Falsafah

Kerja dan Tuntutan Imperatif

2 Mins read

Oleh: Ikhsan Nur Sidiq*

Kerja merupakan objektifikasi dari manusia, merupakan pergumulan yang yg dilakukan manusia dengan alam material, dan upaya transformasi kemanusiaan. Manusia bekerja untuk menciptakan karya. Namun jeratan kapitalisme dan sejawatnya telah membuat manusia teralienasi. Manusia bekerja bukan untuk dirinya sendiri, melainkan diasingkan oleh jaring-jaring

Sedikit pemikiran Marx tentang kerja sebagai fungsi-fungsi kemanusiaan menjadi muqoddimah dalam tulisan ini. Disadari atau tidak, banyak manusia menganggap teori itu hanya utopia yang memainkan idealisme sesaat.

Ketidakpedulian pada cita-cita itu nyata karena jeratan kebutuhan justru menjadi elan-vital bagi manusia agar tetap bekerja sekalipun dalam alienasinya Marx yang khas.

Pada dasarnya manusia hidup panjang karena berhasil menyokong kebutuhannya. Kebutuhan menjadi prasyarat dari hidup layak. Kebutuhan-kebutuhan yang meliputi, kesenangan, hajat hidup serta sarana aktualisasi diri menjadi komoditi perihal hidup esensial. Kebutuhan dari emosi untuk memenuhi hal tersebut menaruh maksud agar manusia bekerja.

Bekerja dalam paksaan atau merupakan kerelaan. Keduanya adalah alasan manusia membayar upeti untuk memenuhi prasyarat hidup layak. Kerja sebagai bentuk alienasi atau objektivikasi diri ala Marx, merupakan manifestasi dari etos yang dimaksudkan untuk memenuhi kebutuhan.

Bahwa kesenangan selalu diupayakan untuk menjauhi kesengsaraan. Motif-motif yang berlaku bagi kesadaran mengenai kesenangan, seperti keamanan, kebanggaan, dan kerelaan menjadi sebuah hal yang prinsipil.

Meski motif ini berlaku dalam terma yang berbeda-beda, kasus seseorang mencari kesenangan adalah sama. Kesenangan mensyaratkan tindakan sebagai usaha menutup kebutuhan.

Begitupun dengan hajat hidup, menjadi basis esensial dari cara manusia melanggengkan eksistensinya. Sepanjang sejarah, manusia akan melalukan apapun untuk bisa mempertahankan kelangsungan hidupnya.

Bahkan pada tindakan-tindakan melanggar norma sekalipun. Manusia menjadi spesies yang bertahan melampaui spesies-spesies raksasa sekalipun.

Baca Juga  Islam dan Etika Kerja: Hindari Toxic Productivity

Aktualisasi diri, menjadi tema lanjutan dari kebutuhan lainnya. Sebagaimana Abraham Maslow menggambarkan matrik pencapaian diri manusia paling tinggi merupakan aktualisasi diri. Menghadirkan eksistensi dalam proses-proses sosial dengan menciptakan keteraturan.

Prinsip dari kriteria tersebut setidaknya sesuai dengan ukuran-ukuran pribadi. Dalam beberapa kasus lain tidak semua kesenangan dalam ukuran pribadi menjadi ukuran bagi kesenangan orang lain, begitupun sebaliknya. Setiap manusia mencari kebutuhan atas kesenangan dengan berbagai versi yang dikehendakinya.

Era milenium jadi babak yang penuh dengan aktifitas-aktifitas non-kerja. Jika kerja diperuntukan untuk sebuah kebutuhan. Maka aktifitas non-kerja justru diperuntukan pada nafsu-nafsu dan hasrat atas keinginan.

Alienasi yang terjadi justru karena manusia selalu mengalamatkan tindakan dan laku kerjanya tidak berorientasi pada cara memenuhi kebutuhan, melainkan dorongan nafsu dan hasrat keinginannya.

Keinginan dan Kebutuhan

Memahami kebutuhan dan keinginan menjadi proyek berikutnya dalam menuntaskan uraian ini. Dalam memberikan suatu pembedaan dari kebutuhan dan keinginan, kita bercermin dari prinsip Imperatif Kategori Kant.

Mengenai dorongan-dorongan melakukan suatu tindakan (Imperatif). Berbicara tentang tindakan, Kant membagi tindakan pada dua macam tindakan, yaitu tindakan hipotetis dan tindakan kategoris.

Mengenai tindakan hipotetis,  tindakan tersebut bekerja diperuntukan untuk sesuatu yang ingin dicapai. Keinginan merupakan perihal-perihal yang sifatnya diadakan. Keinginan-keinginan seperti makan enak, berlibur ke suatu tempat, pakaian mewah dan tempat tinggal yang bertingkat adalah alasan-alasan tindakan hipotetis bekerja. Tindakan tersebut dilakukan untuk memenuhi maksud keinginan yang serba diadakan.

Berbeda halnya dengan tindakan kategoris, tindakan ini mengisyaratkan satu pekerjaan yang diupayakan untuk memenuhi martabat manusia. Kebutuhan sebagaimana penerangan dimuka, merupakan komoditi demi tercapainya hidup yang esensial. Kesibukan menjadi produktifitas memenuhi kebutuhan.

Perihal tindakan dan kerja seperti itulah, manusia dapat bermartabat dan berdikari. Mengingkari segala bentuk-bentuk kesahajaan yang imitatif dan temporal. Manusia perlu bekerja untuk hidup panjang. Kerja yang penuh perhitungan lewat orientasi logis, sehingga aspek kemanusiaan yang satu ini terpenuhi.

Baca Juga  Pandangan Islam Bekerja di Bank Konvensional
*Instruktur Madya DPD IMM Jateng
Editor: Yahya FR
4 posts

About author
Sarjana Ilmu Al-Qur'an Tafsir, Instruktur DPD IMM Jawa Tengah
Articles
Related posts
Falsafah

Deep Ecology: Gagasan Filsafat Ekologi Arne Naess

4 Mins read
Arne Naess adalah seorang filsuf Norwegia yang dikenal luas sebagai pencetus konsep “ekologi dalam” (deep ecology), sebuah pendekatan yang menggali akar permasalahan…
Falsafah

Sokrates: Guru Sejati adalah Diri Sendiri

3 Mins read
Dalam lanskap pendidikan filsafat, gagasan bahwa guru sejati adalah diri sendiri sangat sesuai dengan metode penyelidikan Sokrates, filsuf paling berpengaruh di zaman…
Falsafah

Homi K. Bhabha: Hibriditas, Mimikri, dan Ruang Ketiga

4 Mins read
Homi K. Bhabha, salah satu tokoh terkemuka dalam teori pascakolonial, berkontribusi membangun wacana seputar warisan kolonialisme secara mendalam, khususnya melalui konsepnya tentang…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

This will close in 0 seconds