Perspektif

Selamat Tinggal Era Pendidikan yang Serba “Administratif”

3 Mins read

Sebagai seorang pendidik yang profesional, guru dituntut untuk menyiapkan sekaligus melengkapi administrasi pribadi. Administrasi pribadi bagi seorang guru setidaknya ada dua, yakni administrasi kepegawaian dan administrasi pembelajaran. Dalam administrasi pembelajaran, di antara aspek yang wajib dipenuhi oleh pendidik adalah dokumen Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP).

Sudah merupakan kewajiban bagi tiap guru untuk menyusun RPP untuk setiap mata pelajaran yang diampunya. Sebelumnya, telah menjadi rahasia umum bahwa dokumen RPP selalu menjadi beban administratif tersendiri bagi kebanyakan guru. Bahkan, tidak sedikit dari guru yang menganggapnya sebagai momok yang hanya menghabiskan waktu dan kertas saja.

Ya, memang tidak dimungkiri selama ini, bahwa menyusun sebuah dokumen RPP yang ideal membutuhkan waktu, tenaga, dan pikiran yang ekstra.

Butuh setidaknya waktu berminggu-minggu untuk menyusun sebuah dokumen RPP yang perfect, minimal perfect menurut diri sendiri. Karena ukuran RPP yang sempurna itu biasanya berbeda-beda antara guru, pengawas pendidikan, dan asesor. Kok tau sih? Cukup, tak perlu dibahas di sini.

Bahkan terkadang substansi utama dari tugas seorang guru, yaitu mendidik peserta didik harus dikesampingkan demi memenuhi administrasi yang satu ini, terutama jelang akreditasi, ups, jangan keras-keras donk!

Singkatnya, RPP yang selama ini disusun oleh pendidik di negeri ini, terkadang seolah-olah kurang efektif, efisien, dan cenderung mubadzir. Kenapa mubadzir? Ya, karena setelah disusun dengan jerih payah, biasanya tidak dipakai lagi. Bahkan mungkin dibacapun tidak.

Hanya sebatas menjadi dokumen sejarah yang tersimpan rapih di meja kantor. Yang akan menjadi sebuah kenangan terindah dan kisah klasik untuk masa depan, loh kok malah nyanyi! Maaf, khilaf. Perlu diketahui bersama bahwa dokumen RPP yang komponen-komponennya komplit, biasanya bisa sampai puluhan bahkan ratusan halaman. Mirip dengan naskah skripsi, bahkan tesis. Kata siapa tuh? Coba cek aja sendiri di meja-meja guru.

Baca Juga  Sunat Perempuan itu Berbahaya!
***

Berkenaan dengan beban administrasi pembelajaran guru yang kerap dianggap sebagai monster tersebut, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia (Kemendikbud) yang dinahkodai oleh Nadiem Anwar Makarim (Mas Menteri) belum lama ini telah mengeluarkan kebijakan yang dinamakan “merdeka belajar”.

Memang, terjadi cukup banyak pro dan kontra terkait konsep yang ditawarkan oleh Mas Menteri ini. Namun pada tulisan ini, penulis bukan dalam rangka membahas pro dan kontra tersebut. Biarlah itu menjadi diskursus bagi para ahli pendidikan dan pemangku kebijakan di negeri ini. Terdapat satu hal yang bagi penulis begitu menarik dari kebijakan merdeka belajar tersebut. Yaitu adalah adanya upaya penyederhanaan administrasi pembelajaran guru, dalam hal ini adalah dokumen Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP).

Meskipun masih menjadi suatu wacana, namun Kemendikbud telah mengeluarkan buku panduan singkat yang dinamakan dengan RPP Inspiratif. Selain itu juga, Dirjen Pendidikan Anak Usia Dini, Pendidikan Dasar, dan Pendidikan Menengah Kemendikbud telah mengeluarkan Buku Saku Tanya Jawab RPP. Keduanya merupakan buku panduan praktis kaitannya dengan penyederhanaan RPP.

Ke depannya, tidak ada batasan halaman, bahkan format baku dari RPP itu. Guru diberi keleluasaan untuk membuat RPP sesuai kebutuhan masing-masing pelajaran yang diampu. Bahkan tidak menjadi suatu masalah kalau guru hanya membuat selembar RPP. Enak khan?

Yang terpenting RPP tersebut telah mencakup tiga komponen utama yaitu tujuan pembelajaran, langkah-langkah pembelajaran, dan penilaian. So simple, itulah satu kata yang tepat untuk format RPP yang sedang diwacanakan ini. Meski sederhana tapi sesungguhnya telah mencakup substansi utama dari sebuah rencana pembelajaran.

Dengan begitu, guru dapat lebih fokus dalam melaksanakan pembelajaran tanpa harus memikirkan administrasi yang menumpuk. Jujur saja, sebagai orang yang pernah berprofesi sebagai guru di sekolah, penulis juga pernah merasakan bagaimana rasanya menyusun RPP yang setebal skripsi dan tesis itu.

Baca Juga  Masa Lalu, Bagaimana Sikap Kita Seharusnya?
***

Terlebih lagi dalam kurikulum 2013 ini, aspek administrasi pembelajaran menjadi semakin banyak yang harus disiapkan. Akhirnya, hal tersebut membuka peluang bagi guru untuk bermalas-malasan menyusun RPP. Andaipun harus menyusun, biasanya karena ada pengawas/asesor yang akan datang ke sekolah atau sebagai pertanda akreditasi sudah dekat.

Dengan adanya RPP Inspiratif yang simpel ini, seyogyanya setiap guru tidak lagi bermalas-malasan menyusun RPP. Karena guru diberi keleluasaan untuk menyusun dengan format ‘sesuka hati’.

Sebagai sebuah wacana, penyederhanaan RPP ini patut didukung. Bahkan kita dapat mendesak pemerintah untuk segera menerbitkan regulasi yang mengatur hal tersebut. Mas Menteri bisa segera mengeluarkan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud) beserta turunannya.

Supaya wacana tersebut bukan sekedar ilusi dalam dunia fantasi semata, melainkan suatu kenyataan yang telah memiliki payung hukum agar lebih operasional. Tidak perlu Diklat berhari-hari untuk dapat menyusun RPP model baru ini. Cukup dengan sekali melihat contohnya, guru akan bisa menyusun dengan ‘luwes’.

RPP ini juga sekaligus mengakomodir guru-guru yang mempunyai bakat desain grafis, karena sangat dimungkinkan di dalamnya disertakan gambar-gambar dan lay out yang punya nilai estetika. Tidak seperti RPP yang selama ini laksana dokumen-dokumen yang membosankan untuk dibaca.

Besar harapan dari para pelaku pendidikan agar ke depannya lebih banyak lagi aspek-aspek administratif yang disederhanakan. Baik itu administrasi sekolah maupun administrasi guru. Jangan sampai guru terbelenggu dengan tugas-tugas yang sangat ‘administratif’ tersebut sehingga mereka melalaikan tugas utama mereka.

Perlu dipahami bersama bahwa tuntutan administratif yang terlampau tinggi dapat membuka celah untuk memanipulasi administrasi. Orang akan cenderung mencari ‘gampangnya’ saja. Maksudnya gimana sih? Ah, kayak gak tau aja. Ke depannya, sebagai warga negara yang baik kita tetap harus kritis terhadap kebijakan pemerintah yang menyimpang. Namun kita juga harus bersikap proporsional. Bilamana kebijakan tersebut baik, maka sudah selayaknya didukung.

Baca Juga  Beberapa Alasan Joe Biden Lebih Layak dari Donald Trump
***

Dunia pendidikan merupakan pondasi utama keberlangsungan bangsa ini di masa mendatang. Idealnya para guru dapat lebih fokus dalam menjalankan tugas pokok dan fungsinya sebagai seorang pendidik. Jangan sampai di masa mendatang para pendidik tunas bangsa ini dibebani dengan hal-hal yang sebenarnya tidak terlalu substansial.

Semoga di masa mendatang para guru dapat semakin terbebas dari belenggu-belenggu berhala administratif yang terlalu bertele-tele. Yuk Mas Menteri, ditunggu lagi penyederhanaan-penyederhanaan adminitrasi yang lain. Masih banyak lho.

Editor: Yahya FR
Avatar
2 posts

About author
Yusuf Hanafiah (Dosen Universitas Ahmad Dahlan)
Articles
Related posts
Perspektif

Serangan Iran ke Israel Bisa Menghapus Sentimen Sunni-Syiah

4 Mins read
Jelang penghujung tahun 2022 lalu, media dihebohkan dengan kasus kematian Mahsa Amini, gadis belia 22 tahun di Iran. Pro-Kontra muncul terkait aturan…
Perspektif

Fenomena Over Branding Institusi Pendidikan, Muhammadiyah Perlu Hati-hati!

4 Mins read
Seiring dengan perkembangan zaman, institusi pendidikan di Indonesia terus bertransformasi. Arus globalisasi tentu memainkan peran penting dalam menentukan kebutuhan pendidikan di era…
Perspektif

Hakim, Undang-Undang, dan Hukum Progresif

3 Mins read
Putusan hakim idealnya mengandung aspek kepastian, keadilan, dan kemanfaatan. Dalam implementasinya tidak mudah untuk mensinergikan ketiga aspek tersebut, terutama antara aspek kepastian…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *