IBTimes.ID – Komedian Muhammadiyah Yusril Fahriza menyebut bahwa tidak ada pengkultusan di Muhammadiyah. Bentuk penghormatan kepada ustadz atau agamawan di Muhammadiyah tidak seperti di Nahdlatul Ulama.
“Tidak semua kiai atau ustadz itu harus dicium tangannya,” ujar Yusril.
Ia bahkan heran mendengar budaya di NU yang sampai harus berjalan jongkok ketika akan bertemu kiai dan tidak boleh berjalan membelakangi. Yusril juga tidak pernah minum di gelas bekas kiai.
“Tidak ada pengkultusan individu. Bahkan, menghormati Kiai Ahmad Dahlan pun sebagaimana menghormati seorang founder aja gitu. Biasa aja,” imbuhnya.
Penghormatan kepada seorang ustadz, imbuhnya, adalah layaknya penghormatan seorang guru biasa. Tidak ada budaya-budaya berebut gelas bekas kiai atau ustadz.
Menariknya, di pesantren Muhammadiyah, Yusril tetap belajar materi-materi umum. Tidak hanya materi keagamaan saja. Kendati demikian, ia tetap terlihat begitu fasih bicara dengan Bahasa Arab.
Sebagaimana diketahui, Yusril Fahriza telah menempuh pendidikan di Muhammadiyah sejak TK hingga kuliah. Ia masuk di TK ABA Aisyiyah dan Madrasah Ibtidaiyyah Muhammadiyah di Lamongan. Kemudian melanjutkan SMP dan SMA di Madrasah Muallimin Muhammadiyah Yogyakarta dan mengakhiri pendidikan di Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.
Ia juga mengaku memiliki Nomor Baku Anggota Muhammadiyah. Sebagai seorang komedian dan aktor, ia menyebut bahwa tidak banyak komedian yang berasal dari Muhammadiyah.
Pemeran utama film pendek Positif karya Hanung Bramantyo itu memang lahir dari keluarga Muhammadiyah. Bapaknya, sebagaimana umumnya warga Muhammadiyah, sangat mengidolakan Amien Rais. Terutama di masa-masa transisi orde baru ke era reformasi.
“Saya bahkan lebih hafal Janji Pelajar Muhammadiyah daripada Pancasila. Janji Pelajar Muhammadiyah diucapkan setiap upacara,” guyonnya.