Jabariyah dan Qodariyah
Indonesia telah resmi terjangkit wabah Covid19 pada hari senin tanggal 2 Maret 2020, disampaikan secara langsung oleh Presiden Joko Widodo. Waktu terus berlalu menjadikan virus ini eksklusif diperhatikan oleh seluruh rakyat Indonesia. Berbagai respon tindakan dilakukan oleh masyakat.
Termasuk pemerintah, baik pusat maupun daerah. Upaya-upaya persuasive berupa ajakan melawan Covid19 tak henti-hentinya dilakukan. Tak hanya itu, pemerintah telah mengeluarkan kebijakan-kebijakan briliannya untuk membatasi penyebaran Virus Komunis (Red-Corona Virus). Fyi, Virus Corona pertama kali ditemukan di Negeri Komunis yakni Tiongkok.
Seolah tak mau kalah dengan Pemerintah, para Elit Agamis pun bersuara, memberikan fatwa berupa anjuran dalam beribadah ditengah mewabahnya virus komunis ini. Entah untuk memberikan pencerahan kepada umat atau malah membuat umat berasa pasrah dalam beribadah.
Salah satu contoh fatwa yang dikeluarkan oleh MUI (Majelis Ulama Indonesia) mengenai penggantian Salat Jumuah dengan Salat dhuhur dirumah. Dilansir dari Liputan6.com, Sekretaris Jenderal Majelis Ulama Indonesia (MUI) Asrorun Ni’am Sholeh mengimbau umat muslim melaksanakan ibadah salat tarawih selama bulan ramadan di rumah.
Hal ini menurutnya, tidak mengurangi esensi ibadah. Ibadah di rumah ini untuk mencegah agar tak tertular Covid19. “Kebiasaan ibadah di masjid dan mushala saat tarawih, yang biasanya kita laksanakan, kita syiarkan dengan berbagai aktivitas keagamaan, mari kita geser itu ke kediaman masing-masing. Sungguh, penggeseran dari masjid ke kediaman tidak mengurangi se-inci pun ketaatan itu,” kata Asrorun, Sabtu (18/4/2020).
Siapa yang tak resah dengan keadaan ini, manusia terasa terkekang dalam rumah. Sulit beraktifitas serta beribadah memberikan dua kesan untuk menghadapi pandemik ini. Pertama, pasrah akan keadaan yang sulit diterima oleh kebiasaan. Atau malah masa bodoh dengan anjuran para pemimpin elit agama.
Saya sendiri teringat akan konsep penerimaan takdir dari dua aliran teologis. Yakni Jabariyah dan Qodariyah. Keduanya saling bertentangan dalam menanggapi sebuah takdir. Lantas, kita mau menjadi Jabariyah atau Qodariyah dalam menghadapi pandemi Covid19?
***
Jabariyah berasal dari kata Jabara dalam bahasa Arab yang mengandung arti memaksa dan mengharuskan melakukan sesuatu. Etimologi diatas dapat dipahami bahwa kata Jabara merupakan suatu paksaan di dalam melakukan setiap sesuatu. Atau dengan kata lain ada unsur keterpaksaan.
Kata Jabara setelah berubah menjadi Jabariyah (dengan menambah Yaa’ nisbah) mengandung maksud bahwa suatu kelompok atau suatu aliran (isme). Jabariyah juga dikenal sebagai pengusung faham Fantalism atau Presdestination karena pandangan mereka menyatakan bahwa manusia tidak menciptakan perbuatannya sendiri, tetapi diciptakan oleh Allah SWT.
Salah satu tokoh Jabariyah yang ekstrimis Abu Mahrus Jahm Ibn Shafwan mengatakan bahwa, Manusia tidak mampu berbuat apa-apa. Ia tidak mempunyai daya, tidak mempunyai kehendak sendiri dan tidak mempunyai pilihan. Sigma ini yang manjadikan Jabariyah dikenal sebagai aliran fantalism. Tanpa omong kosong belaka, mereka mempunyai sandaran hukum yang berasal dari Al Quran. Lebih tepatnya pada Q.S. As-Saffat ayat 96 :
وَٱللَّهُ خَلَقَكُمْ وَمَا تَعْمَلُونَ
Artinya: “Padahal Allah-lah yang menciptakan kamu dan apa yang kamu perbuat itu”
Dengan demikian paham yang dianut oleh Jabariyah dapat diterapkan dalam masa sekarang dengan alasan semua yang telah kita perbuat sudah Allah ridhoi, serta menerima takdir adanya wabah virus corona ini untuk menguji keimanan kita kepada Allah SWT tak hanya itu.
Kita akan tetap melakukan beribadatan seperti biasanya yang salat fardu berjamaah, salat Jumuah, hingga melakukan salat tarawih di Masjid. Tak Perduli apa yang akan menimpa kita nanti. Bukankah setiap makhluk yang bernyawa pasti akan mati? Lantas mengapa kita takut terkena virus komunis ini yang pada hakikatnya kita sedang beribadah kepada Tuhan kita sendiri.
Selanjutnya, kita akan menelisik aliran Qodariyah. Qodriyah secara etimologi berasal dari bahasa Arab, yaitu qadara yang artinya kemampuan atau kekuatan. Lebih dikenal dengan free will dan free act. adapun secara terminologi adalah suatu aliran yang percaya bahwa segala tindakan manusia tidak diintervensi oleh Allah. Takdir menurut mereka adalah ketentuan Allah untuk alam semesta beserta seluruh isinya atau sering disebut Sunatullah. Landasan hukum tentang faham ini berada pada salah satu ayat Al-Quran yakni Surat Ar-Radd ayat 11 :
لَهُ مُعَقِّبَاتٌ مِنْ بَيْنِ يَدَيْهِ وَمِنْ خَلْفِهِ يَحْفَظُونَهُ مِنْ أَمْرِ اللَّهِ ۗ إِنَّ اللَّهَ لَا يُغَيِّرُ مَا بِقَوْمٍ حَتَّىٰ يُغَيِّرُوا مَا بِأَنْفُسِهِمْ ۗ وَإِذَا أَرَادَ اللَّهُ بِقَوْمٍ سُوءًا فَلَا مَرَدَّ لَهُ ۚ وَمَا لَهُمْ مِنْ دُونِهِ مِنْ وَالٍ
Artinya : Bagi manusia ada malaikat-malaikat yang selalu mengikutinya bergiliran, di muka dan di belakangnya, mereka menjaganya atas perintah Allah. Sesungguhnya Allah tidak merubah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka merubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri. Dan apabila Allah menghendaki keburukan terhadap sesuatu kaum, maka tak ada yang dapat menolaknya; dan sekali-kali tak ada pelindung bagi mereka selain Dia.
Dalil yang digunakan bukankah tidak asing di telinga kita? Berbicara dengan paham takdir yang menentukan adalah diri-sendiri itu tepat. Apalagi dengan datangnya virus komunis ini yang merupakan ulah tangan manusia. Maka dari itu, manusia berperan sangat penting untuk menghilangkan atau menyembuhkan virus komunis ini.
Terdapat tanggung jawab yang besar dalam merawat bumi untuk keberlangsungan umat manusia. Dalam kondisi saat ini, bagi yang setuju dengan faham Qodariyah adalah mengikuti semua anjuran dari Pemerintah ataupun Elit Agamis.
Karena dengan kita mengikuti anjuran pemerintah beserta yang lainnya untuk tetap di rumah, work from home, kuliah online, cuci tangan setiap saat, menggunakkan masker pada saat keluar rumah karena keadaan terdesak, sampai beribadah dirumah.
Anjuran semacam ini efesien untuk menekan penyebaran virus corona yang sudah menggangu psikologis umat manusia. Itu sebagai bukti bahwa manusia sedang mencoba untuk merubah keadaan.
Kami, telah menyampaikan sudut pandang takdir dari dua aliran teologis Islam yang bertolak belakang. Untuk menjawab judul diatas. Maka perlu disampaikan bahwa dalam mengambil keputusan harus matang dalam berfikir serta tidak ragu dalam bertindak. Supaya tidak menimbulkan kecemasan untuk lainnya.
Jadi, kita harus menjadi kaum Jabariyah atau Qodariyah? Semuanya memiliki dasar yang kuat serta masuk akal. Tak ayal bila kita memilih untuk menjadi keduanya. Menerima takdir yang diberikan oleh Tuhan Yang Maha Esa serta berusaha untuk memberantas wabah pandemik Covid19.
Terakhir, semoga keadaan lekas pulih, lekas membaik. Doa kami selalu menyertai seluruh semesta alam agar baik baik saja.