Perspektif

Hal yang Bisa Kita Lakukan Selama #DirumahAja

3 Mins read

​Sebagai salah satu upaya pencegahan dari meluasnya virus Covid-19, Pimpinan Pusat Muhammadiyah mengadakan pengajian umum dengan tema “Virus Korona: Masalah dan Penanganannya”. Pengajian umum itu juga dihadiri oleh narasumber-narasumber yang memang kompeten dan dianggap mampu untuk menerjemahkan, sekaligus memberikan informasi yang ruwet mengenai Corona kepada khalayak, terkhusus kepadawarga Persyarikatan. Salah satu dari narasumber yang hadir malam itu, adalah dr. Corona.

Apa yang Kita Bisa Lakukan?

​Dokter Corona dalam pemaparannya menyampaikan apa yang bisa kita lakukan sebagai masyarakat untuk memperlambat laju penyebaran virus yang serupa dengan namanya itu. Ia menyebutnya sebagai Safari, atau Sadar Faktor Resiko Diri. Saya sangat sepakat dengan apa yang dr. Corona sampaikan karena Saya selalu percaya bahwa segala macam perubahan besar, selalu dimulai dari diri sendiri. Dari bagaimana mindset kita dibentuk, dan bagaimana kita berperilaku. 

​Safari, sebagaimana dikatakan oleh dr. Corona, hari ini menjadi hal yang sangat penting. Virus Covid-19 ini adalah virus yang sangat mudah untuk menyebar. Artinya, tiap orang sejatinya punya potensi yang sama untuk ditularkan atau menularkan. Antisipasi individual seperti rutin mencuci tangan, dan #DirumahAja, hari ini sudah menjadi sebuah urgensi. Tapi tentu, sebelum masuk kepada tahap itu, Safari pertama-tama harus tuntas dalam tataran pikiran, atau mindset

​Media sosial dan Internet punya peran yang sangat vital dalam tataran pikiran itu. Karena bagaimana pandangan kita mengenai virus ini adalah bisa jadi dipengaruhi oleh bagaimana pandangan kebanyakan orang. Ini artinya, media sosial sebagai platform dengan jutaan atau bahkan miliyaran orang didalamnya, dapat sangat konstruktif menyusun serangkaian informasi di dalam kepala kita. 

​Semakin baik dan semakin banyak informasi, maka kita akan semakin aware. Namun, semakin tak acuh dan semakin informasi itu menyesatkan, maka kita semakin ignorance dan denial. Rasa denial dan ignorance itulah yang kemudian menjadikan Safari menjadi sulit. Pola penyebaran informasi itulah yang kemudian harus kita kuasai dan kita isi dengan informasi-informasi yang mencerahkan. 

Baca Juga  Home Learning: Antara Pembangunan Karakter dan Pembelajaran Berbasis Projek

Media Sosial dan Kesalihan Digital

​Media sosial merupakan sebuah platform dimana setiap orang bebas berpendapat. Media sosial sebagai salah satu faktor pembentuk pola pikir kita terhadap Corona, sudah saya singgung sebelumnya. PR kita selanjutnya adalah, bagaimana kemudian menciptakan linimasa yang menyejukkan, bagaimana kemudian menciptakan mindset dimana masyarakat harus melihat Corona sebagai sesuatu yang harus diantisipasi dengan bijak, bukan dengan gegabah, penuh ketakutan, atau bahkan penuh teror. 

​Pada era Hyper Connected World, masyarakat akan cenderung membagikan sesuatu yang relate dengan kehidupan mereka. Artinya, dalam hal ini, mereka bukan hanya menyebarkan konten, tapi menyebarkan opini. Mereka bukan hanya Sharing, tapi juga Shaping. Dalam upaya kita mencegah dan menanggulangi virus ini, maka pada akhirnya gerakan-gerakan yang mencerahkan sebagaimana saya sebut, haruslah melibatkan setiap aspek masyarakat dalam media sosial. Siapa yang menggerakkan, dan cerita dibalik gerakan itu haruslah disadari secara penuh oleh seluruh warganet.

​Tagar #DirumahAja yang dipopulerkan oleh Mbak Najwa Shihab di media sosial, adalah salah satu gerakan yang perlu kita tiru dan ikuti. Gerakan ini lahir sebagai upaya Mbak Nana, mengajak masyarakat untuk tidak keluyuran, selama aktivitas di kampus atau kantor diliburkan. 

​Secara garis besar, tagar #DirumahAja sebenarnya adalah seruan untuk kita melakukan Social distancing sebagai salah satu cara untuk menghambat laju penyebaran virus Covid-19. Tapi yang menjadi pertanyaan adalah, seberapa banyak orang yang mengetahui istilah itu? 

​Tagar #DirumahAja adalah sebuah bukti bahwa masyarakat akan cenderung melakukan dan membagikan sesuatu yang dianggap relate dengan mereka. Bahasa yang digunakan dalam tagar itu tidak ribet, tapi juga tidak menghilangkan esensi dari apa yang hendak disampaikan. Tagar itu kini sudah digunakan lebih dari 81 ribu kali dalam postingan di Instagram.

Baca Juga  Spirit Literasi dan Matinya Kepakaran dalam Kehidupan Inersia (Bagian 1)

​Pola penyebaran informasi sedemikian juga harus kita tiru. Bagaimana kemudian dapat menggerakkan, maka pertama-tama movement yang dibuat harus menjadi sesuatu yang relate. Nah, pada tahap inilah kemudian intelektual-intelektual dan warga persyarikatan harus bekerja ekstra untuk menerjemahkan agar bagaimana kemudian masyarakat dapat mengerti dan mau untuk ikut terlibat. 

​Peran kita sebagai individual dan segerombol influencer di media sosial juga penting. Muhammadiyah membutuhkan content creator dan influencer yang mampu untuk memobilisasi masyarakat agar turut terlibat dalam pencegahan virus Covid-19 ini. Untuk menjadi influencer itulah maka kemudian, tidak cukup kita hanya bermanfaat untuk diri sendiri. 

​Tiap-tiap dari kita kini butuh kesalihan digital. Media sosial sudah memberikan ruang itu, maka kemudian buatlah konten yang bukan hanya untuk kepentingan personal, tapi kolektif. Sebarkan sesuatu yang informatif, dan bermanfaat untuk sesama. Karena hari ini, kita bukan hanya butuh kesalihan offline, tapi juga kesalihan digital, atau kesalihan online. Manifestasi nilai-nilai kesalihan kita, tidak cukup pada diri sendiri atau tetangga-tetangga. Kita perlu untuk mencakup wilayah yang lebih luas, masyarakat yang lebih majemuk, dan lebih global. 

​Media sosial adalah platform yang mampu kita gunakan untuk mencerahkan semesta. Gagasan-gagasan yang kita bangun dalam bermedia sosial harus mencirikan warga persyarikatan yang bukan hanya mencerdaskan, tapi juga mencerahkan. Semoga wabah ini cepat berlalu. Tetap jaga kesehatan, rajin cuci tangan, dan #DirumahAja.

Related posts
Perspektif

Fenomena Over Branding Institusi Pendidikan, Muhammadiyah Perlu Hati-hati!

4 Mins read
Seiring dengan perkembangan zaman, institusi pendidikan di Indonesia terus bertransformasi. Arus globalisasi tentu memainkan peran penting dalam menentukan kebutuhan pendidikan di era…
Perspektif

Hakim, Undang-Undang, dan Hukum Progresif

3 Mins read
Putusan hakim idealnya mengandung aspek kepastian, keadilan, dan kemanfaatan. Dalam implementasinya tidak mudah untuk mensinergikan ketiga aspek tersebut, terutama antara aspek kepastian…
Perspektif

11 Kategori Pengkritik Jurnal Terindeks Scopus, Kamu yang Mana?

2 Mins read
Dalam amatan penulis, ada beberapa kategori pengkritik jurnal terindeks scopus. Dalam tulisan ini, setidaknya ada 11 kategori yang saya temui. Berikut ulasan…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *