Wabah Covid-19 telah tersebar di hampir ke seluruh negara yang diprediksi berdampak signifikan pada pertumbuhan ekonomi dunia. Negara adidaya seperti Amerika Serikat, Eropa, China pun mengalami tekanan ekonomi yang begitu hebat, apalagi negera berkembang seperti Indonesia.
Bencana alam ini telah berdampak signifikan dalam seluruh aspek kehidupan, tak hanya kesehatan, melainkan yang parah adalah masalah ekonomi di berbagai sektor.
Dampak Ekonomi Covid-19
Berdasarkan CEIC data dalam Global Economic Monitor, Jumlah utang Indonesia pada tahuan 2014 sekitar 24,7 persen dari PDB atau sekitar Rp 2.602 triliun, sementara pada tahun 2019 jumlah utang Indonesia mencapai 30,1 persen dari PDB atau sekitar Rp 4.778 triliun.
Pada saat wabah Covid-19, nilai rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) mencapai Rp 17 ribu per 1 dolar AS. Maka jumlah utang Indonesia setelah Covid-19 ini diperkirakan mencapai 60 persen dari PDB atau sekitar Rp 9.530 triliun.
Pemerintah telah menetapkan kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) untuk menanggulangi penyebaran virus Covid-19. Akibatnya membuat terbatasnya aktivitas sosial transaksi ekonomi jadi terhambat.
Kondisi ini berimbas pada menurunnya aktivitas ekonomi konvensional. Banyak UMKM yang belum memasarkan produknya melalui pasar online (market place). Ditambah dengan makin langka dan mahalnya bahan-bahan produksi.
Di sisi lain daya beli masyarakat juga menurun. Hal ini berdampak pada pekerja rentan seperti pengemudi ojek online, supir angkutan umum, pedagang kecil, buruh harian, dan semacamnya yang mendapatkan penghasilan dari aktivitas rutin harian. Sementara harga kebutuhan bahan pokok terus merangkak naik.
Dapat dikatakan, bahwa wabah Covid-19 ini baik langsung maupun tidak langsung menyebabkan kemiskinan.
Wakaf Tunai sebagai Solusi
Wakaf sebagai salah satu bentuk filantropi (kedermawanan) Islam memiliki potensi cukup besar untuk dikelola secara produktif. Di Indonesia, lembaga filantropi Islam banyak didirikan dengan salah satu tujuannya adalah menyalurkan sumbangan dana masyarakat ekonomi kelas menengah dalam bentuk zakat, infak, sedekah, dan wakaf kepada masyarakat yang dikategorikan sebagai salah satu dari 8 kelompok atau asnaf (Latif et al, 2015).
Lembaga-lembaga tersebut antara lain BWI (Badan Wakaf Indonesia), RZI (Rumah Zakat Indonesia), DD (Dompet Dhuafa), Baznas, Laznas, PKPU (Pos Keadilan Peduli Umat), dan lembaga-lembaga sosial kemasyarakatan lainnya yang memiliki divisi pemberdayaan zakat, sedekah, infak, dan wakaf. Lembaga-lembaga ini menawarkan diri sebagai lembaga yang menerima dana amaliah ini baik secara individu maupun kolektif (Latif et al, 2015).
Wakaf merupakan salah satu kegiatan muamalah yang memiliki dimensi spiritual, sosial, dan ekonomi. Salah satu kekuatan penting masyarakat Indonesia adalah berpenduduk muslim, yang memiliki kesadaran tinggi untuk berderma. Dengan kata lain kesadaran masyarakat muslim Indonesia untuk beramal sosial sangat tinggi.
Karena itusalah satu sikap yang penting untuk dijaga dan ditumbuhkan dalam menghadapi musibah adalah meningkatkan empati kepada lingkungan sekitar kita dan pihak-pihak yang terkena dampak dari musibah tersebut. Terutama orang-orang yang lemah terdampak secara ekonomi, kehilangan pekerjaan dan lain sebagainya.
Salah satu solusi yang ditawarkan sektor keuangan sosial Islam menghadapi krisis adalah melalui Zakat, Infak, Sedekah dan Wakaf (Ziswaf). Sayangnya saat ini peran wakaf masih belum optimal untuk menangani pandemi covid-19 (virus corona). Menurut Badan Wakaf Indonesia, dana yang disampaikan kepada mereka yang terkena dampak lebih banyak dari Zakat, Infak dan Sedekah (ZIS).
Pertanyaaanya mengapa orang cenderung berzakat, berinfak, dan bershadaqah, tetapi tidak memilih berwakaf? Umumnya umat Islam lebih terfokus pada wakaf yang bersifat benda yang memiliki nilai tinggi, seperti tanah, bangunan, sumur untuk diambil airnya, ataupun pohon yang dapat diambil buahnya (Suganda, 2014). Sedangkan pengelolaan wakaf tunai masih tergolong baru berkembang beberapa tahun terakhir.
Padahal sebenarnya wakaf barang bergerak seperti wakaf tunai (uang) telah lama dipraktikkan oleh umat Islam seperti di masa dinasti Umayah dan Abbasiyah, hanya tidak sepopuler wakaf tanah ataupun bangunan.
Bahkan saat ini, seiring perkembangan pemahaman masyarakat tentang praktik filantropi Islam, wakaf terutama wakaf tunai diarahkan bagi pengembangan dan pemberdayaan ekonomi, untuk sebesar-besarnya peningkatan kesejahteraan ekonomi umat.
Kemungkinan Wakaf Tunai
Terkait dengan wakaf tunai, Fanani (2012) dan Maksum (2010) mengemukakan bahwa persoalan utama pengelolaan wakaf, terutama wakaf uang (tunai) adalah rendahnya kompetensi manajemen pengelolaan wakaf tunai yang diarahkan untuk menyejahterakan masyarakat.
Dengan kata lain, wakaf tunai belum diberdayakan sebagai wakaf yang produktif (Latif et al, 2915). Menteri Agama (Menag), Fachrul Razi mendorong Baznas dan Lembaga Amil Zakat (LAZ), mempercepat pembayaran dan pendistribusian zakat harta (mal) ke masyarakat. Menag juga minta Badan Wakaf Indonesia (BWI), serta Lembaga Keuangan Syariah Penerima Wakaf Uang (LKS-PWU) dan para nazhir wakaf untuk menggerakkan wakaf uang.
Sebenarnyamanfaat wakaf sebenarnya begitu penting di masa pandemi ini. Dalam sejarah Islam banyak aset wakaf yang telah dimanfaatkan. Melalui wakaf, dapat digunakan untuk membantu menyelesaikan persoalan covid-19. Sebagai contoh rumah sakit wakaf, properti wakaf, lahan wakaf untuk makam korban pandemi, resto wakaf dan lainnya.
Selain itu wakaf produktif dapat juga disalurkan untuk membantu masyarakat yang terkena dampak pandemi covid-19. Sebagaimana dinyatakan oleh Pusat Inkubasi Bisnis Usaha Kecil (Pinbuk) dan Sharia Micro Business Forum (SBMF), bahwa potensi wakaf tunai yang mencapai Rp77 trilun belum tergarap dengan baik (9/5).
Dalam konteks wakaf di Indonesia secara khusus, Fuadi (2018) dan Abulyatama (2017) mengemukakan bahwa Majelis Ulama Indonesia juga telah mengeluarkan fatwa mengenai wakaf tunai (uang), yaitu:
- Wakaf uang (cash waqf/waqf al-nuqud) adalah wakaf yang dilakukan oleh sekelompok atau seseorang maupun badan hukum yang berbentuk wakaf tunai.
- Termasuk dalam pengertian uang adalah surat-surat berharga.
- Wakaf yang hukumnya jawaz (boleh)
- Wakaf yang hanya boleh disalurkan dan digunakan untuk hal-hal yang dibolehkan secara syar„i.
- Nilai pokok wakaf yang harus dijamin kelestariannya, tidak boleh dijual, dihibahkan atau diwariskan.
Lahirnya Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 adalah bentuk dukungan pemerintah terhadap fatwa MUI ini. Aturan kemudian diperkuat dengan keluarnya Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2006 tentang Pelaksanaan UU No. 41 Tahun 2004 tentang wakaf, Pasal 1 ayat 7 terkait wakaf uang.
Dalam hukum positif, wakaf diatur dalam Undang-undang Nomor 41 tahun 2004 tentang Wakaf, Pasal 1 dikemukakan bahwa:
”Wakaf adalah perbuatan hukum wakif untuk memisahkan dan/atau menyerahkan sebagian harta benda miliknya untuk dimanfaatkan selamanya atau untuk jangka waktu tertentu sesuai dengan kepentingannya guna keperluan ibadah dan/atau kesejahteraan umum menurut syariah”.
Sedangkan pada Pasal 5 diuraikan fungsi wakaf, yaitu sebagai salah satu sarana untuk mewujudkan potensi dan manfaat ekonomis harta benda wakaf untuk kepentingan ibadah dan untuk memajukan kesejahteraan umum.
Kesejahteraan umum dapat diartikan dalam bentuk peningkatan penghasilan, mampu menyediakan lapangan pekerjaan tidak saja bagia dirinya secara individu, tetapi juga mampu menciptakan lapangan pekerjaan bagi masyarakat sekitarnya.
***
Berbeda halnya dengan zakat, infak, dan sekdekah, wakaf memiliki keunikan tersendiri dalam hal prinsip, tujuan, dan metode penerapannya. Wakaf, terutama wakaf tunai, dapat memberi kontribusi signifikan pada pengentasan kemiskinan dengan berbagai program dan kegiatan pengembangan dan pemberdayaan ekonomi umat.
Tidak dapat dipungkiri bahwa wakaf tunai memiliki fleksibilitas dalam hal penggunaannya terutama dalam pemberdayaan sosial ekonomi masyarakat.
Dalam situasi Pandemi Covid-19, wakaf tunai ini dapat menjadi solusi mengatasi kelompok mustahik baru harus menjadi perhatian dari semua kalangan.