Falsafah

15 Larangan Pythagoras: dari Larangan Makan Buncis Hingga Melangkahi Palang

4 Mins read

Filsafat sejatinya adalah aktivitas berpikir terhadap objek yang maujud (exist). Manusia sebagai subjek memerlukan alat untuk berfilsafat, alat untuk berfilsafat adalah akalnya. Dengan menggunakan akal, manusia mampu menelaah segala hal yang meliputi tiga lingkup objek yaitu manusia, alam semesta serta Tuhan.

Yang pertama, manusia selain sebagai subjek, ia juga sebagai objek untuk filsafat. Beberapa filsuf mulai berbincang tentang asal usul manusia sampai dengan hakikat dari eksistensi manusia, semua ini merupakan misteri yang memantik nalar para Filsuf untuk mencari tau makna sesungguhnya.

Yang kedua, alam semesta adalah objek kedua dalam filsafat, tidak dapat dimungkiri bahwa alam semesta memiliki peran yang sangat penting dalam mengembangkan pola pikir manusia, karena dengan segala cakupan alam semesta yang luas ini, memantik akal manusia untuk mencari tau segala hal yang tersirat di dalamnya.

Yang ketiga, Tuhan adalah hakikat dari segala hal yang menjadi rahasia seluruh alam semesta ini. Di antara sifat Tuhan adalah Maha Mengetahui (Al-Alim), karena Ia adalah pengetahuan (logos), muara untuk segala jawaban atas ketidaktahuan akal manusia.

Filsafat dan Logika

Filsafat identik dengan logika, sehingga dapat kita katakan bahwa filsafat itu lawan dari mitos. Dalam sejarah filsafat Yunani, akan kita temukan transisi pola pikir masyarakat dari mitos ke logos (ilmu pengetahuan).

Itu sudah menunjukan bahwa filsafat dan mitos bagaikan air dan minyak, tidak mungkin bisa bersatu. Bahkan hakikat dari filsafat itu adalah logika, karena setiap kebenaran perlu dipertimbangkan melalui prosedur yang ketat.

Logika disebut juga ilmu tentang penalaran, karena mengajarkan cara berpikir yang benar sesuai dengan kaidah yang sistematis. Dalam logika, kita akan temukan konsep berpikir secara induktif dan deduktif.

Baca Juga  Nasihat Imam Al-Ghazali untuk Para Pemimpin

Induktif, adalah cara berpikir untuk menarik kesimpulan yang bersifat umum ke khusus. Sedangkan deduktif adalah cara menarik kesimpulan yang bersifat khusus ke umum. Kaidah berpikir yang benar menjadikan kita terhindar dari sesat pikir (logical fallacy).

Phytagoras

Salah satu filsuf Yunani yang memiliki pengaruh besar terhadap zaman kuno maupun sekarang adalah Pythagoras. Ia dilahirkan sekitar tahun 570 SM di pulai Samos, sebuah kota dagang yang menjadi saingan kota Miletus.

Pulau Samos dipimpin oleh seorang bernama Polycrates, seorang tiran yang berkuasa pada tahun 535-515 SM. Pythagoras pindah dari Samos ke Mesir untuk belajar, dan kemudian menetap di Croton.

Salah satu keunikan dari Pythagoras adalah kombinasi antara pola pikir rasionalisme dan mistisme. Bahkan Bertrand Russel dalam bukunya Sejarah Filsafat Barat menjelaskan bahwa Pythagoras adalah tokoh yang sangat menarik sekaligus membingungkan.

“Pythagoras adalah seorang tokoh yang paling menarik dan membingungkan dalam sejarah. Bukan saja tradisi yang terkait dengan dirinya adalah adonan yang nyaris sempurna antara kebenaran dan kekeliruan, tetapi dalam bentuknya yang polos dan amat gamblang tradisi ini tetap menampilkan suatu latar kejiwaan yang sulit dimengerti.” (Bertrand Russel, Sejarah Filsafat Barat, hal. 41)

Pola Pikir Rasionalisme Pythagoras

Phytagoras merupakan seorang filsuf, matematikawan dan ahli musik yang besar. Beliau mendirikan sekolah filsafat, bahkan selama 200 tahun sekolah itu didirikan telah mempengaruhi pemikiran para filsuf di Yunani.

Phytahogas merupakan orang banyak melakukan perjalanan jauh, salah satu tujuannya adalah untuk menimba ilmu. Beliau pergi ke Mesir belajar ilmu matematika dan geometri, Phythagoras semasa hidupnya pernah bertemu dengan Zharatustra, dan ia belajar kepadanya.

Phythagoras merupakan filsuf yang mengombinasikan antara matematika dan teologi. Para teolog cum filsuf pada Abad Pertengahan seperti St. Agustinus, Thomas Aquinas, Spinoza dan Descartes semua secara tidak langsung terinspirasi dari Phythagoras.

Baca Juga  Bagaimana Stoikisme Memandang Cinta?

Bahkan menurut Bertrand Russel, bahwa apa yang ada pada Platonisme jika kita analisis secara mendalam pada intinya adalah bersumber dari Phytagoreanisme.

Pyhtagoras menerapkan matematika dalam kehidupan, selama ini kita pahami matematika hanyalah sebuah teori, namun kenyataannya matematika adalah bagian dari kehidupan.

Pythagoras mengenalkan kepada kita tentang tesisnya yang berbunyi “Panta Arithmos” yang bermakna semua tercipta dari bilangan. Pythagoras menjelaskan bahwa kosmos (jagad semesta) dapat dipahami secara matematis, secara istilah adalah terdapat unsur matematis dalam proses pembentukannya.

Alam semesta tercipta dari proses kalkulasi yang tepat, sehingga tercipta harmoni. Bahkan senada dengan ini, Galileo Galilei, menyatakan bahwa matematika adalah bahasa Tuhan ketika menulis alam semesta.

Sebagai Seorang Filsuf yang besar, Pythagoras banyak menginspirasi filsuf-filsuf besar lainnya. Matematika sejatinya mengajarkan kita tentang yang logika murni, prinsip berpikir yang sistematis dan tentunya menyajikan fakta.

Matematika adalah sebuah metode berpikir yang empiris dalam mencari kebenaran.

Pola Pikir Mistisme Pythagoras

Siapa yang menyangka dalam diri seorang Pythagoras terdapat sikap yang justru berlainan dengan prinsip logika. Ia mendirikan sebuah tarekat keagamaan yang dikenal dengan Phytagoreanisme, bahkan para pengikutnya menyebut bahwa beliau anak dewa Apollo.

Phytagoras di dunia Barat digambarkan seperti perpaduan antara Einstein dan Mrs. Eddy, atau di Indonesia kita pahami seperti Rocky Gerung dan Gus Samsuddin.

Phytagoras mengajarkan konsep keabadian jiwa, walaupun tesis ini selaras dengan agama monoteisme. Namun dalam penafsirannya, makna tesisnya mirip dengan konsep spiritualime Asia atau yang kita kenal dengan istilah reinkarnasi.

Setiap makhluk hidup itu tidak mati, melainkan hanya berpindah jiwa dari yang satu ke yang lainnya. Setiap kehidupan adalah perputaran ke siklus yang selanjutnya, tidak hanya berpindah jiwa ke manusia, namun kadangkala juga dapat berpindah jiwa ke hewan.

Baca Juga  Nurcholish Madjid: Modernisasi itu Bukan Sekularisasi!

Maka dari itu terkadang Phytagoras berkhutbah dihadapan para binatang, karena ia yakin bahwa binatang merupakan jelmaan dari manusia di kehidupan yang sebelumnya.

Pythagoras juga mengajarkan kepada pengikutnya tentang 15 larangan yaitu :

1. Dilarang memakan buncis

2. Jangan memungut sesuatu yang sudah jatuh

3. Jangan menyentuh ayam jago putih

4. Jangan meremukkan roti

5. Jangan melangkahi palang

6. Jangan mengorek api dengan besi

7. Jangan makan bongkahan roti yang masih utuh

8. Jangan memetik karangan bunga

9. Jangan menduduki takaran kuat

10. Jangan makan jantung

11. Jangan berjalan kaki di jalan raya

12. Jangan membiarkan burung walet bersarang di atap rumah

13. Jangan mengangkat periuk dari perapian, jangan sampai ada bekasnya di atas abu, sehingga abunya harus dikorek.

14. Jangan melihat cermin di samping cahaya

15. Barangsiapa bangun tidur, gulunglah alas tidurmu dan hilangkan bekas badanmu disitu.

Eksistensi Phytagoras sangat besar, bahkan dibeberapa daerah penganut Phytagoreanisme mendapatkan dukungan politik yang besar, namun kelak pengikutnya sebagian membangkang. Kematian Phytagoras pun kini masih menjadi simpang siur dikalangan sejawaran, ada yang mengatakan ia dibunuh karena konflik politik sampai dengan ia mati karena kelaparan.

Terlepas dari apapun itu, kita dapat melihat keunikan dari Phytagoras yaitu corak berpikir yang rasional sekaligus mistis dalam dirinya. Filsafat yang kita pandang sebagai lawan dari mitos, justru malah tumbuh subur dalam dirinya.

Editor: Yahya FR

Avatar
13 posts

About author
Mahasiswa S1 Program Studi Pendidikan Agama Islam di Fakultas Agama Islam UM Palangka Raya. Ketua Bidang Organisasi PC IMM Palangka Raya 2019-2020
Articles
Related posts
Falsafah

Deep Ecology: Gagasan Filsafat Ekologi Arne Naess

4 Mins read
Arne Naess adalah seorang filsuf Norwegia yang dikenal luas sebagai pencetus konsep “ekologi dalam” (deep ecology), sebuah pendekatan yang menggali akar permasalahan…
Falsafah

Sokrates: Guru Sejati adalah Diri Sendiri

3 Mins read
Dalam lanskap pendidikan filsafat, gagasan bahwa guru sejati adalah diri sendiri sangat sesuai dengan metode penyelidikan Sokrates, filsuf paling berpengaruh di zaman…
Falsafah

Homi K. Bhabha: Hibriditas, Mimikri, dan Ruang Ketiga

4 Mins read
Homi K. Bhabha, salah satu tokoh terkemuka dalam teori pascakolonial, berkontribusi membangun wacana seputar warisan kolonialisme secara mendalam, khususnya melalui konsepnya tentang…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

This will close in 0 seconds