Umar bin Khattab dijuluki dengan nama al-Faruq yang artinya pembeda antara yang haq dan yang bathil (baik dan buruk). Ia juga dikenal tegas dalam mengutarakan pendapatnya terutama menyangkut urusan umat Islam.
Itulah sebabnya Rasulullah Saw selalu mempertimbangkan pendapat Umar bin Khattab di samping pendapat Abu Bakar ash Shiddiq, sahabat Rasulullah Saw yang terpercaya.
Bahkan Rasulullah Saw juga pernah memujinya dengan mengatakan bahwa Allah Swt telah menempatkan kebenaran di hati dan lidah Umar bin Khattab.
Setidaknya ada tiga macam pendapat Umar bin Khattab yang disetujui oleh Al-Qur’an. Pertama, perihal wafatnya Abdullah bin Ubay, kedua perihal larangan meminum Khamr, ketiga perihal perselisihan para Ummul Mu’minin.
Perihal Wafatnya Abdullah bin Ubay bin Salul
Abdullah bin Ubay merupakan pemimpin kaum munafik di Madinah. Ia dikatakan munafik karena hanya menjadikan agama Islam sebagai alat untuk melancarkan aksinya dalam memerangi Rasulullah Saw.
Abdullah bin Ubay menunjukkan ketidaksukannya pada Rasulullah Saw bukan dengan memeranginya, namun dengan tipu muslihat. Ia melakukan propaganda dan mengajak mundur 300 pasukan Perang Uhud. Sehingga, pada peperangan tersebut, Rasulullah Saw dan umat Islam hampir mengalami kekalahan.
Selain itu, Abdullah bin Ubay juga menyebarkan tuduhan keji kepada Aisyah ra dengan mengatakan bahwa istri Rasulullah itu telah berbuat serong dengan seseorang bernama Shafwan. Begitulah kisah kekejian pemimpin kaum munafik Madinah yang berusaha menghancurkan Islam dari dalam.
Namun, ketika Abdullah bin Ubay meninggal dunia, Rasulullah Saw tetap ingin menshalati jenazahnya. Ketika itu Umar bin Khattab segera mengingatkan tipu daya dan kejahatannya terhadap umat Islam.
Rasulullah Saw menerima pendapat Umar bin Khattab dengan senyuman. Menurutnya, Allah Swt telah memberikan dua pilihan yakni antara mendoakan atau tidak. Sehingga, Rasulullah Saw lebih memilih menshalati Abdullah bin Ubay bahkan mengantarkannya hingga ke pemakaman.
Setelah peristiwa itu, turunlah firman Allah Swt, yakni: “Janganlah kamu sekali-kali menyembahyangkan (jenazah) seorang yang mati di antara mereka, dan janganlah kamu berdiri (mendoakan) di kuburnya. Sesungguhnya mereka telah kafir kepada Allah dan Rasul-Nya dan mereka mati dalam Keadaan fasik.” (QS. At-Taubahayat 84)
Diharamkannya Khamr
Penduduk jazirah Arab sangat menggemari meminum Khamr, baik di masa jahiliyyah maupun setelah Islam ada. Menurut Umar, Khamr dapat membakar hati sehingga membangkitkan amarah para peminumnya.
Lebih parah lagi, Khamr juga bisa membuat peminumnya hilang akal sehingga dapat memicu perkelahian. Contoh perkelahian yang disebabkan oleh orang yang mabuk adalah ketika seorang Anshar memukul seorang Muhajirin dengan tulang unta.
Bahkan sesekali ada seorang muslim yang melaksanakan shalat dalam keadaan mabuk. Karena hal ini maka turunlah ayat yang melarang umat Islam untuk mendirikan salat dalam kondisi mabuk, yang artinya: “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu shalat sedang kamu dalam keadaan mabuk, sehingga kamu mengerti apa yang kamu ucapkan.” (QS. An-Nisaayat 43).
Namun pada saat itu, Allah Swt belum menurunkan wahyu yang tegas tentang larangan meminum Khamr. Tentu hal tersebut membuat gusar Umar bin Khattab, sehingga ia kerap menanyakan perihal hukumnya meminum Khamr kepada Rasulullah Saw.
Setelah pertanyaan tentang hukum meminum Khamr ini, maka turunlah wahyu Allah Swt yakni: “Hai orang-orang yang beriman, Sesungguhnya (meminum) Khamr, berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah termasuk perbuatan syaitan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan.” (QS. Al-Ma’idah ayat 90-91)
Kewajiban Berhijab Bagi Para Muslimah
Umar bin Khattab pernah berkata kepada Rasulullah Saw, “Pasangkanlah hijab untuk istri-istrimu wahai Rasulullah, karena yang datang pada anda ada orang baik dan ada orang jahat. Sebaik-baiknya Ummul Mu’minin (ibu orang-orang beriman) adalah yang memakai hijab”.
Tetapi ketika itu, Rasulullah Saw belum memerintahkan istri-istrinya untuk berhijab, sampai turun perintah Allah Swt yang mewajibkan hal ini. Allah Swt berfirman yang artinya: “Hai Nabi, Katakanlah kepada istri-istrimu, anak-anak perempuanmu dan istri-istri orang mukmin: “Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka”. yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak di ganggu. dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. Al-Ahzab ayat 59)
Pendapat Umar yang ditegaskan oleh ayat Al-Qur’an ini menjadikan wajibnya memakai hijab bagi setiap muslimah.
Perselisihan Para Ummul Mu’minin
Umar bin Khattab juga memiliki andil yang besar dalam menyelesaikan perselisihan di antara istri-istri Rasulullah Saw.
Suatu ketika, para Ummul Mu’minin mengutus Zainab binti Jahsy kepada Rasulullah. Para istri Rasulullah Saw ingin mengutarakan kegelisahan hatinya. Karena selama ini, mereka menganggap Rasulullah Saw lebih mencintai Aisyah ra.
Kecemburuan para Ummul Mu’minin juga kembali muncul setelah Mariyatul Qibtiyah melahirkan seorang anak laki-laki. Para Ummul Mu’minin merasa bahwa Rasulullah lebih mencintai Mariya ketimbang mereka. Hal ini disampaikan langsung oleh Aisyah dan Hafsah (putri Umar bin Khattab) kepada Rasulullah Saw.
Karena perselisihan tersebut sampai-sampai membuat Rasulullah Saw gusar dan hendak menceraikan para istrinya. Dalam sebuah sumber disebutkan bahwa Rasulullah sempat meninggalkan istri-istrinya selama sebulan penuh.
Mengetahui hal tersebut, Umar bin Khattab langsung menemui Rasulullah Saw di Masyrabah. Ia menanyakan perihal apa yang menyebabkan Rasulullah marah kepada istri-istrinya. Umar bin Khattab terus berbicara dengan Rasulullah Saw sampai kemarahan Nabi mereda.
Setelah itu Umar bin Khattab berkata kepada para Ummul Mu’minin: “Kalau kamu tidak mau mengubah sikapmu, maka Allah akan memberikan ganti yang lebih baik dari kamu semua.”
Perkataan Umar ini diperkuat dengan turunnya firman Allah Swt yakni: “Jika kamu berdua bertaubat kepada Allah, maka sesungguhnya hati kamu berdua telah condong (untuk menerima kebaikan)… Jika Nabi menceraikan kamu, boleh Jadi Tuhannya akan memberi ganti kepadanya dengan isteri yang lebih baik dari pada kamu, yang patuh, yang beriman, yang taat, yang bertaubat, yang mengerjakan ibadat, yang berpuasa, yang janda dan yang perawan.” (QS. at-Tahrim ayat 2-5)
Firman Allah inilah yang kemudian membuat para istri Rasulullah Saw kemudian bertaubat.
Editor: Yahya FR