Fikih

Perlukah Konsep Kafa’ah (Sekufu) dalam Pernikahan?

3 Mins read

Pernikahan atau perkawinan merupakan suatu hal yang suci dalam kehidupan manusia (suami-istri). Pernikahan juga merupakan sebuah kebutuhan bagi tiap-tiap manusia yang harus terpenuhi, karena menyangkut dengan kebutuhan biologis atau sebagai jalan untuk berkembang biak dan kelestarian kehidupan manusia di muka bumi ini.

Bahkan di dalam agama khususnya Islam, sangat dianjurkan untuk menikah dan banyak ayat di dalam Al-Qur’an yang menejelaskan tentang anjuran menikah. Salah satu ayat Al-Qur’an yang memberikan ketentuan dan sebagai dasar mengenai perkawinan terdapat dalam surat Ar-Rum: 21 yang artinya: “Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu istri-istrimu dari jenismu sendiri yang kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya. Dan dijadikan-Nya di antaramu kasih dan sayang, sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir“.

Dari Annas bin Malik, bahwa Rasulullah SAW bersabda; “Jika seorang hamba menikah, maka ia telah memperoleh separuh agamanya. Oleh karena itu menunggulah ia bertakwa kepada Allah untuk separuh yang pergi.”

Dalam Bab I Pasal I Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang perkawinan dijelaskan bahwa pengertian perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan untuk membentuk keluarga sejahtera, kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.

Salah satu pertimbangan yang penting sebelum menuju gerbang keluarga adalah menentukan calon pasangan dengan memperhatikan kafa’ah. Pada dasarnya, Islam tidak menetapkan bahwa seorang laki laki hanya boleh menikah dengan perempuan yang sama kedudukanya, baik dalam profesi, harta, suku, dan lain sebagainya.

Dengan ungkapan lain, Islam tidak membuat aturan mengenai kafa’ah, tetapi yang menetapkan adalah manusia itu sendiri. Dan Islam memandang bahwa manusia diciptakan sama, yang membedakan hanya ketakwaannya.

Baca Juga  Bolehkah Dana Qurban Dialihkan Untuk Penanganan Covid-19?

Di dalam hukum perkawinan di Indonesia, tidak ditemukan adanya konsep kafa’ah bagi calon mempelai yang akan melakukan pernikahan. Hanya di dalam pasal 2 ayat 1 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 dinyatakan bahwa perkawinan adalah sah apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agamanya dan kepercayaannya itu.

***

Secara tidak langsung, ayat ini menjelaskan apabila pasangan yang akan melaksanakan perkawinan, harus ada persamaan dalam hal agama yang dianutnya. Namun tidak ditemukan konsep keseimbangan dalam hal pendidikan, status sosial, kekayaan, kemerdekaan, suku, dan sebagainya.

Referensi lain, yaitu kompilasi hukum Islam di Indonesia pada Bab 1 tentang perkawinan, juga tidak ditemukan bahwa syarat sekufu (kafa’ah) harus ada bagi tiap-tiap orang yang akan melangsungkan perkawinan.

Dan untuk aturan pencegahan perkawinan atau lebih jelasnya di dalam pasal 61 Kompilasi Hukum Islam menyebutkan bahwa, “ Tidak sekufu tidak dapat dijadikan alasan untuk mencegah perkawinan, kecuali tidak sekufu karena perbedaan agama atau ikhtilaafu al dien.”

Maksud dari kafa’ah itu sendiri adalah kesetaraan, keseimbangan, dan keserasian antara calon mempelai suami-istri sehingga masing-masing calon tidak merasa berat atau merasa minder di hadapan calonnya untuk melaksanakan pernikahan.

Pemahaman tentang kafa’ah menjadi sangat penting bagi orang yang akan melakukan pernikahan, karena kafa’ah merupakan salah satu faktor yang dapat menciptakan kebahagiaan dan keharmonisan dalam keluarga, sebagaimana tujuan dari perkawinan itu sendiri.

Meskipun di dalam Al-Qur’an tidak menjelaskan dengan detail tentang kafa’ah, namun perlu kita cermati lebih teliti dapat ditemukan beberapa ayat yang mengisyaratkan adanya kafa’ah. Salah satunya adalah surat Al-Baqarah: 221, yang di dalamnya terdapat larangan tentang menikahi wanita-wanita yang musyrik, sebelum mereka beriman.

Kafa’ah dalam memilih pasangan juga sering didasari pada hadis yang diriwayatkan oleh Imam Muslim yang berbunyi; dari Abi Hurairah RA, dari Nabi SAW bersabda: “Wanita dinikahi karena empat hal karena hartanya, karena nasabnya, karena kecantikannya, karena agamanya, nikahilah wanita karena agamanya maka engkau akan selamat.”

Baca Juga  Perempuan Bekerja, Bagaimana Pandangan Islam?

Kalau kita pahami lebih dalam tentang hadis ini, Rasulullah tidak memerintahkan sebelum menikah untuk mempertimbangkan harta, keturunan, dan nasab. Tapi yang berkembang di masyarakat sebelum menikah harus mempertimbangkan bibit (keturunan), bebet (pangkat), dan bobot (harta).

***

Karena meraka berkeyakinan bahwa kesetaraan antara suami istri menjadi salah satu faktor keharmonisan di dalam berumah tangga. Jelas dalam hadis di atas bahwa Raulullah tidak mengutamakan tentang harta, nasab, kecantikannya, tapi yang jadi pertimbangan utama Rasulullah adalah tentang masalah agama.

Meskipun kafa’ah bukan termasuk salah satu rukun perkawinan, namun tidak bisa kita mungkiri bahwa konsep kafa’ah di dalam perkawinan sangat penting diperhatikan untuk tujuan kemaslahatan perkawinan agar terciptanya rumah tangga yang sakinah, mawaddah, dan rahmah seperti tujuan dari pernikahan.

Agar sampai dengan tujuan itu perlu keseimbangan antara suami dan istri yang dikenal dengan kafa’ah, sehingga tidak adanya ketidakseimbangan antara suami dan istri dalam pergaulan keluarga. Tapi perlu digaris bawahi bahwa maksud kafa’ah adalah keseimbangan dan keserasian terutama di bidang agama yang menyangkut akhlak, keyakinan, dan ibadah.

Sebab kalau kafa’ah diartikan sebagai persamaan dalam hal status sosial ataupun harta, maka akan menumbuhkan sebuah kasta di dalam masyarakat. Yang kita ketahui bahwa dalam Islam tidak dibenarkan adanya kasta karena manusia di sisi Allah SWT adalah sama, yang membedakan hanya ketakwaannya.

Editor: Yahya FR
Related posts
Fikih

Hukum Jual Beli Sepatu dari Kulit Babi

2 Mins read
Hukum jual beli sepatu dari kulit babi menjadi perhatian penting di kalangan masyarakat, terutama umat Islam. Menurut mayoritas ulama, termasuk dalam madzhab…
Fikih

Hukum Memakai Kawat Gigi dalam Islam

3 Mins read
Memakai kawat gigi atau behel adalah proses merapikan gigi dengan bantuan kawat yang dilakukan oleh dokter gigi di klinik. Biasanya, behel digunakan…
Fikih

Hukum Musik Menurut Yusuf al-Qaradawi

4 Mins read
Beberapa bulan lalu, kita dihebohkan oleh polemik besar mengenai hukum musik dalam Islam. Berawal yang perbedaan pendapat antara dua ustadz ternama tanah…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

This will close in 0 seconds