Fikih

Perlukah Fatwa Boleh Tak Berpuasa Saat Pandemi?

5 Mins read

Beberapa waktu lalu, muncul usulan agar Kementerian Agama dan Majelis Ulama Indonesia (MUI) untuk mengeluarkan fatwa agar umat Islam diperbolehkan tidak berpuasa di bulan Ramadhan 1441 H nanti. Lalu menggantinya dengan membayar fidyah, yaitu memberi makan orang miskin. Usulan yang disampaikan Rudi Valinka melalui akun Twitter-nya, @kurawa tersebut menuai banyak reaksi dan viral diberbagai sosial media.

Mumpung lagi libur, gue punya usul seandainya Bulan puasa yang akan tiba 17 hari lagi, kemenag dan MUI buat fatwa utk memperbolehkan orang tidak berpuasa,” cuit Rudi Valinka.

Usulan ini terbilang aneh dan lucu, karena kalimat pertamanya “Mumpung lagi libur“, apa puasa Ramadhan bisa libur karena adanya wabah ataupun bencana? Dan apa fatwa bisa lahir karena aji mumpung? Sejatinya, puasa adalah sebuah kewajiban bagi setiap mereka yang beriman. Sebagaimana firman Allah dalam Al-Qur’an:

يأَيُّهَا الَّذِينَءَامَنُواْ كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِينَ مِن قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ

Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa” (Al-Baqarah: 183)

Maka, tidak ada satupun alasan bagi umat Islam untuk tidak berpuasa Ramadhan. Terkecuali yang sudah ditentukan oleh syariat, seperti bagi wanita yang haid, nifas, sedang dalam perjalanan, sedang sakit, dan apa yang sudah diatur dalam ketentuan agama Islam.

Asul Alias Asal Usul

Usulan yang disampaikan tersebut terlihat asal dan pastinya bagi umat Islam tidak akan terpengaruh hal tersebut, bahkan mungkin terlihat lucu. Karena sebuah usulan yang disampaikan sudah di rasa hal yang tak mungkin ada di benak para umat Islam, memang dalam Islam selalu diberi kemudahan bagi mereka dalam menjalankan ibadah.

Namun, usulan mengganti puasa Ramadhan dengan membayar fidyah karena pandemi corona merupakan hal yang bisa dibilang lucu, ditambah ada kalimat mumpung lagi libur diawal usulannya. Mungkin dengan niat bercanda atau apa kita tidak tahu maksudnya, namun sebagai seseorang yang bisa dibilang terkenal, pastinya akan menuai bermacam reaksi terutama netizen.

Namun, dalam terusan twitnya melanjutkan bahwa “Fatwanya bisa dengan tulisan “Memperbolehkan” bukan kewajiban, jadi yang tetap mau puasa silahkan namun bagi mereka yang khawatir atau ada di daerah zona merah covid19 aturan ini sangat membantu. Uang fidyah bisa kita gunakan utk memberikan makan orang2 yang membutuhkan“.

Baca Juga  Mencicipi Makanan, Batalkan Puasa?

Tapi, yang memberikan aturan wajib puasa adalah Allah, bukan fatwa dari Kemenag ataupun MUI. Sedari awal, puasa memang menjadi kewajiban bagi setiap hamba Allah terkecuali bagi mereka yang memang berhalangan sesuai ketentuan hukum Islam. Usul memang boleh, namun usulannya yang terkesan asal tersebut menuai banyak reaksi mengingat dia adalah seorang yang cukup populer di media sosial.

Boleh Tidak Berpuasa

Sesuai ketentuan syariat Islam, bahwa diperbolehkan tidak menjalankan ibadah puasa dengan adanya beberapa ketentuan. Dalam twitnya, dia juga mengutip surat Al Baqarah ayat 184 yang menjadi dasar usulannya, namun terlihat hanya sebagian.

