Perspektif

Haedar Nashir Berpuisi: Menggagas Kemajuan dengan Keindahan

3 Mins read

Stereotip bahwa puisi sekadar kata-kata indah yang sering digunakan untuk berkhayal, meng-gombal, atau merayu; perlu diluruskan, sebab puisi lebih dari sekadar kata-kata. Puisi tidak hanya tentang urusan percintaan, tetapi segala urusan kehidupan. Salah satu sastrawan terbaik Indonesia, Sapardi Djoko Damono mengartikan puisi sebagai hasil upaya manusia untuk menciptakan dunia kecil dalam kata yang bisa digunakan untuk membayangkan, memahami, dan menghayati dunia yang lebih besar dan lebih dalam.

Berdasarkan pengertian tersebut, Sapardi ingin mengungkapkan bahwa puisi adalah cara yang indah dan menyenangkan untuk menyampaikan hal-hal yang lebih kompleks. Fungsi puisi tersebut mampu dimanfaatkan dengan sangat baik oleh Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Haedar Nashir dalam mengungkapkan dilema seorang guru di antara mengabdi atau mengejar materi pada 24 November tahun lalu.

Puisi Menjelma Perintah yang Indah

Puisi dengan judul Guru di Masa Perubahan yang ditulis oleh Haedar Nashir sempat viral di media sosial. Bagi saya, hal ini cukup lumrah karena diksi-diksi yang ditulis Haedar Nashir memang cukup menggugah. Terdapat kesan perintah dan harapan dalam setiap baris puisi tersebut.

Hebatnya, ‘perintah’ tersebut tersampaikan tanpa perlu berseru dan memaksa, sebab disampaikan dengan cara yang lebih indah. ‘Perintah’ tersebut menjelma menjadi sebuah kesadaran, bukan paksaan. Hal ini terlihat pada kutipan di bawah ini,

Guru
Ketika Zaman Berubah
Segala Pamrih Menjadi Lumrah
Adakah Banyak Guru
Masih Digugu dan Ditiru
Menebar Nilai Pencerah

Kutipan di atas mengandung ‘perintah’ kepada para guru di seluruh pelosok Indonesia agar tetap menjadi sosok Pahlawan Tanpa Tanda Jasa, meskipun kini tanda jasa dianggap sebagai hal yang biasa. Namun ‘perintah’ tersebut mampu terkemas dengan rapi lewat bahasa indah puisi. Sehingga kesan yang tertangkap ketika kali pertama membaca kutipan puisi di atas adalah kesadaran diri.

Baca Juga  Ulama-Ulama Sufi yang Dikritik Ibnu Taimiyah

Diri yang menyadari bahwa tak seharusnya seorang pendidik lebih mengutamakan materi dibandingkan mencerdaskan anak negeri. Diri yang menyadari bahwa tak semestinya seorang guru lebih mementingkan kepentingan pribadi dibandingkan membentuk karakter-karakter siswa menjadi manusia yang lebih berarti.

Kutipan lainnya dari puisi Guru di Masa Perubahan yang cukup menarik adalah bagian problem dilematis seorang guru ketika dihadapkan pada iming-iming sertifikasi atau berkidmat sepenuh hati. Berikut kutipannya:

Guru
Kini Engkau dalam Jeruji
Dicengkeram Rezim Sertifikasi
Masihkah Engkau Peduli
Menjadi Pendidik Akal-Budi
Berkhidmat Sepenuh Hati
Bagi Kemajuan Negeri

Kesan ‘perintah’ dari kutipan puisi di atas terletak pada tiga baris terakhir (menjadi pendidik akal-budi, berkhidmat sepenuh hati bagi kemajuan negeri). ‘Perintah’ yang terselip adalah menjadi sosok guru dengan hati yang tulus dan ikhlas, meskipun ketiadaan sertifikasi membuat sesak napas.

Telah menjadi fakta bahwa di beberapa daerah tertentu; guru yang belum mendapatkan sertifikasi, mengalami kesulitan dalam hal memenuhi kebutuhan sehari-hari sebab gaji yang tak mencukupi. Bahkan dalam beberapa kasus tertentu, gaji sering terlambat dicairkan. Lagi-lagi; kesan ‘perintah’ terbalut dengan indah dengan diksi kalimat tanya (masihkah engkau peduli?).

Kalimat tanya ini mampu menyembunyikan perintah menjadi sebuah pertanyaan dan pertanyaan adalah satu di antara cara yang dapat digunakan untuk mencongkel sebuah kesadaran.

