Perspektif

Viral Aksi Grebek Warung di Bulan Puasa: Beragama Kok Dikit-dikit Marah

3 Mins read

Bulan puasa hadir sebagai bulan penuh berkah. Bulan dimana kita bisa meningkatkan kualitas maupun kuantitas ibadah kita. Puasa adalah ibadah yang sifatnya ‘rahasia’ karena hanya sang hamba dan Tuhannya yang tahu bahwa ia sedang berpuasa.

Tapi sekalipun puasa adalah ibadah yang sifatnya ‘rahasia’ namun ia juga teraktulisasikan melalui sikap dan tindakan. Jadi orang yang sedang berpuasa maka puasanya sangat berkaitan dengan sikap dan perilaku.

Puasa ibarat buah durian, luarnya penuh duri tapi isinya sangat manis dan enak. Untuk dapat menyicipi durian, maka kita harus berhati-hati membuka kulitnya agar tidak kena durinya. Orang yang berpuasa harus berhati-hati dengan segala sikap dan tindakannya supaya ia bisa menikmati ‘isi’ puasa di kemudian hari.

Viral Aksi Grebek Warung: Puasa Tapi Marah-marah?

Aksi grebek warung kembali viral di dunia maya. Viralnya aksi grebek ini setelah dibagikan akun Instagram @fakta.indo. Saat tulisan ini dimuat sudah ada 33 ribu orang yang menyukai dan ada sekitar 10 ribu komentar.

Akun instagram @fakta.indo menuliskan bahwa pengrebekan tersebut terjadi di Kedai Biru, Taman Hutan Kota Nusa Indah, Garut. Dalam video tersebut terdapat beberapa orang laki-laki dan dua orang perempuan bercadar yang hadir di kedai tersebut. Laki-laki dengan kaos hitam panjang dengan tulisan Solidaritas berpeci putih mendatangi meja lalu mengambil dan menumpahkan segelas kopi.

Dan di meja lain ada lagi laki-laki dengan rambut gondrong, memakai sorban yang memukul meja sampai terjadi pemukulan kepada salah seorang peminum kopi yang ada di meja tersebut. Sontak aksi tersebut yang memicu ragam komentar.

Melakukan penggrebekan warung saat bulan puasa harus ditanggapi dengan bijak, namun jika sampai terjadi aksi pemukulan tentu sudah lain persoalan karena ini kriminal yang implikasinya adalah hukum pidana. Terkait dengan adanya aksi grebek yang kemudian terjadi pemukulan Rasulullah SAW mengingatkan:

Baca Juga  Adakah Financial Freedom dalam Islam?

إِذَا كَانَ يَوْمُ صِيَامِ أَحَدِكُمْ فَلَا يَرْفُثْ وَلَا يَصْخَبْ وَلَا يَجْهَلْ فَإِنْ شَاتَمَهُ أَحَدٌ أَوْ قَاتَلَهُ فَلْيَقُلْ إِنِّي صَائِمٌ

Artinya: “Maka apabila ada di antara kamu yang sedang berpuasa, maka janganlah mengucapkan kata-kata kotor, tidak sopan ataupun menghina. Bahkan jika dicaci dan dimaki orang lain atau diajak berkelahi pun, katakanlah aku sedang berpuasa”.  (HR Bukhari Muslim)

Apa yang dilakukan oleh sekelompok orang di Kedai Biru tersebut sudah jelas tidak sesuai dengan hadits nabi di atas. Sekalipun mungkin dengan alasan amar ma’ruf nahi munkar. Memukul orang, menggeprak meja dan menumpahi orang lain dengan minuman yang mungkin panas adalah tindakan yang tidak hanya menyalahi sunnah Nabi tapi mencederai nilai-nilai kemanusiaan.

Siapa yang Harus Menghargai?

Dalam surah Al-Baqarah ayat 183 Allah SWT memanggil orang yang hanya beriman saja untuk berpuasa. Ya karena hanya orang yang beriman saja yang mampu menjaga puasanya terutama dari rasa marah. Jadi mereka yang mudah terpancing amarahnya saat berpuasa hingga memukul orang tentu dipertanyakan keimanannya.

لَا يَعِيبُ الصَّائِمُ عَلَى الْمُفْطِرِ ، وَلَا الْمُفْطِرُ عَلَى الصَّائِمِ

Artinya: “Orang yang sedang berpuasa tidak mencela yang tidak berpuasa dan orang yang tidak berpuasa tidak mencela orang yang berpuasa”. (Sunan Nasa’i)

Hadits di atas adalah kisah saat Rasulullah SAW sedang bepergian bersama sahabatnya dan ada di antara mereka yang berpuasa ada juga yang tidak. Rasulullah pun mengingatkan agar para sahabatnya saling menghargai satu dengan yang lain.

Begitu mulianya Nabi mengajarkan kepada kita terkait sikap kepada orang yang tidak berpuasa. Mereka harus dihargai dan jangan dicela. Mungkin saja ada di antara saudara-saudara kita yang belum kuat berpuasa sekalipun sudah baligh bahkan sudah berkeluarga. Mungkin juga ada yang tengah musafir atau memiliki penyakit tertentu yang menghalanginya untuk berpuasa.

Baca Juga  Paradoks Budaya Korupsi Masyarakat Religius

Bagi yang tidak sedang berpuasa penting juga untuk menghargai yang berpuasa dengan tidak menunjukkan hal-hal yang dapat mempengaruhi puasa orang lain. Tapi jika orang yang berpuasa tersebut puasanya karena memang dilandasi keimanan kepada Allah, maka ia tidak akan tergoda hanya karena secangkir kopi ataupun bau makanan.

Menahan Amarah adalah Tanda Takwa

Melihat video viral dengan menggrebek kedai dan ada tindakan anarkis menunjukkan bahwa masih ada yang beragama tapi temperamen. Jika beragama sedikit-sedikit marah dan naik pitam lalu bagaimana agama berfungsi sebagai penyejuk jiwa? Tidakkah selama ini jiwa mereka sejuk karena bacaan kitab, lantunan doa maupun gerakan salatnya? Atau mungkin beragamanya hanya sebatas teks-teks agama saja? Doanya hanya sebatas ucapan serta szlatnya hanya sekilas gerakan tanpa makna.

Ketakwaan adalah hasil dari ibadah puasa. Dan inilah yang kita harapkan. Di antara tanda takwa seseorang adalah ketika sudah mampu mengontrol emosinya terutama ketika sedang berpuasa.

الَّذِيْنَ يُنْفِقُوْنَ فِى السَّرَّۤاءِ وَالضَّرَّۤاءِ وَالْكٰظِمِيْنَ الْغَيْظَ وَالْعَافِيْنَ عَنِ النَّاسِۗ وَاللّٰهُ يُحِبُّ الْمُحْسِنِيْنَۚ

Artinya: “(Yaitu) orang-orang yang berinfak baik di waktu lapang atapun sempit, orang-orang yang menahan amarahnya dan orang-orang yang memaafkan orang lain dan Allah menyukai orang-orang yang berbuat baik”.

Menurut Wahbah az-Zuhaili dalam Tafsir al-Wajiz, Qs Ali Imran ayat 134 di atas menunjukkan beberapa sifat dan kriteria takwa: berinfaq, menahan amarah, memaafkan, dan berbuat baik.

Menahan amarah (Kazhimiinal Ghaiza) adalah perbuatan yang mulia. Bukan hanya karena ada pahala bagi yang mampu melakulannya tapi ini berkaitan dengan sikap kepada orang lain. Orang yang sedang marah maka segala tindakannya tidak akan terkontrol serta ucapannya berisi cacian.

Mengapa Beragama Tapi Temperamental?

Agama Islam pada dasarnya mengajarkan kasih sayang baik baik kepada sesama manusia, hewan melata bahkan ke rerumputan sekalipun. Agama Islam akan terlihat baik  jika para pemeluknya juga berprilaku baik. Namun sebaliknya jika penganutnya berkelakuan tidak baik akan menjadikan agama itu sendiri tidak baik sehingga mudah dilabeli dengan narasi-narasi negatif.

Baca Juga  Psikologi Islami: Karakter Sabar dalam Ibadah Puasa

Sudah banyak contoh yang terjadi di mana ada oknum atau kelompok Islam tertentu yang intoleran terhadap sesama penganut agama sendiri maupun terhadap penganut agama lain.

Bulan puasa Ramadan sudah seharusnya bisa meredam sikap temperamental yang menjangkiti sebagian umat Islam. Sesuai dengan sejarah namanya Ramadha atau Ramidha berarti bulan yang panas,menghanguskan. Ramadan bertepatan dengan musim panas di Mekah.

Kata ‘panas’ atau ‘menghanguskan’ dimaknai sebagai menghanguskan dosa-dosa yang dilakukan di luar bulan Ramadan. 

Namun jika dikaitkan dengan berita viral saat ini, kata “panas” dimaknai sebagai amarah yang dapat menghapuskan pahala ibadah puasa. Bagaimana menurut kalian?

Editor: Soleh

Related posts
Perspektif

Pasca Al-Assad, Bagaimana Nasib Komunitas Alawi?

4 Mins read
Setelah mantan pemimpin Suriah, Bashar Al Assad lengser nasib komunitas Alawi masih belum pasti. Sebelumnya, mereka didukung oleh rezim. Namun, kini kelompok…
Perspektif

Puasa dalam Perspektif Agama-Agama

3 Mins read
Di tengah keragaman budaya dan keyakinan yang membentuk wajah Indonesia, praktik keagamaan menjadi suatu refleksi sakralitas dari nilai-nilai spiritual yang diwariskan secara…
Perspektif

Sejarah dan Perkembangan Islam di Bima

3 Mins read
Pendahuluan Islam memiliki peran penting dalam membentuk sejarah, identitas, dan budaya masyarakat Bima, sebuah wilayah di Nusa Tenggara Barat, Indonesia. Berbeda dengan…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *