Kawan, di zaman kekinian ini, di saat fasilitas hidup menjamur di sana-sini, manusia tampil sebagai makhluk brilian yang mampu mengubah zaman kegelapan menjadi zaman peradaban modern yang mencengangkan. Akal yang merupakan anugerah tak ternilai ini dapat dimanfaatkan sehingga meledakkan berbagai penemuan cemerlang yang terbayangkan. Dengan akal, jangan sampai meremehkan Tuhan.
Ingin rasanya bertanya, “Dari mana manusia mampu menghasilkan peradaban ini?”. Tentu sebagai kaum beriman kita meyakini bahwa segalanya berasal dari Rabb semesta alam.
Namun, bukannya berterima kasih terhadap Sang Pencipta, beberapa manusia justru tenggelam dalam kesombongan. Tingkat intelektual dari mahakarya-nya malah membuat mereka berpikir bahwa segalanya berasal dari akalnya tanpa membutuhkan Tuhan sebagai pencipta.
Titanic Tenggelam
Di setiap zaman, selalu ada para pembesar sombong. Merasa segala kenikmatan adalah milik mereka sendiri. Dengan congkaknya mereka justru menghina Dzat yang telah memberi segala kenikmatan ini.
Mari kita tarik sebuah contoh tentang sebuah kapal yang di juluki sebagi The Unsinkable (tak pernah tenggelam). Kapal yang melambangkan teknologi modern, kemewahan, dan keamanan. Ya, kapal tersebut adalah kapal Titanic.
Kapal pesiar raksasa itu dilengkapi dengan berbagai fasilitas mewah. Harganya 50.000 US Dollar (setara 800 juta rupiah) kala itu, di masa kini nilainya 44,57 juta US Dollar (setara 713 miliar rupiah. Para tamu dapat bersantai di arena pemandian atau menghabiskan watktu mereka dengan bermain tenis, berenang, dan berolahraga di gym. Kapal tersebut memeang dibuat khusus atas dasar kemewahan dan ukuran, bukan kecepatannya.
Julukan The Unsinkable bukan isapan jempol belaka. Pasalnya, Titanic memang dirancang dengan mengusung keselamatan sebagai prioritas utama. Kapal tersebut memiliki baja ganda dan 16 kompartemen terpisah yang dapat saling menutup dalam keadaan darurat.
Akibat keyakinan yang berlebihan atas tangguhnya Titanic, Thomas Andrews, sang kreator kapal menyombong, “Kapal ini takkan pernah tenggelam, bahkan oleh Tuhan sekalipun.” Sebuah hinaan kepada Tuhan yang akan membuatnya menyesal di kemudian hari.
Benar saja, tepat pada tanggal 14 April 1912, sejarah megahnya mahakarya Titanic berubah untuk selama-lamanya. Kapal berkabin super mewah itu menabrak gunung es pada pelayaran perdana melintas samudra Antlantik. Setelahnya, Titanic tenggelam.
Beberapa jam setelah tabrakan, Titanic terbelah menjadi dua dan tenggelam secara tragis. Para penumpang yang mengambang di atas laut akhirnya meninggal karena kedinginan. Sebagian di antaranya bahkan ditemukan telah menjelma sebagai ‘patung es’. Beku, kaku, tak ada kehidupan. Termasuk di antaranya adalah sang penghujat durjana: Thomas Andrews.
Ia tidaklah sendiri, masih banyak lagi para penghujat Tuhan yang berakhir mengerikan. Firaun dan Namrud adalah contoh lain yang tidak sederhana. Betapa tragis akhir para penentang Tuhan.
Allah Maha Besar
Setiap pendosa dan penghujat Tuhan mungkin belum sepenuhnya sadar. Seberapa besar zat mereka lawan. Cukup dengan hadis berikut sebagai pembuktian:
“Perumpamaan langit yang 7 dibandingkan dengan kursi seperti cincin yang dilemparkan di padang pasir Sahara yang luas. Dan keunggulan ‘arsy atas kursi seperti keunggulan pandangan Sahara yang luas itu atas cincin tersebut.” (HR. Muhammad bin Abi saibah dihasankan oleh Syekh Albani. Lihat Ash-Shahiihah [1/223 no.190])
Bayangkan saja betapa kecilnya kita di alam raya. Besarnya bumi yang kita tempati ini hanya sedikit debu di tengah galaksi. Kemudian ukuran milyaran galaksi ditambah dengan langit pertama hingga langit ketujuh ternyata hanya seperti cincin dilemparkan di padang pasir yang luas bila dibandingkan kursi Allah.
Kursi Allah pun berukuran sangat kecil bagaikan cincin berbanding dengan gurun Sahara, bila dibandingkan dengan ‘arsy-Nya. Bagaimanakah ukuran ‘arsy dengan zat Allah? Tentu Dia jauh lebih, kebesaran-Nyatak akan pernah bisa dinalar oleh akal. Seorang muslim dilarang untuk menanyakan deperti apa Dzat Allah. Manusia yang kerdil ini tak pantas mendongakkan kepala di hadapan-Nya
Apakah Kita Pelakunya?
Sadar ataupun tidak ternyata masih banyak gerak-gerik kita yang terkesan meremehkan Allah.
Seperti bermalas-malas ketika adzan dikumandangkan, atau meremehkan dosa seperti wanita mengumbar aurat, atau meremehkan aturan yang telah ada. Padahal setiap pelanggaran juga berkonsekuensi dosa dan masih banyak lagi rentetan dosa yang diremehkan.
Ibnu Mas’ud Radhiallahu Anhu berkata, “Sesungguhnya seorang mukmin melihat dosanya seakan ia sedang duduk di bawah gunung dan ia takut gunung itu menimpanya. Sedangkan seorang yang durhaka memandang dosanya hanya seperti seekor lalat yang lewat di hidungnya” (HR Bukhari 5/2324).
Ini yang aku wasiatkan padamu, kawan. ketika muncul keinginan untuk keluyuran di tengah gelapnya malam, atau saat ingin berduaan dengan wanita, atau bahkan engkau telah tunduk di depan layar untuk ‘adegan indah’ pengikis iman, tolong camkan satu hal: jangan pernah bermain-main dengan azab Tuhan!
Editor: Nabhan