Sekelompok mahasiwa yang mengatasnamakan BEM Se-Indonesia menuntut pemerintah untuk membebaskan Uang Kuliah Tunggal (UKT) bagi seluruh mahasiswa akibat pandemi yang terjadi hari ini (23/6/2020). Sebagaimana diketahui bahwa sejak awal tahun 2020 dunia dihebohkan dengan kemunculan virus baru bernama Corona Virus Disease 2019 atau yang dikenal sebagai Covid-19.
Virus ini awal kali ramai di Wuhan, China lalu menyebar ke berbagai negara di dunia. Awalnya berbagai meme di sosial media muncul yang menyatakan bahwa kita kebal covid-19, nyatanya covid-19 masuk ke Indonesia sejak Februari 2020 dan ada kemungkinan juga sudah ada sejak Januari 2020.
Pada pertengahan maret 2020, pemerintah Indonesia mulai mengintruksikan kampanye kesehatan tetap tinggal di rumah dan mengurangi aktivitas di luar rumah. Kegiatan belajar mengajar juga dilakukan di rumah melalui daring. Di sisi lain, dampak pandemi ini secara cepat membuat hidup banyak orang berubah dan bahkan secara ekonomi seperti halnya negara lain, Indonesia juga tertekan hebat hingga menyisakan pertumbuhan dua persen saja dan dianggap masih untung tidak mencatatkan pertumbuhan minus.
Banyak sektor-sektor perekonomian lesu; mulai dari wisata, hotel, perkantoran hingga bisnis makanan menjadi terpukul oleh adanya pandemi ini. Hanya beberapa aktifitas ekonomi saja yang terpantau tidak ada masalah, di antaranya perusahaan farmasi.
Dalam bidang pendidikan tinggi sebagaimana disinggung di awal tulisan ini, hal tersebut juga dirasakan oleh para mahasiswa yang pekerjaan orang tuanya ikut terdampak juga. Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS) Â per 1 Juni banyak terjadi penurunan pendapatan masyarakat, seperti pada masyarakat yang berpendapatan maksimal Rp. 1,8 juta perbulan mengalami penurunan 70.53%; masyarakat dengan pendapatan berkisar Rp. 1,8 juta hingga Rp. 3 juta per bulan mengalami penurunan 46.77%; 31,67% penurunan pada masyarakat yang berpendapatan berkisar Rp. 4,8 juta hingga Rp.7,2 juta; dan masyarakat dengan pendapatan diatas Rp. 7,2 juta terdapat 30.34% mengalami penurunan pendapatan. (investor.id, 2020)
Tuntutan Pembebasan UKT
Menyikapi hal ini lalu para pencari ilmu di Perguruan Tinggi itu pun melakukan demonstrasi menuntut agar ada pembebasan UKT di Perguruan Tinggi Negeri sekaligus juga subsidi pulsa internet  bagi para mahasiswa. Lebih jauh mereka juga menutut pemerintah untuk segera mengeluarkan regulasi yang konkrit terkait permasalahan biaya UKT PerguruanTinggi, sejak hebohnya Covid-19 tepatnya pada pertengahan Maret.
Tuntutan para mahasiswa tersebut adalah tuntutan utopia karena pada praktiknya tidak mungkin semua kampus di Indonesia meniadakan UKT. Utopia tersebut didasarkan pada beberapa faktor berikut. Pertama, pembebasan UKT itu didasarkan pada mekanisme kebutuhan kampus dikurangi subsidi pemerintah untuk Perguruan Tinggi negeri, maka jadilah ia UKT yang dibebankan kepada para peserta didik.
Kedua, jumlah Perguruan Tinggi di Indonesia berjumlah 4.504 unit yang didominasi oleh Perguruan Tinggi Swasta (PTS)Â dengan jumlah mencapai 3.316 unit. Sedangkan PTN berjumlah 122 sisanya Perguruan Tinggi Agama dan Perguruan Tinggi dibawah lembaga negara. Dengan dominasi swasta tersebut akan menjadi tidak adil jika PTN melaksanakan pembebasan UKT, sedang swasta yang swa-biaya harus berjuang mati-matian.
Ketiga, struktur keuangan negara tidak memungkan hal tersebut dilakukan. Sebagaimana diketahui, bahwa keuangan negara kita masih terbatas dan hanya bisa membiayai tahap-tahap tertentu saja.
Alasan para mahasiswa BEM melakukan demonstrasi pembebasan UKT tersebut karena menurut mereka, mereka terdesak secara ekonomi, pemakaian data internet yang lebih besar dari biasanya, serta mereka merasa tidak memakai fasilitas kampus. Sehingga mereka menyuarakan tuntutan utopia mereka di atas.
Kebijakan Kemendikbud
Sebenarnya pemerintah dalam hal ini bukannya tidak bertindak apa-apa. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan sebagai pemangku Perguruan Tinggi di Indonesia saat ini telah mengeluarkan tiga kebijakan dukung mahasiswa dan sekolah terdampak covid-19 dalam Siaran Pers Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Nomor: 142/sipers/A6/VI/2020. Kebijakan tersebut terdiri dari: kebijakan penyesuaian UKT; Kebijakan panduan pandemi bagi mahasiswa; dan Kebijakan BOS afirmasi dan BOS Kinerja.
Rinciannya adalah penyesuaian UKT diberikan bagi mahasiswa PTN yang tengah menghadapi kendala finansial selama pandemi. Kebijakan ini terdapat empat arahan dari Kemendikbud. Yaitu: UKT dapat disesuaikan untuk mahasiswa yang keluarganya mengalami kendala finansial akibat pandemic Covid-19; Mahasiswa tidak wajib membayar UKT jika sedang cuti kuliah atau tidak mengambil Satuan Kredit Semester (SKS) sama sekali; Pemimpin Perguruan Tinggi dapat memberikan keringanan UKT dan/atau memberlakukan UKT baru terhadap mahasiswa; Mahasiswa akhir kuliah membayar paling tinggi 50% UKT jika mengambil ≤6 SKS (semester 9 bagi mahasiswa program sarjana dan sarjana terapan (S1,D4) dan semester 7 bagi mahasiswa program diploma (D3). (Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, 2020)
Selain itu, ada pula kebijakan bantuan kepada para mahasiswa sebagai penambahan penerima bantuan yang akan diberikan pada 410.00 mahasiswa (terutama) di luar 467.000 mahasiswa yang menerima Biaya Pendidikan Mahasiswa Miskin dan KIP Kuliah. Adapun kriteria mahasiswa yang dapat menerima dana bantuan pandemi, yaitu: kendala finansial bagi orang tua dan tidak sanggup bayar UKT semester ganjil 2020; status beasiswa, tidak sedang dibiayai progam KIP Kuliah atau program beasiswa lainnya yang membiayai UKT secara penuh maupun sebagian; jenjang kuliah, mahasiswa PTS dan PTN yang sedang menjalankan perkuliahan semester ganjil tahun 2020. (Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, 2020)
Kebijakan yang diambil oleh Kemendikbud tersebut adalah upaya rasional sebagai bentuk kehadiran negara di tengah pandemi ini. Dari pada berutopia hendak menghapus UKT, alangkah baiknya jika kita bersama membangun negeri ini dan berharap pandemi ini cepat berlalu.
Editor: Yusuf R Y