Bagi para peminat kajian Sejarah Peradaban Islam tentu tidak terlalu asing dengan nama Asy-Syahrastani. Di antara karya-karyanya yang masyhur adalah kitab Al-Milal wa An-Nihal. Di balik sosok Syahrastani yang dikenal sebagai pakar ilmu kalam, sejarawan, dan pengarang produktif ternyata ia sejak belia telah terbiasa melakukan penelitian ilmiah.
Syahrastani
Nama lengkap Syahrastani adalah Muhammad bin Ahmad Abu al-Fatah Asy-Syahrastani Asy-Syafii. Beliau termasuk seorang pakar ilmu kalam dan pengarang yang sangat produktif. Dilahirkan dan dibesarkan di Syahrastan—masuk wilayah Khurasan (saat ini masuk territorial Iran). Di sana ia menuntut ilmu pengatahuan kepada para ulama pada zamannya, seperti Ahmad al-Khawafi, Abu Al-Qasim al-Ansyari, Abu Hasan al-Madayini, Abu Nashir bin Qasim al-Qusyairi.
Sejak kecil, Syahrastani dikenal cerdas dan rajin belajar. Memasuki usia belia, ia makin gemar belajar dan sering melakukan kajian dan penelitian. Dalam menyimpulkan suatu pendapat, ia selalu dalam posisi moderat dan tidak emosional. Kematangan kepribadiannya tercermin dalam setiap paparan pendapat dan kekuatan argumentasinya. Muhammad Said Al-Kailani (1961) menilai Syahrastani sebagai sosok yang sangat menguasai masalah yang ia teliti. Dengan demikian, ia mampu menghasilkan temuan-temuan yang bermanfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan.
Sebagaimana tradisi ulama-ulama pada masanya, Syahrastani gemar melakukan perjalanan jauh, mengembara dari satu daerah ke daerah lain, seperti ke Khawarizmi dan Khurasan. Ia bertemu dan bertukar pikiran dengan para ulama dan murid-murid mereka di daerah yang ia kunjungi. Dalam setiap kunjungan ke suatu daerah. Ia juga membuka pengajian kecil (halaqah) di masjid yang ia singgahi untuk memberikan kuliah terbuka.
Menetap di Baghdad
Memasuki usia 30 tahun, Syahrastani menunaikan ibadah haji ke Makkah, tepatnya pada tahun 510 H. Selesai menunaikan ibadah haji, ia berangkat ke Baghdad dan menetap di kota tersebut selama tiga tahun. Selama tiga tahun itulah, ia sempat memberikan kuliah di Universitas Nidzamiyyah. Konon, banyak ulama yang mengikuti perkuliahan yang disampaikan Syahrastani di universitas ini.
Kaum muslimin pada masanya lebih cenderung mempelajari ajaran agama dan kepercayaan untuk keperluan pribadi mereka. Biasanya, pengetahuan tersebut digunakan untuk membuktikan kebatilan suatu agama dan kepercayaan selain Allah. Kontestasi keyakinan dan ajaran Islam berhadapan dengan paham-paham atau aliran-aliran kepercayaan serta agama lain.
Dengan situasi yang demikian, maka para ulama dan pengarang pada zamannya terdorong untuk melahirkan karya-karya dengan tema agama dan aliran-aliran kepercayaan. Di antara pengarang-pengarang produktif pada masanya seperti Abdul Qahir al-Baghdadi menulis kitab Al-Furuq baina al-Furuq. Ibnu Hazm menulis kitab Al-Fashl fi Al-Milal wa An-Nihal. Al-Biruni menulis kitab Tahqiq ma li al-Hind min Maqulat Maqbulat fi Al-‘Aql au Mazulat. Sedangkan Syahrastani sendiri mengarang kitab Al-Milal wa An-Nihal. (Bersambung)
Editor: Yahya