Investasi Sariah | Salah satu perintah Allah Swt yang berkaitan dengan urusan mu’malah yang wajib dijaga oleh setiap umat manusia terdapat dalam QS. An-Nisa ayat 9.
Perintah tersebut adalah perintah tidak diperbolehkannya meninggalkan generasi yang lemah, dalam konteks ayat ini adalah lemah secara ekonomi.
Artinya, ajaran Islam sangat menghendaki umatnya untuk kuat dari berbagai aspek, termasuk diantaranya adalah kuat secara ekonomi. Allah Swt berfirman:
وَلْيَخْشَ الَّذِينَ لَوْ تَرَكُوا مِنْ خَلْفِهِمْ ذُرِّيَّةً ضِعَافًا خَافُوا عَلَيْهِمْ فَلْيَتَّقُوا اللَّهَ وَلْيَقُولُوا قَوْلًا سَدِيدًا
Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya meninggalkan dibelakang mereka anak-anak yang lemah, yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraan) mereka. Oleh sebab itu hendaklah mereka bertakwa kepada Allah dan hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang benar. (QS. An Nisa: 9).
Ibnu Katsir dalam tafsirnya menjelaskan bahwa ayat ini berkaitan dengan keinginan seorang sahabat bernama Sa’ad bin Abi Waqas yang saat itu dalam kondisi sakit keras, dan hendak berwasiat untuk mengibahkan seluruh hartanya guna kemaslahatan umat, namun ditolak oleh Rasulullah Saw.
***
Hal ini dijelaskan dalam kitab shahihain sebagai berikut:
أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى الله عليه وسلم لَمَّا دَخَلَ عَلَى سَعْد بْنِ أَبِي وَقَاص يَعُودُهُ قَالَ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، إِنِّي ذُو مَالٍ وَلَا يَرِثُنِي إِلَّا ابْنَةً، أَفَأَتَصَدَّقُ بِثُلُثَيْ مَالِي؟ قَالَ: “لَا”. قَالَ: فالشَّطْر؟ قَالَ: “لَا”. قَالَ: فَالثُّلُثُ؟ قَالَ: “الثُّلُثُ، وَالثُّلُثُ كَثِيرٌ”. ثُمَّ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: “إنك أن تَذر وَرَثَتَك أغنياء خَيْر من أَنْ تَذَرَهم عَالةً يتكَفَّفُون النَّاسَ”
Ketika Rasulullah Saw masuk ke dalam rumah Sa’d ibnu Abu Waqqas dalam rangka menjenguknya, maka Sa’d bertanya, “Wahai Rasulullah, sesungguhnya aku mempunyai harta, sedangkan tidak ada orang yang mewarisiku kecuali hanya seorang anak perempuan. Maka bolehkah aku menyedekahkan dua pertiga dari hartaku?” Rasulullah Saw menjawab, “Tidak boleh.” Sa’d bertanya.”Bagaimana kalau dengan separonya?” Rasulullah Saw menjawab, “Jangan.” Sa’d bertanya, “Bagaimana kalau sepertiganya?” Rasulullah Saw menjawab, “Sepertiganya sudah cukup banyak.” Kemudian Rasulullah Saw bersabda: Sesungguhnya kamu bila meninggalkan ahli warismu dalam keadaan berkecukupan adalah lebih baik daripada kamu membiarkan mereka dalam keadaan miskin meminta-minta kepada orang.
Keterangan di atas memberikan arti penting bahwa setiap muslim berkewajiban untuk mempersiapkan masa depan yang lebih baik. Contoh kasus sahabat Sa’ad tersebut di atas, Rasulullah Saw sangat tidak menghendaki keturunan Sa’ad lemah secara ekonomi, dan tidak membiarkan mereka hidup dalam kemiskinan dengan meminta belas kasihan kepada orang lain.
Umat Islam Harus Mapan Secara Finansial
Mapan secara ekonomi memang sangat penting, terlebih perjuangan dan dakwah Islam saat ini membutuhkan sumber-sumber pendanaan yang harus kuat. Seperti halnya perjuangan Rasulullah yang didukung oleh kekuatan ekonomi istrinya, Siti Khadijah. Didukung pula oleh kekuatan-kekuatan ekonomi para shahabatnya, sehingga ajaran dan dakwah Islam tersebar luas dan merata ke seluruh penjuru dunia.
Hakikatnya, harta merupakan milik Allah Swt. Adapun manusia yang menggenggamnya saat ini, hanya kebetulan mendapatkan amanah untuk mengelola dan mengembangkan secara baik.
Pengelolaan harta yang baik akan mendatangkan kebahagiaan di masa yang akan datang. Oleh karena itulah, diperlukan skill yang baik untuk mengelolanya. Maka berinvestasi merupakan salah satu acara yang dapat dilakukan dalam mengelola dan mengembangkan harta, untuk mempersiapkan masa depan yang lebih baik.
Sebelum lahirnya teori-teori investasi dari para ekonom barat, sebenarnya Al-Qur’an telah memberikan contoh melalui kisah Nabi Yusuf ‘alaihi salam yang tercantum di dalam QS. Yusuf ayat 46 – 49.
Ayat tersebut mengajarkan untuk tidak menghabiskan secara radikal kekayaan yang kita miliki saat ini. Ada aspek lain yang harus diperhatikan, yaitu berinvestasi.
Harta yang dimiliki saat ini hendaklah ditangguhkan pemanfaatannya, yang kemudian dapat dikembangkan sebagai bagian dari kegiatan investasi.
Berinvestasi di Sektor Riil
Investasi merupakan salah instrumen yang dapat digunakan oleh masyarakat agar dapat mengontrol pendapatan. Artinya, dengan berinvestasi, berarti masyarakat dapat belajar mengembangkan hartanya agar lebih produktif, walaupun dengan jumlah yang terbatas. Ibarat kata pepatah, sedikit demi sedikit lama-lama menjadi bukit.
Maka tidak ada alasan bagi umat Islam untuk mengembangkan harta/uang dengan cara-cara yang tidak dibenarkan syariat, seperti membungakan uang dengan sistem renten.
Alih-alih mendatangkan keuntungan dan mengembangkan harta, tapi ternyata malah mengundang azab dan murka Allah Swt. Bukankah Allah Swt telah menghalalkan jual belii dan mengharamkan riba? Allah Swt berfirman:
وَأَحَلَّ اللَّهُ الْبَيْعَ وَحَرَّمَ الرِّبَا
Dan Allah menghalalkan jual-beli dan mengharamkan riba (QS. Al Baqarah: 275).
Begitu pentingnya berinvestasi bagi siapapun. Umat Islam harus mampu merancang masa depan secara terencana, baik rencana jangka pendek (dunia) maupun rencana jangka panjang (akhirat).
Berinvestasi sebagai bagian dari perencanaan keuangan, tentu harus didasarkan pada nilai-nilai ke-Islam-an sehingga dapat mendatangkan manfaat dan kemaslahatan, di antaranya harus terbebas dari maisir, gharar dan riba.
Masa depan yang baik membutuhkan perencanaan yang matang. Oleh karena itu masyarakat dituntut untuk mempersiapkan diri dari sekarang. Yaitu dengan mengumpulkan sedikit demi sedikit bekal untuk mempersiapkan jika terjadi satu kejadian yang tidak terduga. Allah Swt berfirman:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَلْتَنْظُرْ نَفْسٌ مَا قَدَّمَتْ لِغَدٍ ۖ وَاتَّقُوا اللَّهَ ۚ إِنَّ اللَّهَ خَبِيرٌ بِمَا تَعْمَلُونَ
Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat); dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan (QS. Al Hasyr: 18).
Mengenai makna ayat ini, Ibnu Katsir rahimahullah mengatakan, “Evaluasilah diri kalian sebelum amal perbuatan kalian dihitung, periksalah amal perbuatan yang kalian simpan untuk diri kalian demi hari di mana kalian akan dikembalikan dan diperlihatkan kepada Tuhan kalian!”
Investasi Syariah
Saat ini, produk investasi syariah terdiri dari saham syariah, obligasi syariah, reksa dana syariah, dan tabungan syariah. Prinsipnya, memilih instrumen investasi syariah sama saja dengan instrumen konvensional.
Masyarakat tentu perlu tahu terlebih dulu mengenai tujuan berinvestasi. Selain itu, masyarakat juga diharapkan paham mengenai konsep berbisnis dalam syariah. Salah satunya, mempelajari kriteria investasi syariah melalui fatwa Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN MUI) yang mudah diakses.
Sebagai contoh, fatwa mengenai tata cara reksadana syariah tercantum di dalam fatwa DSN Nomor 20/DSN-MUI/IV/2001. Di fatwa itu, DSN MUI tidak memperbolehkan manajer investasi untuk menempatkan dananya di usaha perjudian, lembaga keuangan konvensional, produksi makanan haram, dan produksi barang-barang yang memberikan mudarat.
Tujuan berinvestasi sebenarnya adalah pengelolaan keuangan secara lebih terencana. Di samping motivasi untuk mendapatkan keuntungan, tentu kita tidak boleh menafikan aspek keberkahan dalam setiap investasi. Sebab tidak sedikit orang yang berlimpah harta, namun keberkahannya kurang. Maka berinvestasilah dengan cara yang baik, dari sumber yang baik, dan dengan tujuan yang baik.
Editor: Yahya FR