Mengutip dari laman mdlbeast.com. MDLBEAST merupakan perusahaan hiburan yang berakar pada budaya musik. Perusahaan hiburan ini berpusat di Riyadh, Arab saudi.
Perusahaan musik yang memiliki misi untuk mengembangkan ekosistem dan ekonomi musik di kawasan ini; mengembangkan platform berlapis-lapis untuk bakat dan budaya segar.
Mereka meluncurkan Soundstorm festival musik epik pada tahun 2019 M, dan itu baru permulaan. Lebih dari sekadar acara, Soundstorm adalah katalis budaya bagi pemuda Saudi.
Laman ticketingboxoffice.com memaparkan bahwa MDLBEAST Soundstorm mengadakan konser di Riyadh yang dilangsungkan dari tanggal 16 hingga 19 Desember 2021 M.
Tiket yang disediakan dengan empat kategori pun diburu oleh para penggemar musik, dan khususnya kalangan muda Arab Saudi, tanpa terkecuali para perempuan.
Arab Saudi di Bawah Kepemimpinan Raja Salman dan Putra Mahkota MBS
Arab Saudi dikenal sebagai negara yang memegang paham Islam konservatif. Lambat laun di bawah Raja salman dan Putra Mahkota Muhammad bin Salman seakan menjadikan identitas tersebut sedikit demi sedikit terus memudar. Loncatan-loncatan besar yang dilakukan oleh kerajaan Arab Saudi terus bergulir.
Mulai dari dibangunnya Kota Masa Depan (Neom), perempuan diperbolehkan menyetir, perempuan diperbolehkan menonton di bioskop, perempuan diizinkan menonton pertandingan sepak bola, BTS manggung pada tahun 2019, perempuan diizinkan bergabung dalam militer, dan kini festival musik terbesar yang pernah ada di Timur Tengah pun dilangsungkan.
Gebrakan-gebrakan besar yang dilakukan Kerajaan Arab Saudi saat ini. Seakan bermaksud untuk mengubah stigma dunia tentang Arab Saudi yang selalu dilabeli sebagai negara konservatif.
Disematkannya kata konservatif terhadap Kerajaan Arab Saudi, bukan tanpa alasan. Melainkan karena Saudi didominasi oleh paham Salafi-Wahhabi yang dikenal kaku dan keras dalam menjalankan agama.
Muhammad bin Salman sepertinya telah memiliki kesadaran. Apabila negaranya terus didominasi dan dikendalikan oleh kelompok Salafi-Wahhabi, maka, akan mengakibatkan Kerajaan Saudi akan tertinggal jauh dengan beberapa negara tetangganya, seperti Kuwait, Qatar, UEA, dan Bahrain, yang telah terlebih dahulu membuka diri.
Menyaksikan perubahan besar yang dilakukan oleh Muhammad bin Salman dalam proses mengubah Arab Saudi menjadi negara bebas dan terbuka layaknya negara Barat, menjadikan beberapa ulama Salafi-Wahhabi melakukan protes di mimbar-mimbar dan kajian-kajian.
Akan tetapi, hal tersebut bukannya melemahkan Muhammad bin Salman untuk merealisasikan tujuannya. Melainkan menjadi bumerang yang kembali menyerang dengan cepat kepada para ulama yang memprotes kebijakan MBS.
Pupusnya Suara Ulama di Bawah Kepemimpinan Sang Putra Mahkota
Sejak diangkatnya Muhammad bin Salman menjadi Putra Mahkota Kerajaan Arab Saudi pada tahun 2017 M, ttercatat beberapa nama ulama Salafi-Wahhabi yang ditangkap.
Hal tersebut dilakukan dengan alasan bahwa mereka telah lantang mengkritisi kebijakan-kebijakan Muhammad bin Salman yang dianggap kontroversial dan bertentangan dengan dogma yang dipahami Salafi-Wahhabi.
Beberapa di antara ulama Salafi yang telah ditangkap oleh Kerajaan Saudi, seperti Syeikh Saud al-Funaisan yang menjabat sebagai guru besar Fakultas Syariah di Universitas Riyadh.
Selain itu juga terdapat nama, seperti Syeikh Abdullah Basfar, seorang qari’ tersohor dan sekaligus guru besar pada jurusan syariah dan studi Islam di Universitas King Abdul Aziz, Jeddah.
Pada pertengahan tahun 2018 M, Kerajaan Saudi telah menangkap Syeikh Saleh al-Tabib yang disebabkan karena isi ceramah dan khutbahnya yang menyinggung dan mengkritik kebijakan-kebijakan Muhammad bin Salman.
Selain nama-nama tersebut, masih banyak lagi daftar nama ulama Salafi-Wahhabi yang telah dijebloskan ke dalam penjara dari tahun 2017 M, sampai di penghujung 2021 ini.
Bila pada kebijakan-kebijakan Muhammad bin Salman sebelumnya yang dianggap kontroversial, dan langsung mendapatkan penentangan dari para ulama Salafi di Saudi, akan tetapi, tampak berbeda pada penyelelenggaraan festival musik MDLBEST Soundstorm kali ini.
Para ulama Salafi-Wahhabi seakan membisu tanpa kata. Mereka seolah tidak punya kekuatan lagi untuk menentang setiap kebijakan kontroversial keluarga Kerajaan Saudi.
Mereka sepertinya telah berputus asa untuk mengkritik keluarga Kerajaan Arab Saudi. Mengkritisi sama artinya dengan berujung di dalam jeruji besi. Bila ulama Salafi di Saudi bisa lebih berani untuk menghimpun masa guna menentang setiap kebijakan keluarga Kerajaan, bisa saja keluarga Kerajaan akan goyah.
Akan tetapi, hal tersebut sepertinya suatu yang mustahil untuk terjadi. Sebab, mengingat dalam dogma Salafi-Wahhabi menggulingkan pemerintahan merupakan suatu yang dihukumi haram untuk dilakukan.
Editor: Yahya FR