Mengapa Umat Islam Terbelakang?
Mengapa Islam terbelakang? Mengapa Islam menderita? Mengapa Islam miskin? Serta pertanyaan seputar alasan Islam mengalami kondisi yang demikian. Pertanyaan-pertanyaan tersebut senantiasa berkecamuk dalam benak banyak orang mungkin, termasuk penulis sendiri.
Mungkin mereka berpikir sebagai hamba yang menganut agama paling benar seperti yang digambarkan dalam Al-Qur’an yakni Islam. Apa yang menyebabkan penganut agama ini mengalami ketertinggalan yang sepertinya tidak memiliki tanda-tanda akan berakhir mencapai kemajuan.
Padahal di masa lalu, Islam mengalami sebuah masa yang rasanya sangat tidak dapat dipercaya apabila melihat kondisi hari ini. Mengingat saat peradaban Islam mencapai puncak kejayaannya, tidak ada bangsa manapun yang mampu menandinginya.
Bahkan Barat pun yang notabene kiblat segala bidang mulai dari ilmu pengetahuan, fashion, serta teknologi di zaman ini, mengalami keterbelakangan akibat doktrin gereja yang otoritatif.
Meskipun beberapa rumor yang telah beredar mengatakan bahwasannya Islam mulai membangun beberapa pondasi sebagai pijakan dari pilar yang dapat memperkokoh kejayaan Islam kembali.
Pilar yang Tak Kunjung Tegak
Namun, hingga hari ini pilar tersebut tidak kunjung berdiri tegak. Hanya isu-isu sektoral belaka yang semakin hari semakin menjadi untuk dijadikan topik pembahasan. Padahal kebanyakan persoalan yang dibicarakan adalah persoalan yang sudah jelas ada jawabannya. Baik di dalam Al-Qur’an, hadis maupun sumber lain yang merupakan penafsiran dan interpretasi dari kedua pedoman hidup umat Islam sepanjang zaman tersebut.
Seperti halnya pembicaraan pasal bagaimana pakaian atau fashion yang harus dikenakan oleh wanita Muslim khususnya. Mengingat aurat wanita dari rambut hingga kaki yang harus ditutupi terkecuali wajah dan telapak tangan.
Paragraf
Jika tidak mengikuti aturan yang ada, maka akan dianggap melanggar syariat. Akan tetapi apabila melihat pada konteks wilayah dan waktu, jalannya sebuah aturan atau hukum harus memperhatikan budaya maupun tradisi tempat dimana aturan tersebut berlaku.
Di Arab misalnya, kebanyakan perempuan di sana memakai niqab sebagai penutup wajah dan menjadi pelengkap dari pakaian yang mereka kenakan. Hal itu bukanlah perintah agama Islam murni yang kebanyakan disalahartikan oleh umat Islam.
Melainkan tradisi orang Arab mengenakan pakaian yang demikian karena faktor kondisi dan cuaca di sana yang sangat panas. Bahkan orang-orang non muslim yang bermukim di sana juga mengenakan pakaian yang sama.
Sudah jelas bukan bahwa niqab bukanlah perintah agama melainkan tradisi semata. Itu artinya perdebatan tentang berpakaian hendaknya dihentikan mulai sekarang.
Dari contoh tersebut kita dapat melihat bahwasannya umat Islam terlalu totalistik dalam memandang hukum Islam. Segala aspek kehidupan diukur menggunakan doktrin yang dipaksa untuk mendarah daging ke dalamnya.
***
Keharusan kembali pada ajaran murni Al-Qur’an dan hadis menjadi ideologi yang wajib diteguhkan. Selain itu, mereka juga kebanyakan menolak segala hal yang dianggap asing bagi kelangsungan hidup umat baik dari dalam maupun luar ajaran islam. Serupa bid’ah dan modernitas yang berasal dari Barat.
Kedua sumber hukum Islam seharusnya tidak serta merta dipahami secara tekstual semata. Di samping itu, interpretasi yang disesuaikan dengan konteks budaya yang dinamis seiring berjalannya waktu seharusnya mengiringi.
Namun, faktanya umat Islam enggan menerapkan konsep tersebut. Mereka tetap kekeh terhadap apa yang telah ditulis dan menjadi perintah di dalam teks. Jika menginginkan lebih islami misalnya, maka yang harus dilakukan adalah berperilaku layaknya Rasulullah dan sahabat.
Tidak salah memang apabila dilihat secara harfiah. Tetapi bukankah berperilaku baik seharusnya dilakukan untuk meraih rida Tuhan?
Hal tersebut tak ubahnya menjadikan Islam semakin maju, akan tetapi justru sebaliknya. Kekolotan yang bersemayam dalam kebanyakan jiwa umat Islam patut disalahkan dalam hal ini. Tidak semua yang asing dan dari luar itu buruk. Kesemuanya itu tergantung dari perspektif umat sendiri.
Apabila ada sesuatu yang berpotensi menjadi simbiosis mutualisme dari keasingan dan keterluaran tersebut bagi Islam, tidak ada salahnya untuk mengambil hikmah tersebut demi kepentingan bersama.
Keadaan yang Masih Sama
Apabila hal-hal yang telah dikatakan sebelumnya, mungkin mewakili segala hal yang tidak mungkin untuk dipaparkan semuanya di sini. Namun senantiasa berlangsung dan tidak kunjung menemui titik akhir.
Tidak ada progress maupun langkah lain untuk mengubah takdir agar Islam lebih maju. Maka, sudah dapat dipastikan bahwasannya keadaan umat Islam akan selalu sama sebagaimana saat ini, stuck and stay di tempat.
Meskipun Barat telah menciptakan dunia di luar bumi, umat Islam hanya akan tetap dalam kondisinya yang statis. Tidak peduli setinggi apapun ombak dan gelombang di luar sana.
Perlu Perubahan-Perubahan di Beberapa Aspek
Hal itu, seharusnya tidak dibiarkan demikian. Diperlukan perubahan-perubahan di segala aspek yang selama ini dianggap sebagai penyebab terperosoknya Islam dalam jurang keruntuhan dan kemunduran.
Bersatunya umat Islam dan menggabungkan pemikirannya agar sejalan menjadi sesuatu yang juga sangat perlu dilakukan demi membangun kembali peradaban Islam yang telah runtuh dan stagnasi selama berabad-abad.
Tidak perlu memperdebatkan sesuatu yang berbeda karena itu sudah menjadi bagian dari kehidupan dunia. Dengan menjadikan segala perbedaan yang ada itu alasan dan pondasi yang kuat untuk menegakkan pilar kejayaan serta kemajuan Islam kembali.
Editor: Rozy