada orang yang menghalanghalangi menyebut nama Allah dalam mesjid-mesjid-Nya, dan berusaha untuk merobohkannya? Mereka itu tidak sepatutnya masuk ke dalamnya (mesjid Allah), kecuali dengan rasa takut (kepada Allah). Mereka di dunia mendapat kehinaan dan di akhirat mendapat siksa yang berat.”
Dalam surat At-Taubah ayat 18, Allah berfirman:
إِنَّمَا يَعْمُرُ مَسَٰجِدَ ٱللَّهِ مَنْ ءَامَنَ بِٱللَّهِ وَٱلْيَوْمِ ٱلْءَاخِرِ وَأَقَامَ ٱلصَّلَوٰةَ وَءَاتَى ٱلزَّكَوٰةَ وَلَمْ يَخْشَ إِلَّا ٱللَّهَ ۖ فَعَسَىٰٓ أُو۟لَٰٓئِكَ أَن يَكُونُوا۟ مِنَ ٱلْمُهْتَدِينَ
Artinya: “Hanya yang memakmurkan masjid-masjid Allah ialah orang-orang yang beriman kepada Allah dan Hari kemudian, serta tetap mendirikan shalat, menunaikan zakat dan tidak takut (kepada siapapun) selain kepada Allah, maka merekalah orang-orang yang diharapkan termasuk golongan orang-orang yang mendapat petunjuk.”
Ketika Syeikh Utsaimin ditanya tentang persoalan lockdown masjid dan lockdown Ka’bah merupakan perbuatan dzalim, melarang orang shalat, dan bertentangan dengan prinsip agama, Syeikh Utsaimin menyebut tidak.
Menurut Syeikh Utsaimin sebagaimana dikutip oleh Ustadz Fathur, menutup masjid-masjid, bahkan Ka’bah demi adanya suatu hajat atau keperluan boleh dilakukan. Hal tersebut bukan bagian dari menutup masjid dan menghalangi orang berdzikir kepada Allah, karena bertujuan untuk kemaslahatan.
Tiga Kelompok Fatwa
Menurut Ustadz Fathur, dari sekian fatwa di dunia Islam tentang covid-19, ada 3 kelompok besar fatwa di dunia Islam. Pertama, menonaktifkan kegiatan berjamaah di masjid, seperti shalat berjamaah secara rutin. Namun, kelompok pertama menyebut syiar adzan tetap harus dilakukan. Shalat berjamaah harus diganti dengan shalat sendiri di rumah, dan shalat jumat diganti dengan shalat dzuhur.
Mayoritas ulama kontemporer masuk dalam kelompok pertama di atas. Antara lain Dewan Ulama Senior Al-Azhar Mesir, Dewan Ulama Senior Arab Saudi, Persatuan Ulama Islam Dunia, Majelis Fatwa dan Pengkajian Islam Eropa, Majelis Ilmiah Tertinggi Maroko, Komite Kementerian Bidang Fatwa Aljazair, Lembaga Fatwa Kuwait, Majelis Fatwa Uni Emirat Arab, Dewan Otoritas Fikih Ulama Senior Irak, Komite Fatwa Yordania, Komite Fatwa Palestina, dan sejumlah Dewan Guru Besar Qatar.
“Ada 12 lembaga yang mengeluarkan fatwa secara kolektif (ijtihad jama’i). Satu lembaga fatwa saja bisa terdiri dari puluhan bahkan ratusan ulama. Mereka yang memiliki otoritas untuk mengeluarkan fatwa dan hasilnya tadi,” tegas Ustadz Fathur.
Kelompok kedua, melarang shalat berjamaah bagi orang-orang yang sakit. Masyarakat tetap wajib melaksanakan shalat jumat di masjid dan shalat berjamaah. Setidaknya, ada sejumlah orang yang tetap berjamaah di masjid.
“Jika ada keputusan dari otoritas yang ditentukan oleh negara bahwa dengan mendirikan shalat jamaah berakibat pada tersebarnya virus covid-19, maka masjid tidak bisa dibuka secara penuh, tapi harus dikurangi jamaahnya,” ujar Ustadz Fathur.
Kelompok ketiga, ada fatwa yang mengatakan bahwa masyarakat harus tetap mendirikan shalat jamaah dan shalat jumat. Fatwa ini tidak direpresentasikan oleh otoritas fatwa secara formal, namun diyakini oleh individu-individu. Antara lain Dr. Hakim Al-Muqairi, ahli syariah dari Kuwait dan Syeikh Muhammad Salim ad-Dadu dari Mauritania.
Menurut Ustadz Fathur, fatwa-fatwa di Indonesia, baik dari MUI, PBNU, PP Muhammadiyah, dan beberapa ormas lain sama dengan kelompok pertama.
Menariknya, Syeikh Muhammad Salim ad-Dadu menyebut bahwa jika ada keputusan yang resmi dikeluarkan oleh otoritas, maka masyarakat wajib mengikuti keputusan resmi tersebut, dan tidak boleh menyelisihi. Walaupun Syeikh Muhammad Salim meyakini bahwa ada kesalahan dalam fatwa tersebut.
“Walaupun beliau punya pandangan pribadi, tetapi ada otoritas resmi yang mengeluarkan fatwa, maka masyarakat wajib mengikuti fatwa yang resmi itu. Dan masyarakat terikat oleh fatwa resmi. Ini yang bilang orang yang tidak setuju dengan fatwa tersebut. Ini yang luar biasa menarik,” imbuhnya.
Dari tiga kelompok fatwa sebagaimana di atas, sama sekali tidak ada yang menyebut teori konspirasi. Seluruh ulama tersebut murni berbicara dari perspektif hukum.
“Mungkinkah seluruh ulama itu, dengan otoritas yang dimiliki dan argumentasi yang dikuasai dengan begitu mudah disalahkan hanya dengan satu postingan di media sosial?” tanya Ustadz Fathur.
Reporter: Yusuf