Dalam sebuah pidato yang sangat berkesan, KH Abdurrazaq Fakhruddin—biasa disebut Pak AR—menuturkan bahwa “Ranting adalah The Real Muhammadiyah.” Masih kata Pak AR, “Di Muhammadiyah tidak ada ‘toplevel,’ maka setinggi apapun kedudukan harus tetap aktif di ranting. Bergerak bersama. Sebab, Muhammadiyah itu tumbuh dari bawah ke atas, bukan dari atas mengalir ke bawah.”
Dari Ranting
Pak AR tetap ndeso meski Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah. Jadi, jangan pernah tinggalkan ranting meski sudah berkedudukan. Dari ranting itulah, Kemuhammadiyahan antum bisa diukur. Apa yang telah antum lakukan untuk Persyarikatan tercinta ini?
Di ranting inilah, para jamaah urunan. Dari membuat kue untuk pengajian di mushala depan rumah, hingga urunan membangun berbagai amal saleh: mushala, PAUD, sekolah, rumah sakit hingga universitas. Ketika amal usaha tumbuh pesat melampaui yang mendirikan, ranting tetap urunan dengan model yang kurang lebih sama.
Prof Din Syamsuddin menyebut bahwa, Muhammadiyah itu terbentuk dari federasi pemikiran, federasi gagasan, dan federasi amal. Dari ranting sambung menyambung menjadi cabang. Cabang sambung menyambung menjadi daerah. Daerah sambung menyambung menjadi wilayah. Wilayah sambung menyambung menjadi pusat.
Darinyalah ribuan masjid berdiri, ratusan Universiitas dan ribuan sekolah dibangun, ratusan bait amal dan layanan umat lainnya disembahkan untuk izzul Islam. Sebuah ikhtiar mencari ridha.
Kekuatan Muhammadiyah
Kekuatan Muhammadiyah tidak pada satu titik, tetapi berbasis jamaah. Bukan ‘pemimpin’ tapi ‘pimpinan,’ yang menunjukkan kolektif kolegial yang meneguhkan kekuatan bersama. Bukan kekuatan personal berdasar kharisma atau pesona yang dikeramatkan. Inilah yang disebut konsep ta’awwun: bersama berbuat bajik.
Ada yang menyebut bahwa Muhammadiyah adalah sebuah holding— tapi bukan sembarang holding. Karena Muhammadiyah berbasis massa (jamaah) yang militan dan berintegritas. Inilah holding amal saleh untuk maslahat yang lebih banyak. Muhammadiyah itu milik jamaah. Bukan milik pengurus, bukan milik ulama, bukan pula milik sekelompok yang mengatasnamakan apapun. Inilah kekuatan dan kehebatan Muhammadiyah.
Inilah representasi dari “organisasi yang diberkati,” kata Carl Whiterington, peneliti senior dari Amerika Serikat, dalam sebuah makalah tentang pergerakan pembaruan Islam modernis abad 20. Banyak orang berkata, Muhammadiyah itu dihuni orang-orang ikhlas dan suka berderma. Sebab itu, Muhammadiyah menjadi sangat kuat, tidak pernah bangkrut. Muhammadiyah tidak pernah pailit, sebab kas Muhammadiyah ada di saku jamaah.
Teringat Pesan Pak AR
Ada ranting yang sudah sangat kuat karena punya banyak amal usaha, tapi juga ada ranting yang masih baru belajar urunan. Ada daerah dengan puluhan amal usaha, tapi ada daerah yang baru belajar berdiri. Tidak perlu ada deskriminasi perlakuan karena inilah harmoni yang saling menggenapkan. Di Persyarikatan inilah, kita berlomba berebut beramal saleh, dengan niat terbaik, sedekah terbaik, waktu terbaik, dan pikiran terbaik.
Kata Pak AR, “ber-Muhammadiyah itu saling menggembirakan dan saling membahagiakan, bukan sebaliknya.” Buah tutur Pak AR ini, yang disampaikan saat Milad ke-84 di Universitas Muhammadiyah Malang, di Kampus 2 Sumbersari, pada 23 tahun yang lalu terus saya ingat.
Editor: Arif