Perspektif

Beriman dalam Bahaya Corona

3 Mins read

Ada ustaz menyebut jangan takut pada Corona dan takutlah Pada Allah SWT. Ungkapan itu memang tidak salah, tetapi kalau Corona itu adalah penyakit yang diturunkan dari sisi Allah, apakah kita masih tidak takut?

Setiap musibah, apapun bentuknya adalah ujian dan cobaan dari Allah. Sedapat mungkin harus dihindari dengan tata cara yang disarankan oleh ilmu dan akal serta syariat agama. Kita tidak boleh meninggalkan rasionalitas akal hanya karena alasan iman. Sebab Islam itu adalah agama iman dan akal.

Beragama harus dengan akal, tidak cukup hanya sebatas pada iman saja. Karena iman akan tersesat kalau ilmu tidak menerangi jalannya, dan ilmu akan berbahaya kalau iman tidak mendampinginya. Keduanya harus dijalankan secara bersamaan.

Maka, bertakwalah kepada Allah dengan menggunakan iman, ilmu, dan akal. Jalankanlah itu kalau mau mencapai puncak kesalehan disisi Tuhan.

Khusus umat Islam, tidak boleh beribadah secara berlebihan, bahkan dengan alasan iman mengarungi bahaya dan melawan ketetapan Allah. Penyakit itu adalah ujian Allah yang tidak boleh dianggap sepele. Menghindari penyakit adalah anjuran Islam.

Amirul Mu’minin Umar bin Khattab ketika hendak memasuki wilayah Syam, beliau berhenti di perbatasan menuju Syam. Karena Abu Ubaidillah bin Jarrah, yang ketika itu Gubernur Syam, menyampaikan bahwa ada wabah Tha’un yang menimpa wilayah Syam.

***

Setelah terjadi diskusi dan mendengarkan nasehat, akhirnya Amirul Mu’minin memutuskan untuk tidak memasuki Syam setelah mendengarkan hadis yang dibacakan oleh Abdurrahman bin Auf. Rasulullah SAW pernah bersabda: “Jika Kalian mendengar wabah melanda suatu negeri, maka jangan Kalian memasukinya, dan jika Kalian berada di daerah itu, jangan kalian keluar untuk lari darinya”. (HR. Bukhari dan Muslim)

Baca Juga  Komunikasi Virtual, Revolusi Baru di Indonesia

Kisah Amirul Mu’minin Umar bin Khattab adalah merupakan contoh yang harus diikuti oleh umat Islam, apalagi Rasulullah pernah bersabda. Kalau kita kontekskan dalam kondisi wabah Corona yang menyebar dengan cepat ini, maka kita perlu mendengarkan pendapat dan fatwa ulama, dalam hal ini Majelis Ulama Indonesia (MUI).

MUI telah melarang umat Islam untuk keluar meninggalkan rumahnya kalau tidak ada keperluan yang penting demi menghindari penyebaran virus Corona itu. Anjuran itu bahkan menghindari salat Jumat, atau salat berjamaah di masjid, sebab dengan keramaian, virus itu bisa menyebar dengan cepat.

Kalau di maknai dengan Ilmu dan akal, hadis Rasulullah di atas sangat jelas dan bisa diinterpretasikan dalam kondisi kita sekarang ini. Karena menghindari penyakit demi keselamatan diri, keluarga, dan manusia lainnya merupakan salah satu bentuk tanggungjawab kita sebagai manusia. Ttanpa harus mengurangi iman dengan menghindari sholat jumat.

***

Penyakit itu takdir Allah. Kalau kita nekat dengan alasan Iman menerobos penyakit itu, padahal ada takdir lain yang menjamin keselamatan diri kita, maka hal tersebut sangat bertentangan dengan anjuran Rasulullah.

Menahan diri dari bersikap gegabah terhadap Virus Corona ini tidak akan mengurangi keimanan kita, demi kemaslahatan manusia lainnya. Karena sejatinya iman adalah ibadah. Ibadah adalah pengabdian yang secara totalitas, yaitu “sesungguhnya salatku, ibadahku, hidup, dan matiku hanya untuk Allah SWT”.

Ibadah adalah untuk Allah saja, bukan untuk Corona atau untuk melawan takdir dan ketetapan Allah. Kalau hanya untuk mencari keridaan Allah, maka dalam pendemik yang berbahaya ini, ibadah untuk sementara dilakukan dengan sendiri-sendiri. Yang penting niatnya mengabdi kepada Allah.

Yang utama adalah ibadah, di manapun itu, semua adalah tempat untuk menyembah Allah. Bukankah timur, barat, utara, selatan adalah milik Allah? Kenapa kita tidak memanfaatkan itu dalam keadaan pendemik ini? Kenapa kita memaksakan keimanan kita, sementara itu membawa bahaya bagi keluarga dan orang disekitar kita, atau bahkan diri kita sendiri?

Baca Juga  Telepon Pintar

Bukankah Allah menyuruh kita untuk selalu mengingatnya dalam keadaan berdiri, duduk, dan berbaring. Dan Allah memerintahkan kita untuk mengingatnya pagi dan petang (berzikir kepada Allah). Jadi dimanapun tempatnya dalam keadaan apapun kita hanya diperintahkan untuk selalu dzikrullah.

Maka sekali lagi saya tegaskan Iman bukanlah pemaksaan kehendak, tetapi pengabdian kepada Allah dengan ilmu dan akal. Agama tidak menyuruh kita untuk gegabah atas nama Allah, apalagi gegabah dengan penyakit yang kita yakini sebagai ujian dari Allah.

Isolasi dan Lockdown untuk Allah

Orang-orang yang beriman yang ingin menenangkan diri dari berbagai hiruk pikuk dunia selalu menyendiri atau membatasi diri dengan keramaian dan dunia luar. Niatnya untuk lebih mendekatkan diri kepada Allah (taqarrub ilallah).

Niat mendekatkan diri bukan karena ingin menjauhi kehidupan yang ramai, tetapi untuk menyucikan diri dari berbagai macam polusi dan kemerosotan iman dan akhlak di tengah manusia.

Maka makna isolasi dan lockdown dalam konteks corona ini adalah menyucikan diri dan menghindari diri dari penyakit, sekaligus untuk memperhebat zikir kita kepada Allah dengan sungguh-sungguh.

Maka manfaat isolasi dan lockdown ini adalah untuk kembali mengingat Allah lebih khusu‘ lagi. Mungkin di hari-hari biasa kita disibukkan dengan berbagai aktivitas kita, karena itu ibadah dilakukan dengan “marathon” sehingga berzikir tidak sempat.

Dengan adanya isolasi diri dan lockdown ini memberikan kesempatan kita untuk berdoa lebih khusu’ berzikir lebih panjang dan mengingat Allah lebih banyak. Kita perlu menganggap ujian ini sebagai cara Allah mengatur kembali ingatan kita pada-Nya.

Dan Islam tidak melarang orang beribadah sendiri-sendiri, Islam menganjurkan salat berjamaah dengan lipatan pahala, namun mengatasnamakan iman untuk menerjang bahaya penyakit yang menjadi ketentuan Allah tentu tidak dibenarkan.

Baca Juga  Mau Sampai Kapan IMM Tak Peduli dengan Komisariat?

Maka untuk menghindari penyebaran penyakit ini, kita sebaiknya mengikuti fatwa MUI dan mengikuti anjuran berbagai pihak yang lebih mengerti penangkalan wabah ini. Kita tidak bisa mengambil jalan sendiri, tetapi membahayakan banyak orang.

Wallahualam bisshawab.

Editor: Yahya FR
Related posts
Perspektif

Etika di Persimpangan Jalan Kemanusiaan

1 Mins read
Manusia dalam menjalankan kehidupannya mengharuskan dirinya untuk berfikir dan memutuskan sesuatu. Lalu Keputusan itulah yang nanti akan mengantarkan diri manusia ke dalam…
Perspektif

Kejumudan Beragama: Refleksi atas Bahtsul Masail Pesantren NU yang Kurang Relevan

3 Mins read
Bahtsul Masail, tradisi intelektual khas pesantren Nahdlatul Ulama (NU), adalah salah satu warisan berharga dalam khazanah keilmuan Islam di Indonesia. Forum ini…
Perspektif

Menjadi Guru Hebat!

3 Mins read
Peringatan Hari Guru Nasional (25 November) tahun ini mengangkat tema, “Guru Hebat, Indonesia Kuat”. Tema ini menarik untuk dielaborasi lebih jauh mengingat…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

This will close in 0 seconds