Padahal dalam ayat tersebut, sudah dijelaskan kriteria mereka yang diperbolehkan meninggalkan puasa;

أَيَّامًا مَعْدُودَاتٍ ۚ فَمَنْ كَانَ مِنْكُمْ مَرِيضًا أَوْ عَلَىٰ سَفَرٍ فَعِدَّةٌ مِنْ أَيَّامٍ أُخَرَ ۚ وَعَلَى الَّذِينَ يُطِيقُونَهُ فِدْيَةٌ طَعَامُ مِسْكِينٍ ۖ فَمَنْ تَطَوَّعَ خَيْرًا فَهُوَ خَيْرٌ لَهُ ۚ وَأَنْ تَصُومُوا خَيْرٌ لَكُمْ ۖ إِنْ كُنْتُمْ تَعْلَمُونَ

(yaitu) dalam beberapa hari yang tertentu. Maka barangsiapa diantara kamu ada yang sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa) sebanyak hari yang ditinggalkan itu pada hari-hari yang lain. Dan wajib bagi orang-orang yang berat menjalankannya (jika mereka tidak berpuasa) membayar fidyah, (yaitu): memberi makan seorang miskin. Barangsiapa yang dengan kerelaan hati mengerjakan kebajikan, maka itulah yang lebih baik baginya. Dan berpuasa lebih baik bagimu jika kamu mengetahui.

Mereka yang sakit, dalam perjalanan diperbolehkan untuk tidak berpuasa, saat pandemi maupun tidak hal itu berlaku. Dan diwajibkan mengganti sesuai hari yang ditinggalkan, atau membayar fidyah jika memang kondisinya benar-benar tak mampu untuk mengganti. Dia juga memberikan perbandingan antara puasa dan shalat Jum’at yang dinilai sama-sama ibadah wajib.

Kembali, setiap ibadah sudah ada ketentuan dan aturan yang sudah sejak zaman Rasulullah ada. Adapun fatwa mengenai hal-hal mengenai ibadah, pun pula dengan kajian-kajian yang dilakukan oleh para Ulama dengan pedoman Al Quran dan hadits Nabi. Mau ada wabah virus corona seperti saat ini atau tidak, ibadah sudah ada tata cara dan hukum syar’i yang mengaturnya.

Baca Juga  Melawan Aturan Demi Tradisi

Ada keadaan yang diperbolehkan meninggalkan puasa dengan cara mengganti di kemudian hari, atau dengan membayar fidyah. Seperti orang sakit, dalam perjalanan (Al Baqarah: 185), orang yang sudah sepuh (tua) yang kondisinya tidak memungkinkan untuk berpuasa (Al Baqarah : 184), dan juga wanita hamil atau menyusui.

Ramadhan 1441 H Saat Tepat Menguatkan Ibadah dalam Keluarga

Tanggal 24 April 2020 sesuai dengan penetapan hasil hisab PP Muhammadiyah menjadi awal kita melaksanakan ibadah puasa, bulan Ramadhan yang selalu dirindukan umat Islam dalam meraih tambahan pahala serta memperbaiki dan mendekatkan diri pada Sang Maha Esa. Meski tahun ini Ramadhan ditengah pandemi, tidak akan menyurutkan semangat kaum muslimin untuk beribadah.

Himbauan shalat Tarawih dirumah, adalah salah satu momen kita untuk berjamaah bersama keluarga. Dimana ayah bisa menjadi imam shalat bagi istri dan anaknya, dan juga memperbaiki bacaan Al Quran kita dengan tadarus bersama keluarga. Menjadi saat yang tepat untuk menguatkan ibadah dalam keluarga kita, yang mungkin di Ramadhan tahun sebelumnya kita kurang menghiasi rumah kita dengan shalat berjamaah dan bacaan Al Qur’an.

Ramadhan di saat melandanya wabah COVID-19, menjadikan kita lebih meningkatkan iman dan ketaqwaan sebagaimana tujuan dari puasa Ramadhan, La’allakum tattaqun, menjadikan kita orang yang bertaqwa. Mungkin nantinya kita akan rindu shalat berjamaah di masjid, atau tadarus di mushala. Mungkin juga kita akan merindukan berburu takjil ketika saat ngabuburit, atau takbir keliling ketika malam 1 Syawal. Namun, semua yang terjadi pasti ada hikmahnya, ada pelajaran yang bisa kita ambil dan berguna bagi kita.

Dan tidakkah mereka memperhatikan bahwa mereka diuji sekali atau dua kali setiap tahun, kemudian mereka tidak (juga) bertaubat dan tidak mengambil pelajaran.” (QS. At-Taubah: 126). 

Jangan Pernah Ada Fatwa Tidak Puasa Ramadhan, Eman!

Usulan adanya fatwa memperbolehkan tidak berpuasa karena pandemi merupakan hal yang tidak seharusnya ada, meski usul merupakan hak bagi setiap orang. Namun, andai saja fatwa itu lahir, maka kita akan kehilangan keutamaan yang terkandung didalam Ramadhan yang mungkin di Ramadhan tahun depan tidak kita jumpai, karena mungkin kita sudah menghadap Allah.

Baca Juga  Tuntunan I’tikaf Sesuai Al-Quran dan As-Sunnah

Meski tidak mungkin ada, tapi andai fatwa itu keluar, maka eman (sangat di sayangkan) karena bulan suci Ramadhan adalah kesempatan emas bagi umat Islam untuk memperbaiki diri, dan menghapus dosa yang rasanya sudah setumpuk. Jadi akan sangat eman jika saat Ramadhan kita meninggalkan puasa dan berbagai ibadah sunnah didalamnya yang penuh keutamaan.

Fatwa yang diusulkan sudah mendapat tanggapan dari Majelis Ulama Indonesia melalui Ketua Komisi Fatwa MUI Pusat, Prof Hasanudin AF, beliau menyampaikan bahwa usulan tersebut tidak ada dasar hukumnya, sebagaimana yang dilansir oleh Republika (19/04/2020), pun pula sudah mendapat respon dari Muhammadiyah dan Nahdlatul ‘Ulama yang sama-sama menolak usulan konyol tersebut.

Pandemi COVID-19 memang sebuah ujian bagi kita, tapi bukan berarti kita mendapat diskon boleh tidak berpuasa. “Kami pasti akan menguji kamu sampai Kami tahu siapa orang-orang yang berjihad di jalan Allah dan bersabar.” (QS. Muhammad: 31). Dan menjadi ladang jihad bagi kita semua, terutama mereka yang berada digaris terdepan dalam melawan virus corona.

Meninggalkan puasa Ramadhan di tengah pandemi boleh dilakukan sesuai ketentuan syariat, begitupula ketika tidak adanya pandemi. Semua sudah ada tuntunan dan hukumnya yang berdasar pada Al Qur’an dan Hadits, sehingga tanpa adanya fatwa pun kita boleh tidak berpuasa sesuai apa yang menjadi syarat dan ketentuan.

Mari kita sambut bulan suci Ramadhan dengan penuh suka cita meski bangsa kita sedang dilanda wabah, jadikan keadaan ini sebagai kesempatan memperkuat ibadah kita dirumah bersama keluarga. Sesungguhnya Allah Maha Melihat dan Mengetahui apa yang kita kerjakan, maka dari itu kita patuhi himbauan Pemerintah, MUI, dan termasuk Surat Edaran Pimpinan Pusat Muhammadiyah Nomor 02/EDR/I.0/E/2020 tentang tuntunan ibadah dalam kondisi darurat COVID-19 untuk beribadah dirumah guna mencegah dan memutus rantai penyebaran virus corona.

Semoga Allah segera mengangkat wabah ini dari kehidupan manusia, dan semoga kita bisa menjadi orang yang lebih mendekatkan diri pada Sang Maha Kuasa. Aamiin.

Editor: Yahya FR
Hendra Hari Wahyudi
97 posts

About author
Anggota Majelis Pustaka, Informasi dan Digitalisasi Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Jawa Timur periode 2022-2027
Articles
Related posts
Fikih

Hukum Jual Beli Sepatu dari Kulit Babi

2 Mins read
Hukum jual beli sepatu dari kulit babi menjadi perhatian penting di kalangan masyarakat, terutama umat Islam. Menurut mayoritas ulama, termasuk dalam madzhab…
Fikih

Hukum Memakai Kawat Gigi dalam Islam

3 Mins read
Memakai kawat gigi atau behel adalah proses merapikan gigi dengan bantuan kawat yang dilakukan oleh dokter gigi di klinik. Biasanya, behel digunakan…
Fikih

Hukum Musik Menurut Yusuf al-Qaradawi

4 Mins read
Beberapa bulan lalu, kita dihebohkan oleh polemik besar mengenai hukum musik dalam Islam. Berawal yang perbedaan pendapat antara dua ustadz ternama tanah…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

This will close in 0 seconds