Perspektif

Islam Berkemajuan Enteng-Entengan

3 Mins read

Salah satu agenda penting di Muktamar Muhammadiyah Aisyiyah ke-48 adalah pembahasan tentang Risalah Islam Berkemajuan. Pertanyaan apa dan bagaimana itu Islam Berkemajuan akan dijawab oleh muktamirin di Solo akhir November nanti. Draf materinya sudah jadi dan sudah diedarkan ke lembaga-lembaga terkait untuk dipelajari sebelum datang ke arena Muktamar.

Jadi, sampai tulisan ini diterbitkan, Muhammadiyah belum memiliki jawaban resmi tentang apa dan bagaimana Islam Berkemajuan itu. Draf itu tentu bisa jadi diubah atau bahkan ditolak sama sekali. Tergantung muktamirin. Namun, realitanya, sebenarnya Muhammadiyah dan sebagian umat Islam yang lain telah dengan begitu baik menjalankan apa dan bagaimana Islam Berkemajuan itu. Mari kita bahas apa dan bagaimana Islam Berkemajuan secara enteng-entengan.

Islam Berkemajuan adalah Islam yang humanis. Apakah ada Islam yang tidak humanis? Ada. Lihatlah Islam ala ISIS. Apakah itu Islam? Islam. Tapi Islam versi mereka. Lalu mana Islam yang benar? Tentu setiap orang meyakini Islamnya sebagai Islam yang paling benar. Tapi saya yakin dan teguh dalam keyakinan itu bahwa Islam yang benar adalah Islam yang humanis.

Apa maksud dari humanis? Orang sering bilang humanis itu memanusiakan manusia. Apakah ada manusia yang tidak dimanusiakan? Ya itu tadi. Manusia yang murah nyawanya. Dibunuh tanpa dosa. Di-dor! seketika. Mereka, korban-korban ISIS itu, adalah manusia, tapi tidak diperlakukan secara manusiawi.

Tapi contoh ISIS itu terlalu jauh. Oke, kita cari yang dekat. Memanusiakan manusia berarti menghargai kemuliaan manusia. Bahasa kerennya adalah menghargai al-karomah al-insaniyyah. Yang lebih keren lagi adalah human dignity.

Menghargai manusia berarti menghargai pilihan hidupnya. Termasuk pilihan beragama. Kalau ada orang mau jadi Ahmadiyah, ya sudah. Itu pilihan hidupnya. Kalau ada orang mau ateis, ya terserah. Kalau ada orang mau jadi Syiah, ya monggo. Tafadzol. Tidak perlu kita caci maki. Tidak perlu kita hina. Apalagi sampai dicurigai mau membantai orang-orang Sunni dan menjadikan Indonesia seperti Suriah. Naif sekali!

Baca Juga  Muhammadiyah Selalu Independen di Tengah Polemik

Islam Berkemajuan juga Islam yang kontekstual. Apa itu kontekstual? Singkatnya, kontekstual itu sesuai konteks. Konteks itu tempat dan waktu. Di sini dan saat ini. Maka, wujud Islam di sini dan saat ini berbeda dengan wujud Islam di Madinah di zaman Nabi SAW. Wujudnya saja. Hakikatnya sih sama.

Kontekstual itu artinya mensakralkan hakikat, memprofankan wujud. Misalnya, nabi dulu pakai gamis. Hakikat dari pakaian dalam Islam adalah menutup aurat. Nabi mewujudkan pakaian dalam bentuk gamis. Karna memang pakaian orang Arab itu gamis. Sementara, pakaian orang Indonesia bukan gamis. Tapi kalau Anda mau pakai gamis, ya tidak apa-apa. Bebas. Itu hak. Asalkan tidak menjelek-jelekkan orang yang tidak pakai gamis.

Hal yang sama juga berlaku bagi jenggot dan celak. Jangan salah. Sebagian umat Islam menganggap memakai celak itu bagian dari sunnah. Tapi ini adalah hal yang wujud, bukan hakikat.

Islam Berkemajuan juga Islam yang solutif. Memberikan solusi. Bukan marah-marah tidak jelas. Kalau Anda tidak suka dengan orang LGBTQ+, coba kasih solusi. Jangan marah-marah saja. Kelompok minoritas seperti ini hidupnya sudah susah. Dikucilkan masyarakat, dikucilkan keluarga, plus dimarahi oleh kelompok agama. Lengkap sudah.

Kalau ada masyarakat miskin, bantu. Kasih pekerjaan. Kalau ada yang kena bencana, bantu. Kalau ada yang tidak bisa sekolah, kasih beasiswa. Kalau ada yang tidak bisa datang ke rumah sakit, kasih pinjam mobil ambulans. Itulah wujud sederhana dari Islam Berkemajuan. Tidak perlu marah-marah. Islam itu agama ramah, bukan agama marah.

Tidak marah bukan berarti longgar terhadap segala sesuatu. Marah beda dengan tegas. Marah itu reaktif dan emosional. Sedangkan tegas itu administratif dan prosedural. Tegas itu sesuai porsi. Kalau A ya bilang A. Kalau B ya bilang B. Tapi tetap santun. Sedangkan marah itu seperti apa Anda tentu sudah mafhum.

Baca Juga  Debat Politik: Sebuah Diskursus Tentang Etika, Kognisi, dan Afeksi

Islam itu tegas tapi santun. Kalau halal ya halal. Kalau haram ya haram. Tapi saling menghormati. Kalau menurut kita haram, menurut orang lain halal, ya sudah. Jangan dipaksakan. Toh kita tidak tau tafsir siapa yang paling benar.

Islam Berkemajuan itu Islam yang welas asih. Penuh rahmat. Tuhan digambarkan sebagai sosok yang penuh cinta. Mencintai dan mengasihi makhluknya tanpa batas. Memberi ampun kepada semua kesalahan dan memberi balasan yang baik atas kebaikan. Tuhan bukan sosok kejam yang siap memberi hukuman atas setiap kesalahan. Sifat welas asih-Nya melampaui segalanya.

Konsekuensinya, setiap manusia selayaknya mengedepankan etika kasih sayang dan cinta terhadap sesama. Prasangka buruk dan saling tikung bukan bagian dari ajaran Islam Berkemajuan. Memberikan stigma kepada orang lain juga bukan bagian dari perwujudan kasih sayang Tuhan. Mendiskriminasi orang lain adalah perbuatan buruk yang harus dijauhi sesegera mungkin.

Tidak ada tempat bagi prasangka dalam Islam Berkemajuan. Tidak ada tempat bagi perilaku saling menjatuhkan. Tidak ada tempat bagi sikap-sikap korupsi dan kolusi. Islam Berkemajuan memberi porsi yang besar pada kerja sama antar individu dan antar kelompok. Kerja sama-kerja sama itu akan menguatkan kohesi sosial. Menguatnya ikatan sosial berguna bagi kemajuan peradaban.

Islam Berkemajuan memiliki dimensi yang luas. Tapi, kalau semua dibahas dan diulas, nanti jadi berat, tidak jadi enteng. Makanya, kita cukup bahas sebagian yang dianggap paling penting dan mewakili saja.

Pandangan ini, sekali lagi, bukan pandangan resmi. Ia hanya merupakan tafsir dari apa yang penulis lihat selama bersentuhan dengan ormas terbesar di dunia itu. Tentu, apa yang dibahas di Muktamar nanti akan jauh lebih lengkap dan lebih komprehensif, sekaligus lebih berat. Kalau saya ya yang enteng-enteng saja lah!

Baca Juga  Kuntowijoyo (2): Iman dan Kemajuan
Avatar
108 posts

About author
Mahasiswa Dual Degree Universitas Islam Internasional Indonesia - University of Edinburgh
Articles
Related posts
Perspektif

Fenomena Over Branding Institusi Pendidikan, Muhammadiyah Perlu Hati-hati!

4 Mins read
Seiring dengan perkembangan zaman, institusi pendidikan di Indonesia terus bertransformasi. Arus globalisasi tentu memainkan peran penting dalam menentukan kebutuhan pendidikan di era…
Perspektif

Hakim, Undang-Undang, dan Hukum Progresif

3 Mins read
Putusan hakim idealnya mengandung aspek kepastian, keadilan, dan kemanfaatan. Dalam implementasinya tidak mudah untuk mensinergikan ketiga aspek tersebut, terutama antara aspek kepastian…
Perspektif

11 Kategori Pengkritik Jurnal Terindeks Scopus, Kamu yang Mana?

2 Mins read
Dalam amatan penulis, ada beberapa kategori pengkritik jurnal terindeks scopus. Dalam tulisan ini, setidaknya ada 11 kategori yang saya temui. Berikut ulasan…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *