Perspektif

Islam Virtual adalah Solusi

3 Mins read

Islam merupakan ajaran yang diturunkan kepada Baginda Nabi Muhammad SAW sebagai pelengkap dari ajaran-ajaran sebelumnya. Hadir di tengah-tengah masyarakat sebagai jawaban atas problematika sosial yang ada, artinya Islam hadir tidak sebagi polusi melainkan sebagai solusi dalam realitas kehidupan.

Dalam hal ini, Ali Syariati, seorang sosiolog Muslim mengaskan secara analisis historis dan simbolik bahwa

“Islam bukan merupakan ideologi manusia yang terikat pada waktu atau tempat tertentu, melainkan sebuah aliran (sungai), yang mengalir melewati keseluruhan sejarah manusia. Berawal dari mata-mata air gunung yang terpencil kemudian melintasi jalan bebatuannya sebelum akhirnya mencapai laut”

Ali Syariati

Perjalanan panjang yang keseluruhan perjuangannya merupakan antara kebenaran dan kebatilan, benturan antara penindas dan tertindas, yang dirampas haknya dan yang merampas hak, didikriminasi dan mendiskriminasi, serta berbagai persoalan lainnya merupakan persoalan yang selalu hadir ditengah-tengah masyarakat.

Ibarat bebatuan dan air sungai yang mengalir, Islam adalah air sungai yang mengalir dan setiap persoalan adalah bebatuan.

Akal adalah Jalan Penyelamatan

Al-Quran dalam muatannya dapat ditemukan rujukan tentang belajar, berpikir, pendidikan, observasi, serta penggunaan akal atau rasio. Bahkan akal setelah wahyu, adalah sumber terpenting kedua untuk menemukan dan dan menjelaskan ayat-ayat atau tanda-tanda kebesaran Allah.

Alam semesta ditampilkan sebagai “teks” yang bisa dibaca, dieksplorasi, dan dipahami lewat penggunaan akal. Sebagaimana firman Allah dalam Q.S Al-Jatsiyah (45):5 “Dan pada pergantian malam dan siang dan hujan yang diturunkan Allah dari langit lalu dihidupkannya dengan air hujan itu bumi sesudah matinya; dan pada perkisaran angin terdapat pula tanda-tanda bagi kaum berakal”.

Jadi akal merupakan jalan menuju penyelamatan, bukan suatu hal yang harus kita singkirkan dalam menjalankan kewajiban sebagai hamba kepada Tuhannya. Bahkan dalam Surah lain, Al-Quran mengintegrasikan antara akal dengan penyelamatan “Mereka akan berkata, Sekiranya kami mendengarkan atau memikirkan, niscaya tidaklah kami termasuk penghuni neraka yang menyala-nyala” Q.s. Al-Mulk (67):10.

Baca Juga  Salafisme Kontemporer: Diskursus dan Wacana Keislaman di Indonesia

Saya kira ini merupakan konsep logis yang termaktub dalam kitab suci umat Islam. Tentu saja memerlukan satu sistem nilai seperti yang dipaparkan oleh Ziauddin Sardar, bahwa sistem nilai tersebut dilakukan dengan tujuan dan sarana harus sama-sama adil, dan “bagaimana” harus terhubung dengan “mengapa” dan seharusnya”. Pertanyaan tersebut menurut Sardar harus dijawab tidak hanya dengan pikiran saja melainkan juga dengan menggunakan hati.

Mencari Keselamatan

Saya yakin, bahkan sangat yakin apa yang termuat dalam Al-Quran bahwa akal setelah wahyu sebagai penyelamat tidak berhenti pada tatanan “teks” saja. Melainkan sampai kepada tatanan “konteks” realitas sosial.

Sebagai contoh, pada abad pertengahan sama-sama kita ketahui bahwa era tersebut merupakan masa-masa kegelapan atau kemunduran umat Islam. Hal tersebut disebabkan oleh kejumudan dan taklid buta dalam memahami ajaran-ajaran Islam. Peran akal cenderung dinegasikan bahkan dihilangkan dalam memahami ajaran-ajaran Islam.

Dari realitas yang terjadi pada waktu itu membuat umat Islam semakin lemah dihadapan negara-negara imprealis yang menjajah bangsa arab pada khususnya umat Islam. Beriringan dengan hal tersebut kemudian muncul gerakan-gerakan perlawanan melalui mereka yang sadar akan realitas yang terjadi. Bahwa Umat Islam sedang dijajah dari berbagai sudut dan memerlukan ijtihad terhadap ajaran Islam sesuai dengan konteks perkembangan zaman.

Sebut saja Rifa’ah Badawi Rafi’ al-Tahtawi dengan gagasannya “Kebebasan berpikir” dan “kemerdekaan”. Jamaluddin al-Afghani dengan gagasannya “Pan-Islamisme” dan “kembali pada ajaran Islam yang sebenar-benarnya”. Muhammad Abduh dengan gagasan “reformasi”nya (“Reformasi” agama, “reformasi” bahasa dan sastra, “reformasi” politik). Juga yang lain dengan gagasannya masing-masing. Semua itu dilakukan dengan tujuan mencari keselamatan.

Islam Virtual

Mengapa virtual? Saat ini kita hidup dizaman derasnya perkembangan arus globalisasi. Setiap harinya ada saja teknologi yang diperbaharui dan diciptakan, hal tersebut berkat kerja akal yang menghasilkan ilmu pengetahuan. Ini merupakan hal positif dalam peradaban manusia, namun juga terdapat dampak negatif bagi peradaban manusia apabila perkembangan teknologi tersebut tidak digunakan secara bijak.

Baca Juga  Sektor Pariwisata: Devisa Menurun Akibat Pandemi COVID-19

Berkaca pada karakter globalisasi, Waryono Abdul Ghafur dalam bukunya Dakwah Bil-Hikmah di Era Informasi dan Globalisasi menyebutkan terdapat tiga ciri nyata dari globalisasi. Pertama, sosiatalisasi yaitu menjadikan manusia sebagai “warga dunia”. Artinya siapapun dapat berinteraksi dengan orang lain meskipun ia berada pada belahan bumi antah berantah. Kedua, induviduasi yaitu memunculkan gaya dan pola hidup yang dianggap modern misalnya kegilaan terhadap gadget dll. Ketiga, internasionalisasi yaitu keterhubungan antar manusia.

Berkaitan dengan karakter yang disampaikan Ghafur, globalisasi memiliki potensi negatif dan positif. Misalnya, penggunaan teknologi virtual katakanlah media sosial, banyak kita menemukan konten-konten yang bermuatan negatif. Untuk melawan hegemoni tersebut maka yang perlu dilakukan adalah menciptakan hegemoni baru seperti yang disampaikan Antonio Gramsci.

Konteks saat ini di mana generasi-generasi baru bermunculan atau yang disebut milenial memiliki peran penting dalam transformasi pengetahuan, tidak terkecuali pengetahuan agama. Akan sangat berbahaya jika konten-konten negatif pada dunia virtual dan media sosial lebih mendominasi. Maka perang menciptakan suatu hegemoni baru menjadi sebuah keharusan. Dalam arti memasifkan gerakan dakwah Islam atau hal yang sifatnya positif berbasis teknologi.

Syiar Islam harus terus ditegakkan untuk menciptakan masyarakat Islam yang sebenar-benarnya. Terkhusus syiar di media sosial melaui website, YouTube, dan lain-lain.
Apalagi saat ini Indonesia sedang mengalami peningkatan wabah COVID-19 atau virus corona dan masyarkat Indonesia harus melakukan physical distancing.

***

Kenyataan ini mengakibatkan segala bentuk aktivitas bertemu dan berkumpul harus dihentikan sampai wabah terebut benar-benar hilang. Menyikapi hal tersebut, untuk memutus mata rantai penyebaran virus corona, Pemerintah Indonesia, MUI (Majelis Ulama Indonesia), Muhammadiyah, serta ormas Islam lainya mengeluarkan putusan untuk tidak mengadakan pengajian akbar, atau kegiatan keagamaan lainnya yang berisiko menularkan virus.

Baca Juga  Sepuluh Pilar Keluarga Muda Tangguh Tanwir Nasyiah

Bahkan salat Jumat untuk sementara digantikan sholat fardhu. Dilaksanakan bukan di masjid tetapi di rumah masing-masing.

Hal ini menjadi duka yang sangat mendalam bagi kita semua. Namun apakah dengan adanya hal tersebut umat Islam berhenti berdakwah dan belajar? Saya kira tidak. Sebagai solusi alternatif kita bisa memanfaatkan teknologi untuk berdakwah dan belajar berbasis virtual. Di satu sisi kita melawan hegemoni negatif, di sisi lain sebagai jawaban atas problematika realitas sosial yang terjadi hari ini.

Editor: Nabhan

Avatar
2 posts

About author
Mahasiswa PAI UAD, Kabid RPK Cabang IMM Bantul, Aktivis Pegiat Pendidikan Indonesia
Articles
Related posts
Perspektif

Kejumudan Beragama: Refleksi atas Bahtsul Masail Pesantren NU yang Kurang Relevan

3 Mins read
Bahtsul Masail, tradisi intelektual khas pesantren Nahdlatul Ulama (NU), adalah salah satu warisan berharga dalam khazanah keilmuan Islam di Indonesia. Forum ini…
Perspektif

Menjadi Guru Hebat!

3 Mins read
Peringatan Hari Guru Nasional (25 November) tahun ini mengangkat tema, “Guru Hebat, Indonesia Kuat”. Tema ini menarik untuk dielaborasi lebih jauh mengingat…
Perspektif

Mengapa Masih Ada Praktik Beragama yang Intoleran?

3 Mins read
Dalam masyarakat yang religius, kesalihan ritual sering dianggap sebagai indikator utama dari keimanan seseorang. Aktivitas ibadah seperti salat, puasa, dan zikir menjadi…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

This will close in 0 seconds