Perspektif

Jangan Jadi “Muhammadiyah Garis Nesu”!

3 Mins read

Muhammadiyah sebagai gerakan Islam berkemajuan, telah berhasil menyelaraskan antara agama dan pengetahuan. KH. Ahmad Dahlan dalam merintis dakwahnya tidaklah mudah, banyak cacian dari orang-orang terdekatnya. Namun, perjuangan itu tidaklah surut.

Berbagai pembaharuan yang selaras dengan ajaran Islam beliau lakukan, mulai dari meluruskan arah kiblat hingga mendirikan pendidikan. Semua itu dilalui dengan berbagai tantangan, hingga akhirnya dakwah Muhammadiyah dari Kauman menyebar ke seluruh pelosok negeri bahkan mancanegara.

KH. Ahmad Dahlan tidak merasa lelah bahkan nesu (ngambek), semuanya ia jalani semata mengharap ridho Ilahi. Kini, Muhammadiyah menjadi salah satu ormas besar dengan peran besar pula di Indonesia.

Semua berkat semangat KH. Ahmad Dahlan yang tanpa ‘nesu’ dalam menghadapi tantangan yang datang. KH. Ahmad Dahlan mengaplikasikan apa yang ada didalam Al-Qur’an. Semua diawali dari membaca dan semangat mencerdaskan anak bangsa dengan semangat literasi. Dari literasi agama, pengetahuan, hingga kemasyarakatan (sosial).

Kurangnya Literasi Disaat Gerakan Literasi Digalakan

Banyak warga masyarakat kita yang masih tertarik baca judul, dengan tanpa membaca isi secara keseluruhan. Beberapa media online khususnya, banyak yang memakai diksi menarik pada judul sebuah artikel atau berita untuk menarik minat baca.

Sehingga headline sebuah artilel maupun berita menjadi daya tarik pembaca, namun tak sedikit pula masyarakat kita yang (hanya) membaca judul lalu mengambil kesimpulan sendiri sampai berkomentar.

Terlihat dari 2 tulisan saya di IBTimes.ID berjudul Apa Saya Masih (Dianggap) Muhammadiyah Sedangkan Saya Merokok? (02/02/2020) dan Sekolah Muhammadiyah: Sekolahnya Anak “Nakal”! (17/02/2020) yang menuai bermacam reaksi bahkan cacian, yang saya rasa karena mereka hanya membaca judul lalu berkomentar.

Padahal jika mereka mau membaca secara utuh, tulisan saya yang pertama adalah tentang keresahan diri saya secara pribadi yang mungkin dirasakan oleh mereka yang aktif di Persyarikatan namun masih mengkonsumsi rokok.

Baca Juga  Kampus Merdeka: Program Prematur yang Dipaksakan

Dan yang kedua, disana saya menulis tentang perbedaan sekolah Muhammadiyah dibanding sekolahan lain, yang dengan senang hati menerima peserta didik dengan berbagai karakter. Serta kelebihan pendidikan di Muhammadiyah sehingga mampu mengatasi siswa yang dianggap “nakal”,.Di mana, itu merupakan true story dari saya sendiri yang mendapatkan manfaat besar dari pendidikan di sekolah Muhammadiyah.

Headline yang sensitif terlihat menarik untuk dikomentari tanpa membaca keseluruhan isi tulisan. Yang menjadi problem dari masyarakat kita kebanyakan mungkin yang tertutup pikirannya adalah mulutnya yang selalu terbuka.

Rendahnya Tingkat Literasi

Apakah ini menandakan literasi masyarakat kita masih kurang? Hasil penelitian Program for International Student Assessment (PISA) Penelitian PISA menunjukkan rendahnya tingkat literasi Indonesia dibanding negara-negara di dunia. Ini adalah hasil penelitian terhadap 72 negara.

Respondennya adalah anak-anak sekolah usia 15 tahun, jumlahnya sekitar 540 ribu anak 15. Sampling error-nya kurang lebih 2 hingga 3 skor. Indonesia berada pada ranking 62 dari 70 negara yang disurvei (bukan 72 karena 2 negara lainnya yakni Malaysia dan Kazakhstan tak memenuhi kualifikasi penelitian) sebagaimana dilansir oleh detik.com.

Dari penelitian tersebut, kita dapat mengambil pelajaran, bahwa literasi itu sesuatu perlu dipahami serta diterapkan di era literasi. Sebagaimana tulisan saya di IBTimes.ID Literasi Wajib Dipahami Manusia Era Digital (01/02/2020) lalu.

Karena di literasi masih perlu penerapan, terutama di zaman yang serba digital dalam menyikapi informasi maupun tulisan yang beredar. Jangan sampai gerakan literasi dimana-mana digalakan, tapi kita sendiri kurang dalam membaca suatu tulisan.

Jangan Jadi Orang Muhammadiyah Yang Gampang Nesu

Meniru spirit KH. Ahmad Dahlan di atas, bahwa sebagai orang Muhammadiyah, baiknya kita menyikapi sesuatu itu dengan santun dan bijak. KH. Ahmad Dahlan tidak nesu (ngambek) ketika dakwahnya diabaikan bahkan dicaci oleh orang di sekitarnya, karena dalam berdakwah tidaklah mudah.

Baca Juga  Keterbukaan Menjadikan Islam Punya Peradaban yang Maju!

Begitupula dalam menyikapi banyak hal. diperlukan tabayyun agar tau isi, dan duduk masalahnya. Kita yang mengaku ber-Muhammadiyah, janganlah menjadi generasi yang suka nesu. Melihat perbedaan dengan kebencian, melihat suatu argumen dengan sentimen, KH. Ahmad Dahlan tidak mewariskan hal itu. Sebagai penerus dakwah beliau, harusnya kita mengikuti cara beliau.

Jika terjadi perbedaan pandangan dalam hal apapun, mengutip pidato Ketua Umum PP. Muhammadiyah pada Tanwir IMM di Lombok kemarin, “jadilhum billati hiya ahsan (debatlah mereka dengan cara yang baik).”

Berdebat yang mengedepankan akhlak dalam menemukan perbedaan pandangan, bukan dengan cacian atau makian karena nesu akan sesuatu hal yang kita belum melihatnya lebih dalam. Dimana kalimat Haedar Nashir tersebut sesuai dengan firman Allah pada surat An Nahl ayat 125 yang artinya;

Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk.”

Jangan sampai ada dan menjadi Muhammadiyah ‘Garis Nesu’ yang suka ngambek dalam menyikapi perbedaan atau permasalahan. Tirulah KH. Ahmad Dahlan dan para tokoh-tokoh Persyarikatan kita yang penuh kesantunan dalam bersikap.

Jangan Fanatik Muhammadiyah

Mengingat pesan KH. Ahmad Dahlan, “Kita boleh punya prinsip, tapi jangan fanatik. Karena fanatik ciri orang bodoh“. Dari kalimat itu sangat jelas, bahwa dalam ber-Muhammadiyah kita jangan suka menyalahkan dan men-judge orang yang berbeda pandangan dengan kita, apalagi soal agama.

Muhammadiyah bukan agama. Tidak ada maksud Muhammadiyah untuk menyebarkan keyakinannya agama sendiri,” begitulah pesan KH. Ahmad Dahlan, perbedaan adalah sebuah keniscayaan yang harus kita terima dengan kegembiraan.

Baca Juga  Bonus Demografi: Berkah atau Musibah?

Sebagai orang yang mengaku Muhammadiyah, sudah seharusnya kita meniru bapak pendirinya. Tidak gampang nesu, suka belajar, dan membaca. Tidak menerima ataupun membaca sesuatu dari judulnya saja. Jangan fanatik, sehingga ada hal yang terlihat menyinggung lalu panik dan emosional.

Mari lebih bijak dan membaca lebih suatu tulisan baik berita maupun artikel, agar kita tidak mudah tersulut api amarah. Karena Muhammadiyah adalah gerakan dakwah Islam berkemajuan yang mencerahkan, dari sejak zaman KH. Ahmad Dahlan hingga nanti diakhir zaman.

Editor: Yahya FR

Hendra Hari Wahyudi
97 posts

About author
Anggota Majelis Pustaka, Informasi dan Digitalisasi Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Jawa Timur periode 2022-2027
Articles
Related posts
Perspektif

Kejumudan Beragama: Refleksi atas Bahtsul Masail Pesantren NU yang Kurang Relevan

3 Mins read
Bahtsul Masail, tradisi intelektual khas pesantren Nahdlatul Ulama (NU), adalah salah satu warisan berharga dalam khazanah keilmuan Islam di Indonesia. Forum ini…
Perspektif

Menjadi Guru Hebat!

3 Mins read
Peringatan Hari Guru Nasional (25 November) tahun ini mengangkat tema, “Guru Hebat, Indonesia Kuat”. Tema ini menarik untuk dielaborasi lebih jauh mengingat…
Perspektif

Mengapa Masih Ada Praktik Beragama yang Intoleran?

3 Mins read
Dalam masyarakat yang religius, kesalihan ritual sering dianggap sebagai indikator utama dari keimanan seseorang. Aktivitas ibadah seperti salat, puasa, dan zikir menjadi…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

This will close in 0 seconds