Inspiring

Yunahar Ilyas, Penggagas Feminisme Islam

3 Mins read

Di antara banyak rasa kehilangan, apresiasi , laqob, dan pujian terhadap gagasan dan pemikiran Ustaz Yunahar dari berbagai kalangan, ada kesan mendalam dari perjumpaan saya dengan beliau. Yaitu di sekitar tahun 1995-2000, pada saat ghirah dan gairah kontestasi Feminisme dan agama sangat pasang, bukan semata dalam Islam tapi pada seluruh agama. Gender sebagai pisau analisis begitu “tajam” membedah dan membersihkan. Dalam bahasa Buya Syafi’i: lumpur-lumpur hitam yang mengotori pesan suci agama terhadap perempuan. Patriarkhi menempel pada pemahaman keagamaan yang membuat perempuan terpuruk selama berabad-abad.

Awal 1990-an, adalah era perempuan dan agama. Perempuan “berani” mengklaim kapasitas dan otoritasnya untuk “bicara” tentang dirinya sendiri. Dengan kekuatan intektual dan kemampuan bahasa; mempertanyakan, menganalisis, mengritik, dan menemukan “sisi-sisi emansipatoris” ajaran agama yang “Mulia” dan “Memuliakan Perempuan”.

Feminisme dan analisis gender sangat kritis membedah ideologi-ideologi kultural. Sampai pada asumsi “binary opposition” (oposisi biner) yang tersembunyi dalam ungkapan bahasa para penafsir (the author) khazanah agama. Termasuk bahasa Arab, bahasa Al-Qur’an, dan khazanah Islam yang berabad tidak dipersoalkan.

Kemunculan tulisan-tulisan saya awal 1990-an, banyak mendapat respon. Respon dari kalangan konservatif, moderat, dan progresif. Khalayak memang membutuhkan “klarifikasi dan legitimasi” dari narasi dan diskursus yang kami, aktivis perempuan, yang dalam bahasa Alimatul Qibtiyah disebut: “Feminist Muslim” . Maka tahun-tahun itu adalah panggung bagi saya dan Ustaz Yunahar dalam membahas isu feminisme. Juga tentang kesetaraan gender dalam Islam. Pada awalnya bersifat argumentatif- kontestatif yang dalam spektrum Ma’moen Murad beliau masuk “moderat kanan”.

Feminisme Sebagai Pisau Analisis

Namun harus saya akui bahwa Ustadz Yunahar pada masa itu berada pada aras “konservatif ” dan saya diposisikan dalam “femininisme liberal “ oleh Mahasri Shobahiya. Meski saya harus memberi catatan “tebal” dan mengoreksinya. Karena saya menggunakan aliran-aliran feminisme untuk membantu memetakan masalah semata. Yang mana, memiliki kecenderungan universal. Seperti hak sekolah, hak politik dan pemimpin publik, kekerasan terhadap perempuan, hak reproduksi, dan lain sebagainya.

Baca Juga  Melampaui Kartini (3): Roehana Koeddoes, Suluh Kaum Perempuan Indonesia

Saya berketetapan membangun premis-premis “Kesetaraan Gender “ dari dalam Islam sendiri, yang saya ramu dari pembacaan teks Islam. Menyintesiskan argumen Amina Wadud, Mernissi, Laila Ahmad, Rifaat Hassan, yang tidak semua saya setujui.

Panggung kami selalu riuh dan hidup dari awal hingga akhir. Di UIN, UGM, UII, UMY, UAD, dan di manapun. Karena kontestasi pemikiran kami berdua dan nampaknya audience menikmati perbedaan pemikiran kami.

Namun, ada suatu “Turning point” (titik balik) yang fenomenal di tahun 1995 dalam “Seminar di UAD JL. Kapas Jogja. Kami agak lama tidak bertemu di forum. Audiens merasa kecewa berat! Beberapa dari mereka mengutarakan kegusaran dan ketidakpuasan dari penampilan kami. Seorang Bapak agak sepuh dari PWM berkata: “Saya menjadi bingung: “Siapakah yang terpengaruh? Ustaz Yunahar yang terfeminiskan? atau Bu Ruhaini yang sudah terislamkan kembali.

Antara Terfeminiskan atau Terislamkan

Dalam respon beliau yang santun, “Iya ya.. mbak Ruhaini, kali ini kok kita tidak banyak berdebat sengit sepeti biasanya” kelakar beliau. “Jangan-jangan betul itu, tanpa sadar, saya sudah terfeminiskan kah?”. Saya pun tidak kalah heran menimpali, “Betul juga Ustadz Yun, apa saya berkesan lebih Islami?

Dengan arif, beliau menutup forum dengan mengatakan, “kami, saya, dan mbak Ruhaini ini saling belajar. Saya mulai membaca apa itu feminisme. Dan kadang, pinjam dari mbak Ruhaini. Beliau juga semakin intens menelaah khazanah Islam. Jadi, kami bertanggung jawab membangun pemahaman yang proporsional tentang Islam, feminisme, dan gender”.

Yang lebih menggembirakan, ternyata di balik intellectual journey itu, beliau menulis buku “Feminisme” dalam kajian Al-Qur’an. Meski tetap dalam “intellectual boundary” masing-masing, kami telah berupaya membangun wacana yang konstruktif dan dialogis.

Baca Juga  Abdul Mu’ti, Tokoh Muhammadiyah Inklusif, Jubir Islam Moderat di Dunia Internasional

Pada tahun 2010 dalam Seminar Nasional Tarjih di Malang: beliau sangat mendukung tanfidz tentang Presiden perempuan yang mauquf hampir seabad. Beliau mendukung sinkronisasi usia nikah sesuai UU Perlindungan Anak dan mendukung penguatan keluarga sakinah berbasis keluarga monogami.

Tak terasa, basah mata ini mengenang proses pembelajaran mematangkan konsep “Islam dan Kesetaraan Gender” bersama beliau yang berargumen dengan santun. Jauh dari makian dan kata kata kasar dan tentu saja ke-tawadlu’-an.

Selamat Jalan Ustaz Yunahar

Ketika membesuk beliau di PKU beberapa waktu lalu, beliau masih ingat masa- masa ”sepanggung bersama” dalam kontestasi bermartabat dan menguatkan itu. Dan ketika saya haturkan buku Rezim Gender Muhammadiyah yang di dalamnya juga memuat diskusi dan refleksi wacana yang kami bangun bersama, sambil tertawa beliau berkata: “haa… haa bisa saja menggugah orang mau baca”.

Selamat jalan Ustadz Yunahar. Kembalilah engkau kepada yang memiliki hidup dan semoga engkau selalu berada disisi Allah SWT. Menuju keabadian: Jannatun naim.

.

Slipi, 5 Januari 2020

.

Editor: Azaki Khoirudin

Related posts
Inspiring

Buya Hamka, Penyelamat Tasawuf dari Pemaknaan yang Menyimpang

7 Mins read
Pendahuluan: Tasawuf Kenabian Istilah tasawuf saat ini telah menjadi satu konsep keilmuan tersendiri dalam Islam. Berdasarkan epistemologi filsafat Islam, tasawuf dimasukkan dalam…
Inspiring

Enam Hal yang Dapat Menghancurkan Manusia Menurut Anthony de Mello

4 Mins read
Dalam romantika perjalanan kehidupan, banyak hal yang mungkin tampak menggiurkan tapi sebenarnya berpotensi merusak, bagi kita sebagai umat manusia. Sepintas mungkin tiada…
Inspiring

Sosialisme Islam Menurut H.O.S. Tjokroaminoto

2 Mins read
H.O.S Tjokroaminoto, seorang tokoh yang dihormati dalam sejarah Indonesia, tidak hanya dikenal sebagai seorang aktivis politik yang gigih, tetapi juga sebagai seorang…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *