Perspektif

Wahai Guru, Belajarlah, Anakmu Sudah Berubah!

3 Mins read

Hitler kecil adalah seorang yang cerdas. Kecerdasannya membuat gurunya kagum. Namun, tidak ada yang menyangka kelak kecerdasannya membawa kepada sesuatu yang berlebihan. Ia ingin kecerdasannya digunakan untuk mengatur semua orang, memerintah, bahkan membunuh dan menghabisi manusia.

Apakah semua ini salah guru Hitler? Tidak juga. Para guru bukanlah Tuhan. Ia tidak selalu bisa menerka perangai anak esok atau satu tahun lagi. Tetapi guru bisa membentuk dan menanam karakter baik.  Inilah peran guru yang tidak boleh luput dan ditinggalkan.

Semua guru wajib percaya, manusia siapa pun itu bisa berubah. Termasuk kenakalan murid. Murid tidak mungkin mengatakan semua problem hidupnya kepada guru. Ia lebih sering memilih memendam masalah hidupnya sendiri. Jeleknya, saat ada momentum untuk melampiaskan problem hidupnya yang mungkin berat, yang timbul adalah kekerasan.

PR Berat untuk Sekolah Islam

Apa yang kita saksikan di SMP Muhammadiyah Butuh Purworejo hanyalah salah satu contoh betapa nasib anak-anak kita kian kompleks. Kesepian, keterasingan, keringnya kasih sayang, keluarga broken home adalah faktor penyebab anak-anak terlihat liar, keras, dan kejam kepada orang lain.

Korban mereka seringnya anak-anak yang usianya lebih rendah. Ini menguatkan pelajaran tentang “struktur kelas” di sekolah bukan berarti kelas ekonomi kaya dan miskin semata, namun juga strata yang memungkinkan tumbuh suburnya kekerasan.

Tesis kita tentang sekolah dengan basis agama akan semakin mengurangi potensi kekerasan pada anak bisa saja salah. Terbukti sekolah di lingkungan agama tidak menjamin kekerasan berhenti begitu saja. Di pondok pesantren ada kiai cabul, di sekolah ada guru cabul, di sekolah Islam ada kasus perundungan dan lain sebagainya.

Artinya sekolah berbasis Islam pada kenyataannya memiliki pekerjaan rumah yang cukup berat. Alasan yang sering dilontarkan para  Kepala Sekolah Muhammadiyah yang mengatakan : ” Lah bagaimana lagi Mas, orang kita dapat muridnya juga buangan sekolah negeri. Kelakuan dan kenakalan mereka sudah tidak wajar, daripada mereka tidak dapat sekolah, ya kita terima.”

Baca Juga  Nasib Guru Les Privat di Masa Pandemi

Komentar seperti ini seolah menunjukkan bahwa sekolah adalah lembaga yang paling ampuh untuk mengobati kenakalan anak-anak kita. Pada kenyataannya, kalau sekolah tidak memiliki sistem dan manajemen pembinaan karakter yang baik, tentu tidak mengubah karakter anak. Justru anak merasa dilindungi bila mereka melakukan kekerasan. Inilah paradigma yang salah.

Buang Stereotip Klasik

Sekolah berbasis agama, khususnya Muhammadiyah harus mengubah stereotip sebagai “sekolah buangan”. Sekolah Muhammadiyah adalah sekolah harapan. Tetapi bukan yang paling memiliki otoritas mengubah nasib seorang murid. Karena itulah, sekolah perlu melibatkan orang tua dan masyarakat dalam proses edukasi kepada murid-muridnya tentang bahaya perundungan dan kekerasan.

Kebijakan Zonasi, kebijakan sekolah rujukan, seolah menyempitkan peluang anak yang secara akademik buruk, dan attitude buruk untuk mendapatkan tempat terbaik dalam belajar.

Zonasi dan sistem sekolah rujukan PPDB sering merepotkan para orang tua yang memiliki anak yang bermasalah. Bagaimana mengatasi anak yang nakal, pendiam dan bermasalah ini?.

Sekolah swasta yang membantu mengurus, mendidik, dan menghantarkan siswanya kepada karakter baik mestinya harus diapresiasi dan diberi kepercayaan lebih untuk mendidik anak lebih banyak lagi. Tetapi kembali lagi, persoalan klasik kita adalah urusan biaya.

Perubahan paradigma sekolah Muhammadiyah sebagai “sekolah asal buka” juga harus dihilangkan. Forum Guru Muhammadiyah, jaring penggerak sekolah Muhammadiyah, adalah wadah yang bisa dioptimalkan lebih jauh.

Karena memberikan advokasi, membantu edukasi para guru, dan siswa agar lebih ramah anak adalah tugas dari Forum Guru Muhammadiyah maupun Jaring Penggerak Sekolah Muhammadiyah.  Bila forum-forum guru seperti tadi belum mampu menyentuh persoalan responsif dan krusial ini, maka lebih baik forum guru Muhammadiyah atau jaring penggerak sekolah Muhammadiyah dibubarkan saja. Apa guna mendirikan seribu sekolah, tapi massa rakyat dibiarkan bodoh begitu saja, kata Mangunwijaya.

Baca Juga  Islamofobia: Apakah Islam Agama yang Harus Ditakuti?

Wahai Pada Guru, Belajarlah!

Saya sepakat dengan kritik Haedar Bagir yang ditulis di bukunya Memulihkan Sekolah, Memulihkan  Manusia (2020).  Pendidikan Spiritualitas itulah yang dinilai Bagir terasa kurang di Indonesia. Sehingga anak-anak kita mudah sekali yakni melakukan kekerasan, bullying.

Mau tidak mau, ujung tombak dari persoalan kekerasan anak di sekolah, guru yang utama. Guru selain dituntut ikhlas mengajar dan mendidik anaknya. Ia juga  dituntut menjadi konselor bagi muridnya.

Anak-anak kita bukan lagi anak yang galau dan manja. Tetapi juga anak yang modern dan penuh dengan keterbatasan dan ketidaktahuan.  Peranan guru di kelas akhirnya bukan hanya memotivasi tetapi juga sebagai partner, mitra dan orang tua di sekolah. Sehingga dekat dengan mereka adalah wajar.

Karena itulah, jadikan waktu luang kita sesekali untuk memperhatikan, mengawasi dan membimbing anak kita. Walau anak-anak kita lebih sering disebut ABG. Tetap saja mereka membutuhkan kasih sayang, pendampingan dan pengawasan guru. Agar kelak anak-anak menggunakan waktu luang mereka secara positif.

Para guru di seluruh Indonesia, berubah, dan belajarlah. Sudah bukan jamannya lagi, murid harus seperti dulu. Tidak nakal, kalem, dan gaptek. Anak-anak kita adalah anak-anak kreatif, kurang wadah, penuh bakat potensi, tapi belum kita olah.

Penuh dengan daya dobrak dan tenaga, tapi belum kita berdayakan. Kita berharap kaum guru tidak lagi hanya disibukkan dengan urusan administrasi, tapi juga perlu lebih sering, dan lebih ramah menyayangi anak-anaknya.

Dengan begitu, anak tidak lagi merasa jauh dari gurunya, namun menjadi lebih dekat dan mampu menjadi solusi bagi masalah anak didiknya.  Sehingga tidak perlu ada lagi kekerasan di SMP Muhammadiyah atau negeri  di seluruh Indonesia. Aamin.

Editor: Yahya FR
Related posts
Perspektif

Kejumudan Beragama: Refleksi atas Bahtsul Masail Pesantren NU yang Kurang Relevan

3 Mins read
Bahtsul Masail, tradisi intelektual khas pesantren Nahdlatul Ulama (NU), adalah salah satu warisan berharga dalam khazanah keilmuan Islam di Indonesia. Forum ini…
Perspektif

Menjadi Guru Hebat!

3 Mins read
Peringatan Hari Guru Nasional (25 November) tahun ini mengangkat tema, “Guru Hebat, Indonesia Kuat”. Tema ini menarik untuk dielaborasi lebih jauh mengingat…
Perspektif

Mengapa Masih Ada Praktik Beragama yang Intoleran?

3 Mins read
Dalam masyarakat yang religius, kesalihan ritual sering dianggap sebagai indikator utama dari keimanan seseorang. Aktivitas ibadah seperti salat, puasa, dan zikir menjadi…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

This will close in 0 seconds