Pada tulisan bagian pertama kita sudah sampai pada pembahasan tentang kekuatan Alam Bawah Sadar. Sebelum lanjut membahas kekuatan Alam Bawah Sadar, saya mengamati orang–orang neo-jabariyah atau yang sikap dan perilakunya ekstrim jabariyah. Mereka tidak peduli pada himbauan pemerintah dan fatwa ulama tentang mekanisme pencegahan Corona. Itu bisa disebabkan karena sesuatu atau pengetahuan yang diyakini telah tertanam kuat dalam alam bawah sadarnya. Perasaan, pikiran, dan rasionalitasnya seakan dilumpuhkan dengan keyakinannya tersebut.
Selain hal tersebut, perdebatan panjang dan tajam terkait sikap dan perilaku seharusnya dalam menghadapi wabah virus Corona di ruang publik dan media sosial itu bisa juga ditilik dari aspek psikologis. Untuk melihat hal itu bisa menggunakan pisau analisis Komaruddin Hidayat. Dalam buku Psikologi Kematian 1 (2012) dan buku Psikologi Kematian 2 (2013) karya Komaruddin Hidayat bisa disimpulkan dan ditarik garis relevansi dengan wabah Corona. Bahwa perbedaan itu muaranya adalah perbedaan perspektif dalam memaknai kehidupan dan kematian.
Kembali pada inti daripada kekuatan Alam Bawah Sadar. Willian James, Psikolog ternama dari Harvard, memperkirakan bahwa rata–rata manusia hanya memanfaatkan 10 persen dari potensi kekuatan mentalnya (Robert Collier, 2010). Dalam diri manusia ada Alam Sadar dan Alam Bawah Sadar. Dalam pencapaian kehidupan, termasuk pencapaian kesuksesan atau harapan besar dalam hidup, pengaruh Alam Bawah Sadar sebesar 90% sedangkan Alam Sadar hanya 10%. Keduanya saling terintegrasi dan terkoneksi.
Kekuatan Alam Bawah Sadar
Kekuatan Alam Bawah Sadar sebagai satu modal psikologis yang Allah ciptakan dalam diri manusia, bagi Robbier Collier, adalah raksasa dalam diri yang harus dibangunkan. Contoh konkret, cinta sebagai sesuatu yang terletak dan menjadi bagian integral dari Alam Bawah Sadar memiliki kekuatan dahsyat. Seorang penyair berkata, kekuatan apa yang lebih besar daripada cinta? Cinta bisa membuat pemiliknya memiliki kekuatan dahsyat untuk mengarungi samudra luas sekalipun.
Alam Bawah Sadar bukan hanya mempengaruhi pencapaian besar dalam hidup kita. Ia mengendalikan segala fungsi organ tubuh kita secara teratur, sistematis dengan kalkulasi yang cermat di luar kesadaran kita. Ia yang mengatur denyut nadi, fungsi jantung untuk memompa darah. Ia juga melakukan proses algoritma, perhitungan matematis dalam diri untuk memenuhi kebutuhan oksigen, nutrisi dalam diri kita.
Alam Bawah Sadar dalam menyikapi sesuatu bersifat refleks, teratur, cepat, dan tepat. Suatu informasi, pengetahuan, dan keyakinan tersimpan di dalamnya berdasarkan: pertama, kata (termasuk simbol) yang mudah dan singkat. Kedua, kata (simbol) itu sering diulang–ulang. Ketiga, kata (termasuk simbol) itu memiliki kekuatan emosional. Ketiga syarat ini berlaku bagi kata positif maupun negatif.
Menyembuhkan Penyakit
Sesuatu yang tersimpan dalam Alam Bawah Sadar selain pengaruhnya kuat, juga bertahan lama, bahkan ada yang permanen. Keyakinan sebagai sesuatu yang menjadi bagian secara integral dengan Alam Bawah Sadar diyakini mampu menyembuhkan penyakit. Bahkan ada pandangan bahwa berobat secara medis hanya untuk memunculkan sugesti dan memperkuat keyakinan yang ada dalam diri.
Memperhatikan kekuatan–kekuatan dahsyat tersebut, maka secara rasional kita bisa pahami bahwa sungguh manusia jauh lebih sempurna daripada makhluk lainnya. Hanya saja, terkadang manusia belum memahami, menggali, dan memanfaatkan semaksimal mungkin kekuatan dahsyat tersebut. Mengakui dan memanfaatkan secara maksimal kekuatan dahsyat tersebut bukan berarti memutlakkan dan mengingkari kebesaran Allah. Mengakui kekuatan itu berarti kita mengaku kebesaran Allah. Karena itu juga adalah ayat kauniyah Allah yang terintegrasikan dengan ayat qauliyah.
Di akhir tulisan ini, yang menjadi poin utama adalah bagaimana memanfaatkan kekuatan, modal psikologis tersebut, sebagai benteng pertahanan menghadapi virus Corona. Selain tentu saja upaya medis dan langkah preventif dalam bentuk sosial/physical distancing yang sudah dilakukan oleh pemerintah dan masyarakat.
Menghadapi Virus Corona
Dalam menghadapi virus Corona, masyarakat harus mengedepankan pikiran–pikiran positif. Memandang wabah ini sebagai cobaan hidup, sebagai lahan untuk lebih mendekatkan diri kepada Allah. Mengedepankan keikhlasan dan kesabaran. Menilai dan menyakini bahwa segala ikhtiar yang dilakukan oleh pemerintah, masyarakat, dan diri sendiri adalah sudah merupakan langkah terbaik. Jadi, tidak boleh juga langsung bertawakkal, sebagaimana dalam pandangan Hatib Rahmawan, bahwa tawakkal adalah model hidup minimalis.
Menghindari informasi, pikiran, pernyataan yang beredar di masyarakat dan media sosial terkait Corona karena hal tersebut mempengaruhi pikiran yang selanjutnya bisa mempengaruhi mekanisme on/off DNA. Memilih informasi, pikiran, pernyataan–pernyataan positif secara langsung meskipun kurang disadari adalah sama saja meng-on-kan imunitas dalam tubuh dan meng-off-kan potensi penyakit dalam diri termasuk potensi yang senyawa dengan virus Corona.
Hidup bukan hanya berpikir positif semata, positive thinking. Hidup juga membutuhkan positive feeling. Positive feeling tidak bermuara pada goal setting, tetapi bermuara goal praying yang di dalamnya mengandalkan dan memadukan dua kekuatan, yaitu kekuatan diri dan kekuatan Allah.
Didukung Dzikir dan Doa
Memperhatikan mekanisme kerja Alam Bawah Sadar, dzikir yang rutin dilakukan oleh umat Islam sangat relevan. Idealnya dzikir menyerap nilai–nilai ilahiah, percikan Asma Allah dan menjadi bagian kekuatan dalam Alam Bawah Sadar.
Untuk selanjutnya, sebagaimana mekanisme kerjanya, nilai–nilai ilahiah itu mengalami proses eksternalisasi interior dalam realitas kehidupan sosial. Orang beriman harus mampu menjadi teladan dan menebarkan kebaikan, pikiran positif, menjadi contoh bagi masyarakat bagaimana seharusnya bersikap optimis menghadapi virus Corona.
Dengan mekanisme Alam Bawah Sadar termasuk relevansinya dengan kekuatan perasaan dan pikiran, dan memperhatikan wabah virus Corona seharusnya kelak memberikan hikmah dampak positif bagi kehidupan secara personal dan kolektif. Bukan malah dampak negatifnya yang lebih menonjol.
Hikmah
Dampak positif dan hikmah yang dimaksud, dengan wabah Covid-19 ini, kita semua akan terbiasa lebih mendekatkan diri kepada Allah. Terbiasa hidup bersih. Senantiasa mengedepankan kepedulian, baik oleh pemerintah maupun masyarakat secara personal dan kolektif.
Lahir kesadaran bahwa jika Allah berkehendak, makhluk nano seperti virus Corona sekalipun, bisa membuat manusia terpapar dan terkapar. Tidak ada jalan untuk menyombongkan diri, apalagi mau menjadi transhuman, atau homo deus dalam tesis berbasis materialisme dari Yuval Noah Harari.
Tulisan yang berdimensi psikologis ini bukan berarti melupakan dimensi teologis. Sesungguhnya Law of Attraction (LoA) juga merupakan hukum Allah, diciptakan oleh Allah. Allah bisa mengintervensi dan punya hak prerogatif agar semua hukum ini, baik dalam pikiran, perasaan, DNA Alam Bawah Sadar, tidak berlaku sebagaimana temuan ilmiah para ahli. Jadi, doa tetapi menjadi hal utama dalam hidup ini. (Habis)
Editor: Arif