Sejak Perang Dingin, banyak sekali institusi yang didirikan untuk membantu mengeluarkan negara berkembang dari kemiskinan secara ekonomi. Hal ini termasuk semuanya mulai dari kementerian pembangunan di negara-negara kaya, institusi multilateral seperti World Bank dan PBB, serta Lembaga Swadaya Masyarakat seperti Oxfam dan Christian Aid.
Ekonomi dalam Politik
Prinsip pengambilan keputusan dalam ekonomi (efisiensi) sering atau bisa bertentangan dengan pengambilan keputusan dalam politik. Hal ini menyebabkan dalam kondisi lingkungan politik tertentu, mungkin saja terjadi interaksi antara keputusan ekonomi dan politik.
Hal ini mengingat masyarakat bukan hanya sebagai konsumen dan produsen, melainkan juga sebagai warga negara dengan berbagai afiliasi politiknya. Dengan kekuatan politiknya mereka tidak hanya dapat mengatur pasar, melainkan dapat pula mengambil alih secara langsung sumber daya yang ada di negaranya. Dalam kaitan ini, dapat dikatakan para ekonom hampir tidak bisa melakukan prediksi ekonomi tanpa membuat prediksi tentang respons politik yang mungkin bisa menghasilkan keputusan yang berbeda.
Berbeda dengan pengambilan keputusan dalam ekonomi yang cenderung berdasarkan efisiensi, pengambilan keputusan politik lebih menekankan kesamaan antarpelaku politik dalam mengambil keputusan. Di satu pihak pelaku politik terdiri dari para politisi, partai politik, dan pemerintah, sedangkan di sisi lain rakyat sebagai konstituen. Para politisi dan partai politik menawarkan berbagai program dan ideologinya kepada rakyat. Rakyat yang menginginkan sesuatu menyalurkan aspirasinya kepada para politisi dan partai politik.
Dalam kaitan itu, suatu keputusan politik didasarkan kepada besarnya suara yang dibawa. Para pemimpin negara, para anggota parlemen, gubernur, bupati, camat, dan kepala desa ditentukan berdasarkan perolehan dukungan dari rakyat. Demikian pula memenangkan suara dalam pemilihan umum. Dengan demikian, bisa disimpulkan bahwa dalam politik atau para ahli ilmu politik selalu menganalisis persoalan yang muncul semata-mata berdasarkan kalkulasi politis, yaitu berapa suara rakyat yang dikantongi masing-masing pihak.
Ekonomi Politik Ketergantungan
Teori pembangunan konvensional (murni ekonomi) atau kemudian dikenal dengan teori modernisasi pada dasarnya menjelaskan bahwa kemajuan atau keterbelakangan (development and underdevelopment) diukur dari seberapa tinggi pertumbuhan ekonomi (economic growth). Pertumbuhan ekonomi itu sendiri semata-mata disebabkan oleh factor-faktor ekonomi.
Pertumbuhan output nasional (produk domestic, GNP) tergantung atau dipengaruhi oleh factor-faktor ekonomi, seperti jumlah penduduk, kapital, dan tanah yang tersedia. Namun dalam kenyataannya, yang menentukan output nasional sering kali bukan hanya faktor-faktor ekonomi seperti itu. Faktor-faktor non-ekonomi, yaitu sosial politik juga ikut menentukan jalannya pembangunan pada suatu negara.
Dalam bahasa Eropa, politik seakar kata dengan politea, poli, polish. Artinya, hal yang berkaitan dengan keteraturan dan ketertiban. Selanjutnya, kata itu digunakan untuk menyebut area yang suasananya idealis seperti itu, kota. Disebut Konstantinople karena ia sebuah kota (poli) yang didirikan oleh Raja Konstantine. Maka istilah politik dan polisi, kalau kita kembali kepada arti harfiah, selalu berasosiasi dengan kota, ketertiban, dan keteraturan.
Politik menurut bahasa (dalam bahasa Indonesia) berarti kebijaksanaan yang terkait dengan kekuasaan dan atau pemerintahan Negara. Tentu, kaitannya dengan ide di atas adalah ketertiban dan keteraturan yang diciptakan dengan kebijaksanaan dalam kekuasaan. Dengan kebijaksanaan maka politik terkait erat dengan misi dan ideologi.
Mengingat bahwa tabiat manusia itu menghendaki ketertiban, keteraturan, dan juga kedamaian, maka politik berfungsi positif, setidaknya dipahami sebagai sesuatu yang netral. Hal ini tergantung pada tujuan. Tetapi ia bisa dikotori dan bisa dijaga kebersihannya; bisa dimanfaatkan seperti menggalang kerukunan dan bisa dibuat mendatangkan petaka seperti menciptakan konflik. Itu sebabnya ada ungkapan bahwa politik itu kotor, karena politik menjadi wahana untuk saling menjatuhkan.
Karena pada politik itu terlekat kekuasaan, maka hasil apakah yang diperoleh dari perjuangan politik? Tergantung pada motivasi perjuangannya. Contohnya. apakah dicabutnya Indonesia dari negara berkembang menjadi negara maju juga menjadi bagian dari Politik Ekonomi?
Jalan Keluar dengan Ekonomi Pembangunan?
Runtuhnya Tembok Berlin dan hancurnya komunisme di blok Soviet lama tidak diragukan merupakan salah satu katalis yang paling signifikan bagi pertumbuhan ekonomi di seluruh dunia. Tampak jelas bahwa ekonomi komando dari bekas Uni Soviet telah menekan pertumbuhan, membuat miskin jutaan orang, dan menyebabkan orang Rusia kelaparan serta tanpa daya. Saat ini, ketika negara-negara bekas komunis mulai merangkul pasar bebas, ekonomi mereka melesat dengan cepat dan, meskipun beberapa orang terabaikan, jutaan orang menjadi jauh lebih kaya.
Saat ini ekonomi global bukan lagi semata-mata terdiri dari seperlima kaya dan empat perlima miskin. Dunia baru terdiri dari seperlima ekonomi kaya; tiga per lima ekonomi yang mulai bangkit; industrialisasi, dan mengejar dengan cepat; serta seperlima ekonomi miskin. Ekonomi pembangunan sangat mengkhawatirkan keadaan dari seperlima yang terakhir atau, menurut Paul Collier (salah satu pakar dunia di bidang tersebut), bottom billion atau miliaran terbawah.
Apa yang membuat sebuah negara kaya? Ada banyak teori mengenai sejumlah negara dapat begitu mudahnya mengatasi kemiskinan sementara negara lain tetap terjebak di dalamnya. Sejumlah negara berfokus pada iklim dan topografi wilayahnya; kedua hal itu dapat membuat negara tersebut kesulitan bercocok tanam dan mengembangkan pertanian; negara lain berfokus pada adat istiadat seperti sikap terhadap hak kepemilikan; dan lainnya lagi pada keberhasilan atau kegagalan institusi politik dan sosial. Bagi sejumlah negara, kekayaan atau kemiskinannya merupakan sebuah kecelakaan sejarah; bagi lainnya, hal itu terkait dengan nasib.
Wajah Terjal Masa Kini
Tidak mudah mengarungi berbagai dinamika zaman yang bisa dianggap tak menentu ini. Dengan berbagai permasalahan yang ada saat ini, misal beberapa kegaduhan di luar dan dalam negeri beberapa bulan terakhir, permasalahan virus COVID-19 (bahkan dikonfirmasi masuk ke Indonesia), ‘infeksi’ rupiah, pasar saham turun, banjir di berbagai kota Indonesia, kematian saudara kita muslim di India dan berbagai isu permasalahan dunia yang seharusnya dapat kita renungkan.
Terlebih dunia kini seolah sedang ‘dikutuk’ dengan perbuatan manusianya sendiri. Semua hal ini berdampak pada setiap lini kehidupan kita, termasuk sebagai warga persyarikatan sebut saja di bidang ekonomi dan politik.
Dengan dampak virus yang melemahkan ekonomi, rupiah yang sedang tidak baik, kegaduhan kongres, permainan adu domba oknum-oknum tak bertanggung jawab dan yang lainnya. Hal logis yang bisa dilakukan saat ini adalah tetaplah berkontribusi maksimal secara bersama-sama termasuk mengabdi di persyarikatan, entah di bidang amal usaha Muhammadiyah yang bersifat mikro dan makro atau dalam lembaga-lembaga di bawah naungan Muhammadiyah sendiri.
Tentunya kita harus belajar apa itu demokrasi politik, menguatkan kembali ekonomi pembangunan (salah satunya MDGs), belajar bersama dari ‘ dua sisi koin’ keajaiban orde baru dan krisis keuangan Asia dulu. Semoga ternilai amal jariyah untuk kita semua, sembari berharap agar baik-baik saja di depan untuk bangsa ini.
Editor: Arif