Report

Yudi Latif: Orang Indonesia Punya Mental Inferiority Complex

1 Mins read

IBTimes.ID – Merdeka berasal dari Bahasa Sanskerta Mahardika yang artinya adalah kaum terpelajar atau orang-orang bijaksana. Sehingga makna kemerdekaan adalah keterpelajaran dan kebijaksanaan.

Cendekiawan muslim Yudi Latif menyebut bahwa selama ini masyrakat Indonesia hanya mengartikan kemerdekaan secara negatif, yaitu merdeka dalam arti bebas dari penjajahan, diskriminasi, dan eksploitasi. Dalam Pembukaan UUD 1945, kalimat tentang kemerdekaan diawali dengan makna kemerdekaan negatif.

“Merdeka punya makna kedua, yaitu kemerdekaan positif. Kata kuncinya adalah ‘merdeka untuk apa’. Indonesia merdeka untuk melindungi segenap bangsa, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan sebagainya seperti di UUD 1945 bagian akhir,” ujar Yudi Latif dalam Pengajian Umum PP Muhammadiyah, Jumat (12/8/2022).

Manusia hidup tidak hanya untuk melawan keburukan atau nahi munkar, tapi juga untuk mengembangkan kebaikan atau amar ma’ruf.

Kedaulatan merupakan manifestasi sesungguhnya dari kemerdekaan. Kedaulatan keluar berarti eksistensi negara harus diakui dan dihormati negara-negara lain. Sementara kedaulatan ke dalam berarti kemampuan bangsa Indonesia untuk menentukan pilihan-pilihan sendiri, menentukan rule of law, dan meyakini bahwa bangsa ini tidak lahir sebagai bangsa pecundang.

Menurut Yudi Latif, Bangsa Indonesia harus meyakini bahwa ia adalah bangsa yang terhormat, bukan bangsa kuli. Bangsa Indonesia harus keluar dari jebakan inferiority complex.

“Kedaulatan juga mencakup aspek rule of law atau tata kelola. Kemampuan kita untuk menegakkan hukum dan ketertiban sekaligus ekonomi, kesejahteraan, dan kemakmuran,” imbuhnya.

Di dalam pertempuran, kata Napoleon, 2/3 kemenangan ditentukan oleh mental. Bung Karno sering mengingatkan bahwa sebenarnya Indonesia ini bangsa besar. Tapi sering menaruh dirinya dengan kekecilan. Sering terpukau dengan apa-apa yang datang dari luar tapi isi batinnya kosong melompong. Ini mentalitas inferiority complex.

“Melihat orang luar seperti melihat matahari. Tetapi terhadap sesama saling ringkus dan saling menjatuhkan. Akibatnya kita sering mempertentangkan hal-hal yang remeh temeh. Energi nasional kita habis terkuras,” ujarnya.

Baca Juga  Mohammad Hatta: Menggabungkan Sosialisme dan Islam

Padahal, imbuh Yudi Latif, di hadapan Tuhan, manusia itu setara. Sehingga tidak boleh merasa inferior. Rasulullah berpesan dalam Haji Wada’ bahwa orsng Arab dan non Arab sama saja. Yang membedakan adalah kualitas ketakwaan.

Avatar
1342 posts

About author
IBTimes.ID - Rujukan Muslim Modern. Media Islam yang membawa risalah pencerahan untuk masyarakat modern.
Articles
Related posts
Report

Haedar Nashir: dari Sosiolog Menjadi Begawan Moderasi

2 Mins read
IBTimes.ID – Perjalanannya sebagai seorang mahasiswa S2 dan S3 Sosiologi Universitas Gadjah Mada hingga beliau menulis pidato Guru Besar Sosiologi di Universitas…
Report

Siti Ruhaini Dzuhayatin: Haedar Nashir adalah Sosok yang Moderat

1 Mins read
IBTimes.ID – Siti Ruhaini Dzuhayatin Guru Besar UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta menyebut, bahwa Haedar Nashir adalah sosok yang moderat. Hal itu terlihat…
Report

Hamim Ilyas: Islam Rahmatan Lil Alamin Tidak Sebatas Jargon

1 Mins read
IBTimes.ID – Hamim Ilyas Ketua Majelis Tarjih dan Tajdid Pimpinan Pusat Muhammadiyah menyampaikan, Islam Rahmatan Lil Alamin harusnya tidak sebatas jargon belaka,…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *