Perspektif

Menjadikan Masjid Lebih Futuristik di Abad Ke-21

3 Mins read

“Hanyalah yang memakmurkan masjid-masjid Allah ialah orang-orang yang beriman kepada Allah dan hari kemudian. Serta tetap mendirikan shalat, menunaikan zakat dan tidak takut (kepada siapapun) selain kepada Allah. Maka merekalah orang-orang yang diharapkan termasuk golongan orang-orang yang mendapat petunjuk” – QS. At-Taubah (9) : 18

Di era yang saat ini serba cepat lagi modern, agaknya masjid masihlah lambat dalam berkembang. Nampaknya masjid yang berada di tengah-tengah masyarakat muslim, belumlah mendapat perhatian lebih. Masjid selama ini kebanyakan hanya difungsikan sebagai rumah ibadah, terkhusus ibadah salat. Padahal kita tahu bersama fungsi masjid lebih dari sekedar itu. Tidak hanya sekedar ibadah mahdah yang bisa dilakukan di masjid, tetapi juga ibadah ghairu mahdah.

Masjid bisa dikelola dengan sistem yang lebih komprehensif. Kita bisa mengonsep masjid menjadi lebih kekinian dan berkemajuan, baik dari mulai aspek pengelolaan sampai pada tahap pembudayaan. Oleh karenanya, masjid-masjid yang ada sekarang perlu untuk di perluas perannya. Agar masjid lebih punya kesan di hati para jamaahnya.

Dalam sejarahnya, masjid pernah menjadi pusat di mana peradaban masyarakat Islam dimulai. Hal yang pertama Nabi Muhammad SAW lakukan selama hijrah menuju madinah yaitu membangun masjid. Mengapa masjid dahulu? Karena di samping masjid sebagai tempat beribadah, masjid pula menjadi simbol bagi umat islam kala itu.

Selain itu masjid menjadi pusat dari segala aktivitas (centre of activity). Baik dari mengajarkan tentang Islam sampai strategi politik dan taktik perang. Maka tak heran jika dahulu masjid tidak pernah sepi pengunjung.

Melihat keberadaan masjid yang saat ini memprihatinkan kondisinya. Perlukah masjid di upgrade peran dan fungsinya? Menurut pandangan saya, peran dan fungsi masjid perlu di benahi kembali agar masjid menjadi lebih interaktif dengan masyarakat.

Baca Juga  Menggagas 'Pedagogi Mencerahkan' di Tengah Pandemi Covid-19

Terlebih lagi mengembalikan daya tarik masyarakat untuk tidak hanya sekedar beribadah di masjid memang susah untuk di lakukan sekarang ini. Lalu apa yang bisa di lakukan agar masjid dapat bertranformasi menjadi lebih futuristik? Mari kita cari jawabannya bersama-sama!

Membentuk Care-System: Menuju Masjid 4.0

Seringkali mendengar gagasan mengenai revolusi-revolusi yang isinya serba 4.0. Dari yang industri sampai pendidikan. Semuanya serba empat titik nol. Tetapi kok nggak merembet sampai ke masjid ya? Nah, dari sana kok jadi kepikiran nampaknya masjid juga perlu di bumbui 4.0.

Coba saja kalau informasi mengenai pengelolaan masjid dan kegiatannya bisa kita ikut kita pantau pakai gadget. Kan pasti seru. Apalagi segala hal di dunia sekarang bisa kita telusuri melalui genggaman, toh seharusnya juga berlaku untuk masjid bukan?   

Saat ini aktivitas berderma sudah cukup canggih. Dulu caranya masih konvensional, bahkan masih dapat ditemui hingga sekarang. Caranya masih harus datang ke tempat atau menemui langsung yang bersangkutan.

Saya jadi teringat dengan kotak infaq yang kadang suka melambai-melambai di pojokan dekat pintu masjid. Terkhusus di waktu sholat Jumat. Sering kali kotak amal hanya dibuat surung-surungan sama jamaah, termasuk saya sendiri. Parah memang, tetapi itulah faktanya. Tetapi berkat kemajuan zaman, aktivitas berderma sudah dapat diakses secara digital. Bisa milih mau pakai rekening bank atau E-Payment seperti Gopay, OVO, dan sejenisnya.

Coba bayangkan kalau masjid juga menerapkan sistem digital dalam pengelolaan zakat, infaq, maupun shadaqah (ZIS). Tentu lebih keren dan lebih praktis. Layanan seperti inilah yang saya kira di butuhkan masjid-masjid saat ini. Kebanyakan di negara maju sudah menerapkan self-service.

