Feature

Budaya Melayu (3): Si Rocok dan Kisah Ekspedisi Pamalayu

2 Mins read

Salah satu peninggalan bersejarah masyarakat Minangkabau yang masih terrawat hingga saat ini adalah si Rocok. Siapa si Rocok? Dia raksasa tidur yang ditemukan pada tahun 1935 di tepi Sungai Lansek (Langsat) di hulu Batanghari!

Patung Si Rocok

Anda jangan terkecoh! Si Rocok bukanlah raksasa seperti dalam buku dongeng anak-anak jelang tidur. Sebab dia adalah patung raksasa seberat 4 ton! Pada tahun 1935, patung ini ditemukan di sebuah kawasan antara Padanglewah dan Sungaidareh. Tempat ditemukan patung ini kemudian dinamakan Padangrocok.

Patung inilah yang berhasil dilestarikan hingga saat ini. Konon, patung ini masih tersimpan dengan baik di Musium Nasional RI. Si Rocok ini diyakini sebagai patung yang berhasil menjawab teka-teki mengenai sosok Adityawarman, raja pertama kerajaan Pagaruyung (Minangkabau).

Bukti-bukti sejarah yang menunjukkan siapa Adityawarman cukup banyak. Beberapa prasasti, misalnya Batu Beragung, Pagaruyung, Suroaso, dan Kuburajo, memuat informasi tentang siapa Adityawarman ini.

Sosok Adityawarman adalah seorang yang taat beragama, cerdas, berbudi pekerti baik, dan negarawan terkemuka. Penelitian seorang ahli Belanda, Profesor Kern, berhasil mengungkap beberapa prasasti yang memuat informasi-informasi berkaitan dengan siapa sosok Adityawarman. Profesor inilah yang kemudian berhasil menghubungkan raja Pagaruyung ini dengan Ekspedisi Pamalayu (Ekspedisi Melayu) sewaktu kerajaan Singasari bermaksud menaklukkan tanah Melayu (Rusli Amran, hlm. 15).

Ekspedisi Pamalayu

Menurut keterangan Profesor Kern, ekspedisi Pamalayu dilaksanakan pada sekitar tahun 1275 M. Raja Kertanegara (Singasari) mengirim pasukan untuk menaklukkan kerajaan Darmasraya (Melayu) yang terletak di hulu Batanghari. Pada waktu itu, raja kerajaan Darmasraya ini bernama Muliawarmadewa.

Tampaknya kerajaan Darmasraya berhasil ditaklukkan oleh pasukan dari tanah Jawa dalam ekspedisi ini. Pasca Ekspedisi Pamalayu, konon dua putri Muliawarmadewa diboyong ke Singasari (Jawa). Kedua putri Muliawarmadewa ialah Dara Jingga dan Dara Petak. Dua putri Muliawarman ini kemudian disunting oleh pembesar kerajaan Singasari. Namun sejarah tidak mampu melacak siapa dua pembesar kerajaan Singasari yang berhasil menyunting putri-putri Muliawarmadewa ini.

Baca Juga  Budaya Melayu (1): Legenda Adu Kerbau dan Asal-Usul Orang Minang

Dari rahim Dara Jingga lahir seorang anak laki-laki yang kelak bernama Adityawarman. Dia cucu Muliawarmadewa, raja kerajaan Darmasraya, yang menjadi raja pertama kerajaan Pagaruyung. Kelahirannya di tanah Jawa, bukan di Sumatra Barat.

Adityawarman dibesarkan di lingkungan istana kerajaan Majapahit. Pasca ekspedisi Pamalayu, negeri Tiongkok berhasil mengirim pasukan untuk membalas dan menaklukkan Singasari. Raden Wijaya berhasil memanfaatkan kedatangan balatentara Tiongkok untuk menaklukkan Singasari dan mendirikan kerajaan Majapahit.

Pasca suksesi kekuasaan ini, Adityawarman lahir dan dibesarkan. Setelah menginjak usia dewasa, cucu Muliawarmadewa ini baru berangkat ke Sumatra pada tahun 1339. Adityawarman mendirikan kerajaan Minangkabau (Pagaruyung) dan menjadi raja pertama di sana.

Menurut Isjoni (2007: 18), kerajaan Singasari mengirimkan balatentaranya untuk menaklukkan kerajaan Melayu (Darmasraya) pada tahun 1197 Saka atau bertepatan pada tahun 1275 Masehi. Ekspedisi ini dilakukan dalam rangka untuk membendung penyerangan balasan dari kerajaan Mongol yang telah dipermalukan oleh Singasari.

Membaca sumber ini mengingatkan kita pada legenda “adu kerbau” antara seorang utusan dari tanah Jawa dengan penduduk setempat. Menurut legenda, utusan dari tanah Jawa bermaksud menaklukkan tanah Minangkabau. Perang sempat meletus dan masyarakat setempat tidak mungkin memenangkannya. Akhirnya, mereka menempuh jalur diplomatis dengan cara adu kerbau (adu kehormatan). Tampaknya, legenda ini hampir mendekati kebenarannya. (Bersambung)

Editor: Yahya

157 posts

About author
Pengkaji sejarah Muhammadiyah-Aisyiyah, Anggota Majelis Pustaka dan Informasi PP Muhammadiyah.
Articles
Related posts
Feature

Rakernas dan Dinamika Dunia Wakaf

4 Mins read
Jogja, Jumat 1 November 2024. Pukul 05.30 pagi dengan sebuah mobil dari Ringrud Selatan Jogja kami menuju Kartasura. Di perjalanan ikut bergabung…
Feature

Perkuat Toleransi Sejak Dini: Cerita Pesantren Muhammadiyah Terima Kunjungan SMA Kristen

2 Mins read
Kunjungan studi yang dilakukan oleh para siswa Sekolah Kanisius Jakarta ke pesantren Muhammadiyah Al-Furqon, sejak Rabu, 30/10/2024 sampai Jum’at, 1/11/2024 merupakan sebuah…
Feature

Tasawuf di Muhammadiyah (1): Lahirnya Neo-Sufisme

4 Mins read
Ketika mendiskusikan tasawuf di Muhammadiyah, maka yang dibicarakan adalah tasawuf bentuk baru atau Neo-Sufisme. Muhammadiyah sendiri—dalam hal ini tokoh-tokohnya—tidak menolak sepenuhnya tentang…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

This will close in 0 seconds