Puisi Guru di Masa Perubahan ditutup dengan manis oleh Haedar Nashir dengan diksi yang berisi harapan untuk Indonesia yang Berkemajuan. Berikut kutipan puisinya:

Guru
Engkau adalah Dambaan
Pembawa Sukma Keadaban
Di Seluruh Tanah Harapan
Bagi Indonesia Berkemajuan

Lewat kutipan pamungkas di atas, Haedar Nashir mampu menggetarkan sanubari mereka-mereka yang berprofesi sebagai guru. Bahwa mereka adalah dambaan setiap insan, mereka adalah harapan setiap insan, dan mereka adalah salah satu kunci untuk Indonesia berkemajuan.

Baca Juga  Maaf ke Buya Syafii: Pasca Tsunami Politik Menerpa Muhammadiyah

Puisi Mampu Menginspirasi

Pada pembuka tulisan telah disebutkan bahwa puisi lebih dari sekadar kata-kata. Hal ini bukanlah asumsi belaka, sebab pernyataan tersebut dapat dibuktikan dengan fakta-fakta. Fakta pertama adalah pemberian nama bayi kembar milik penyanyi terkenal Amerika, Beyonce.

Pemberian nama bayi kembar mereka terinspirasi penyair favoritnya, yakni Maulana Jalaluddin Rumi. Nama bayi kembarnya adalah Rumi Carter dan Sir Carter. Ketika diwawancarai oleh Elliot Wilson dan Brian Miller, Beyonce mengatakan bahwa Maulana Jalaluddin Rumi adalah penyair kesukaannya dan menggunakan nama Rumi pada Rumi Carter; sedangkan Sir terinspirasi dari kutipan puisi Jalaluddin Rumi yang berbunyi “Bring the pure wine of love and freedom. But Sir, a tornado is coming”.

Tak hanya Beyonce, personel band Coldplay (Chris Martin) mengatakan bahwa ketika dia merasa kehilangan arah dan putus asa, maka dia akan membaca puisi-puisi Jalaluddin Rumi. Chris Martin juga menuturkan bahwa puisi-puisi Jalaluddin Rumi memiliki pengaruh penting dalam pola pikir dan sudut pandangnya terhadap kehidupan.

Senada dengan pernyataan-pernyataan di atas, seorang penulis terkenal (Annemarie Schimmel) dalam The Triumphal Sun: A Study of The Works of Jalaluddin Rumi mengungkapkan bahwa Maulana Jalaluddin Rumi adalah pembimbing bagi siapapun yang merasa tidak mengenal dirinya sendiri. Tak hanya itu, puisi-puisi Maulana Jalaluddin Rumi telah mampu membuka tabir terbesar tentang cinta.

Fakta terakhir adalah ungkapan seorang doktor filsafat, sejarah, dan sains dari Pennsylvania (David Fideler). Ia mengatakan bahwa puisi-puisi Maulana Jalaluddin Rumi yang diselimuti rasa cinta terhadap Tuhan mampu menghentikan waktu di sekeliling pembacanya. Hal ini dapat dirasakan dalam kutipan puisi Rumi yang berbunyi “Ingatlah Tuhan sebanyak-banyaknya, hingga kau terlupakan. Biarkan penyeru Yang Diseru musnah dalam seruan”.

Baca Juga  Teori Evolusi Agama Robert N. Bellah: dari Mistis, Dogmatis, hingga Estetis

Sebagaimana fakta-fakta di atas, tentu saja terpercik harapan agar puisi Guru di Masa Perubahan karya Haedar Nashir mampu menginspirasi seluruh pendidik di seluruh pelosok negeri.

***

Puisi mampu memberikan sentuhan bagi mereka yang hanya bisa disentuh lewat perasaan. Oleh sebab itu, puisi dapat menjadi jalan untuk menghubungkan antara pesan yang ingin disampaikan dengan hati mereka yang paling dalam.

Editor: Nabhan

Avatar
8 posts

About author
Penulis. Alumnus Magister Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia.
Articles
Related posts
Perspektif

Fenomena Over Branding Institusi Pendidikan, Muhammadiyah Perlu Hati-hati!

4 Mins read
Seiring dengan perkembangan zaman, institusi pendidikan di Indonesia terus bertransformasi. Arus globalisasi tentu memainkan peran penting dalam menentukan kebutuhan pendidikan di era…
Perspektif

Hakim, Undang-Undang, dan Hukum Progresif

3 Mins read
Putusan hakim idealnya mengandung aspek kepastian, keadilan, dan kemanfaatan. Dalam implementasinya tidak mudah untuk mensinergikan ketiga aspek tersebut, terutama antara aspek kepastian…
Perspektif

11 Kategori Pengkritik Jurnal Terindeks Scopus, Kamu yang Mana?

2 Mins read
Dalam amatan penulis, ada beberapa kategori pengkritik jurnal terindeks scopus. Dalam tulisan ini, setidaknya ada 11 kategori yang saya temui. Berikut ulasan…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *