Kesehatan Mental | Gempuran teknologi yang sangat modern dengan cepat merubah pola kehidupan manusia. Manusia seakan-akan menjadi artefak teknologi, dan tak lagi menjadi manusia sejati. Pola dan aturan hidup manusia modern mengekor akselerasi teknologi yang semakin hari semakin canggih.
Akibatnya, teknologi yang pada awalnya diciptakan untuk memudahkan akses manusia dalam memenuhi kebutuhannya, justru menjadi bomerang yang meracuni jiwa manusia. Sejalan dengan ini, teknologi tak lagi menjadi indikator peradaban manusia yang maju, namun mendegradasi peradaban.
Tidak berhenti di situ, berkembangnya produk-produk digitalisasi seperti smartphone juga menjadi salah satu penyebab gangguan mental. Pasalnya, konten-konten media sosial saat ini tidak hanya berisi hal-hal positif, tapi sarat akan konten negatif pula.
Jika seseorang tidak memiliki ketahanan jiwa dalam memfilter konten negatif tersebut, atau hal-hal apapun yang dapat mendistrak dirinya, maka celakalah ia akan terenggut jiwa dan segenap mentalnya. Ditambah lagi mental yang rapuh akan menyebabkan stres, depresi, bahkan sampai kematian seperti bunuh diri.
Pola hidup modern yang akseleratif-disruptif menuntut seseorang untuk memiliki jiwa yang tangguh, resilien terhadap keadaan hidup tak menentu, sehingga ia tetap memiliki kesehatan mental yang stabil. Maka, tak heran jika manusia Indonesia saat ini ramai-ramai mengkampanyekan tag “healing” di media sosial. Tag ini setidaknya mencerminkan upaya mereka dalam melakukan penyembuhan dan menjaga kesehatan mental.
Kendati demikian, tingkat ketangguhan mental setiap orang berbeda-beda. Begitu juga sebab-sebab gangguan mental (mental disorder) sangatlah kompleks, yang tidak hanya datang dari satu sisi. Oleh karena itu, sebagai makhluk yang sempurna, manusia bertanggung jawab atas kesehatan dirinya.
Resep Al-Qur’an dalam Menjaga Kesehatan Mental
Al-Qur’an sebagai kitab suci tentu mengakomodasi segala solusi dan aturan laku hidup manusia, serta menjadi obat penyembuh atas setiap penyakit. Itulah kenapa Al-Qur’an juga dikenal sebagai Asy-Syifa. Perihal menjaga kesehatan mental, Al-Qur’an memberikan beberapa resep, di antaranya:
Pertama, meyakini bahwa tantangan hidup adalah keniscayaan dalam penciptaan manusia. Al-Qur’an menjelaskan hal ini dalam surat Al-Baqarah: 155.
وَلَنَبۡلُوَنَّكُم بِشَيۡءٖ مِّنَ ٱلۡخَوۡفِ وَٱلۡجُوعِ وَنَقۡصٖ مِّنَ ٱلۡأَمۡوَٰلِ وَٱلۡأَنفُسِ وَٱلثَّمَرَٰتِۗ وَبَشِّرِ ٱلصَّٰبِرِينَ
Artinya: Kami pasti akan mengujimu dengan sedikit ketakutan dan kelaparan, kekurangan harta, jiwa, dan buah-buahan. Sampaikanlah (wahai Nabi Muhammad) kabar gembira kepada orang-orang sabar.
Pengingkaran manusia atas cobaan yang datang silih berganti dalam hidup akan memunculkan sikap penyalahan atas dirinya sendiri atau kepada alam semesta. Demikian ini akan memicu manusia pada problem bukan pada solusi untuk mengatasi problem.
Pentingnya meyakini adanya cobaan hidup akan mengajarkan manusia untuk bersikap dan berpikir positif. Sikap respon positif terhadap tantangan ini akan memudahkan manusia menjalani kesulitan dan mengantarkannya pada capaian yang baik. Hal ini sudah dijanjikan Allah yang disebut secara berulang dalam firman-Nya;
فَإِنَّ مَعَ ٱلۡعُسۡرِ يُسۡرًا. إِنَّ مَعَ ٱلۡعُسۡرِ يُسۡرٗا
Artinya: Maka, sesungguhnya beserta kesulitan ada kemudahan. sesungguhnya beserta kesulitan ada kemudahan (Asy-Syarh; 5-6)
Kedua, Intospeksi diri yaitu upaya mengoreksi kekurangan dan kesalahan diri dalam setiap hal yang telah dilakukan. Kemudian diupayakan perbaikan-perbaikan solusinya.
يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ ٱتَّقُواْ ٱللَّهَ وَلۡتَنظُرۡ نَفۡسٞ مَّا قَدَّمَتۡ لِغَدٖۖ وَٱتَّقُواْ ٱللَّهَۚ إِنَّ ٱللَّهَ خَبِيرُۢ بِمَا تَعۡمَلُونَ
Artinya: “Wahai orang-orang yang beriman! Bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap orang memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat), dan bertakwalah kepada Allah. Sungguh, Allah Mahatelitti terhadap apa yang kamu kerjakan.”(Al-Hasyr:18)
Mengoreksi diri atas kekurangan dapat membantu seseorang untuk menemukan solusi atas tantangan hidup, serta dapat mengidentifikasi kekurangan dan kelebihan diri.
***
Upaya ini juga dilakukan untuk menyingkap tabir diri selebar-selebarnya, sehingga dapat merenungkan hal-hal yang berdampak positif pada kondisi jiwa dalam rangka memahami dan menerima diri sendiri. Dengan begini, seseorang dapat memperkuat mental dan emosionalnya.
Ketiga, memiliki sikap optimis yaitu sikap keteguhan atas apa yang dilakukan akan selalu bernilai positif. Sikap ini menjadi pondasi prinsipil seseorang ketika menghadapi rintangan dan kesulitan hidup, ia tidak goyah atas setiap kesukaran yang dilalui. Hebatnya lagi, seseorang yang memiliki sikap optimis akan memandang sebuah kegagalan sebagai alur proses yang baik untuk mengembangkan diri.
Mengenai sikap optimis ini, Al-Qur’an memposisikan seorang optimistis sebagai sosok yang kuat dan hamba yang dirahmati. Dan sebaliknya, Al-Qur’an melarang manusia bersikap pesimis (putus asa), sebagaimana firman-Nya;
قُلۡ يَٰعِبَادِيَ ٱلَّذِينَ أَسۡرَفُواْ عَلَىٰٓ أَنفُسِهِمۡ لَا تَقۡنَطُواْ مِن رَّحۡمَةِ ٱللَّهِۚ إِنَّ ٱللَّهَ يَغۡفِرُ ٱلذُّنُوبَ جَمِيعًاۚ إِنَّهُۥ هُوَ ٱلۡغَفُورُ ٱلرَّحِيمُ
“Katakanlah, ‘Wahai hamba-hambaKu yang melampaui batas terhadap diri mereka sendiri! Janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya Allah mengampuni dosa-dosa semuanya. Sungguh, Dialah yang Maha Pengampun, Maha Penyayang.’” (Az-Zumar ayat 53).
Tiga resep psikoterapi Al-Qur’an di atas, menjadi faktor penting dalam membekali kesehatan mental seseorang di tengah disrupsi kehidupan modern. Disrupsi kehidupan modern yang berubah begitu cepat menjadi tantangan tersendiri bagi setiap orang. Meski begitu, hendaknya setiap tantangan dan problem kehidupan dipandang bukan sebagai penghambat proses kehidupan, akan tetapi sebagai komposisi peningkatan ketahanan diri.
Maka dengan begitu, manusia akan kuat secara jasmani dan rohani, serta mudah beradaptasi atas segala perubahan dan pola kehidupan yang berjalan.
Editor: Yahya FR