Di samping lebih menitikberatkan pada kesadaran diri, pastinya juga lebih praktis dan lebih nyaman secara privasi. Contohnya saja seperti rumah makan yang pakai sistem “pokwe” (njupuk dhewe). Alangkah baiknya, masjid dalam pengelolaan zakat, infaq, dan shadaqah juga bisa menerapkan sistem “yarwe” (mbayar dhewe). Cukup scan barcode, tentukan nominalnya, selesai deh. Kewajiban tertunaikan dan ZIS terbayarkan.

Baca Juga  Disorientasi DPR dan Fenomena Pengabaian Suara Publik
***

Kalau sudah begitu, masjid tidak perlu menunggu orang-orang untuk membayar ZIS. Ataupun masjid bisa menyediakan layanan take-away untuk penerimaan zakat, infaq, atau shadaqah. Hal ini agar dapat memfasilitasi bagi mereka yang berhalangan untuk mengantar zakat, infaq, atau shadaqahnya secara langsung ke masjid. Intinya saling bersimbiosis mutualisme.

Kadang kala, saya juga terpikirkan dengan agenda kegiatan yang diadakan di masjid. Mungkin informasi mengenai agenda kegiatan dapat diakses sebatas kalau kita ingin menanyakan langsung kepada pengurus masjid. Kalau tidak ya hanya cukup mendengar pengumuman dari TOA masjid. Itupun yang digubris mungkin hanya berita kematian saja. Yang lainnya bablas.

Melihat aktivitas masyarakat yang begitu beragam. Saya kira penyampaian informasi melalui TOA masjid kurang begitu efektif. Coba jika masjid mulai membangun sebuah schedule/agenda kegiatan masjid yang itu bisa di akses melalui gadget. Apalagi disertai dengan fitur notification untuk memberitahu para jamaah.

Saya kira dengan adanya fitur tersebut, masyarakat bisa lebih up to date setiap kali ada agenda yang diselenggarakan. Jadi, pengelola masjid tidak usah was-was lagi kalau-kalau tidak ada jama’ah yang datang saat menggelar agenda.

Begitu pula dengan laporan mengenai kas keuangan masjid dan anggaran agenda kegiatan yang diselenggarakan. Kadang saya juga sering bertanya-tanya sendiri, mengapa tidak ada laporan keuangan masjid secara online ya?

Coba kalau ada, ini jelas sangat membantu untuk menjawab kekhawatiran masyarakat terkait pengelolaan keuangan masjid. Tentunya, transparansi keuangan serta laporan pertanggung jawaban (LPJ) selama satu tahun bisa kita cek datanya. Pihak pengelola juga bisa memberikan file berbasis PDF yang bisa di unduh oleh setiap jama’ah atau masyarakat sekitaran masjid.

Baca Juga  Kehampaan Makna dan Nilai Khotbah Salat Jumat Kita
***

Semua itu bisa hadir apabila para pihak pengelola masjid mau bekerjasama dengan pihak startup. Yang mana start-up dapat membantu untuk menyediakan aplikasi guna mengakses semua layanan yang masjid sediakan. Contohnya ya seperti angan-angan yang ada di atas.

Dengan begitu, masjid akan semakin keren dan pastinya lebih berkemajuan. Tidak perlu lagi harus membangun masjid yang gedenya ngalahin stadion GBK kalau ujung-ujungnya sepi jamaahnya. Mendingan kecil tetapi lebih kaya esensi dan mendatangkan ketakwaan dalam diri.

Mangan kupat lawuhe santen, sedoyo lepat nyuwun pangapunten.

Maternuwun.

Editor: Yahya FR
Related posts
Perspektif

Etika di Persimpangan Jalan Kemanusiaan

1 Mins read
Manusia dalam menjalankan kehidupannya mengharuskan dirinya untuk berfikir dan memutuskan sesuatu. Lalu Keputusan itulah yang nanti akan mengantarkan diri manusia ke dalam…
Perspektif

Kejumudan Beragama: Refleksi atas Bahtsul Masail Pesantren NU yang Kurang Relevan

3 Mins read
Bahtsul Masail, tradisi intelektual khas pesantren Nahdlatul Ulama (NU), adalah salah satu warisan berharga dalam khazanah keilmuan Islam di Indonesia. Forum ini…
Perspektif

Menjadi Guru Hebat!

3 Mins read
Peringatan Hari Guru Nasional (25 November) tahun ini mengangkat tema, “Guru Hebat, Indonesia Kuat”. Tema ini menarik untuk dielaborasi lebih jauh mengingat…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

This will close in 0 seconds