Feature

Uhud, Gunung Mulia yang Akan Masuk Surga

2 Mins read

Singkat cerita, di perang Badar, pasukan kafir Quraisy kalah habis-habisan. Mereka berhasil dibantai oleh umat Islam di bawah pimpinan Nabi SAW langsung. Kekalahan ini menimbulkan kekecewaan yang besar bagi pembesar-pembesar Quraisy.

Tak patah arang, mereka menyiapkan satu serangan balik yang jauh lebih kokoh dan solid. Pasukan Quraisy mantap untuk berperang habis-habisan melawan pasukan Islam atas nama dendam perang Badar. Di antara pemimpin-pemimpin Quraisy yang paling getol mengobarkan semangat perang adalah Ikrimah bin Abu Jahal, Shafwan bin Umayyah, Abu Sufyan, dan Abdullah bin Rabiah. 

Dengan menggandeng orang-orang Habsy sebagai aliansi, tiga ribu pasukan siap menggempur dan meluluhlantahkan Madinah. Pasukan ini dibekali tiga ribu ekor unta sebagai kendaraan pengangkut dan dua ratus ekor kuda sebagai pasukan kafaleri, dilengkapi dengan tujuh ratus perisai. Pertempuran itu kemudian terjadi pada tahun 625 M di Gunung Uhud, sebelah utara Madinah. Karena terjadi di Uhud, maka pertempuran itu dikenal dengan Perang Uhud. Perang Uhud adalah salah satu perang paling penting dalam sejarah awal perkembangan Islam di Jazirah Arab.

Dalam buku Tuntunan Manasik Haji dan Umrah yang diterbitkan oleh Kemenag RI, Uhud terletak ± 5 kilometer dari pusat kota Madinah, berada di pinggir jalan lama Madinah-Makkah. Uhud memiliki luas 7,5 kilometer dengan tinggi 1.077 meter. Sebagai salah satu gunung terbesar di Madinah, Uhud menjadi saksi heroisme dan pengorbanan para sahabat. Oleh karenanya, ia menjadi salah satu monumen penting dalam sejarah Islam. Di gunung tersebut terdapat 70 makam pahlawan yang gugur dalam Perang Uhud, termasuk Mush’ab bin Omair dan Hamza bin Abdul Mutallib.

Gunung Uhud adalah gunung yang dijanjikan akan berada di surga. Nabi SAW bersabda, “Jika kita hendak melihat bukit yang terdapat di surga, maka ziarahlah ke Gunung Uhud. Gunung Uhud adalah salah satu dari bukit-bukit yang terdapat di surga.” HR. Bukhari.

Baca Juga  Menyelamatkan Mangga Kepodang, Menyelamatkan Bumi

Gunung ini begitu dicintai oleh Nabi SAW. Suatu ketika, Nabi SAW, Abu Bakar as-Shidiq, Umar bin Khattab, dan Utsman bin Affan sedang berada di atas puncak Uhud. Tiba-tiba gunung tersebut bergetar. Nabi kemudian menghentakkan kakinya dan berkata: “Diamlah engkau Uhud, di atasmu sekarang ada Rasulullah dan orang yang selalu membenarkannya (Abu Bakar RA) dan dua orang yang akan mati syahid (Umar bin Khattan dan Utsman bin Affan).”

Tak lama setelah itu, Uhud berhenti bergetar. Konon, hal tersebut menjadi tanda kerinduan dan kegembiraan Uhud menyambut manusia paling mulia, Muhammad SAW. Selain itu, apa yang disampaikan Nabi SAW terkait dengan kematian Umar dan Utsman adalah benar adanya. Belakangan diketahui bahwa keduanya meninggal dalam keadaan syahid. Umar dibunuh ketika tengah mendirikan salat subuh, sementara Utsman dibunuh ketika tengah membaca Alquran.

Nabi SAW, dalam kesempatan yang lain juga bersabda, “Gunung Uhud adalah gunung yang mencintai kami dan kami juga mencintainya,” (HR Bukhori).

Dengan beberapa kisah di atas, Uhud menjadi monumen penting yang layak diziarahi oleh setiap muslim. Jamaah haji yang datang ke Madinah dapat mengunjungi bukit ini sekaligus merenungi bekas-bekas tempat perjuangan Nabi SAW bersama para sahabat di masa awal Islam.

Avatar
114 posts

About author
Mahasiswa Dual Degree Universitas Islam Internasional Indonesia - University of Edinburgh
Articles
Related posts
Feature

Rakernas dan Dinamika Dunia Wakaf

4 Mins read
Jogja, Jumat 1 November 2024. Pukul 05.30 pagi dengan sebuah mobil dari Ringrud Selatan Jogja kami menuju Kartasura. Di perjalanan ikut bergabung…
Feature

Perkuat Toleransi Sejak Dini: Cerita Pesantren Muhammadiyah Terima Kunjungan SMA Kristen

2 Mins read
Kunjungan studi yang dilakukan oleh para siswa Sekolah Kanisius Jakarta ke pesantren Muhammadiyah Al-Furqon, sejak Rabu, 30/10/2024 sampai Jum’at, 1/11/2024 merupakan sebuah…
Feature

Tasawuf di Muhammadiyah (1): Lahirnya Neo-Sufisme

4 Mins read
Ketika mendiskusikan tasawuf di Muhammadiyah, maka yang dibicarakan adalah tasawuf bentuk baru atau Neo-Sufisme. Muhammadiyah sendiri—dalam hal ini tokoh-tokohnya—tidak menolak sepenuhnya tentang…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

This will close in 0 seconds