Perspektif

Menyoal Keterputusan Makna Hijrah

3 Mins read

Menceritakan tentang perubahan kultur budaya manusia memang tidak semudah apa yang kita pahami ketika berpedoman terhadap realitas kehidupan dengan situasi yang serba cepat saat ini. Nyatanya, perjalanan peradaban manusia selalu bergeser. Mengingat jalannya peradaban dimulai dari pra modern menuju zaman modern dan bergerak pada situasi postmodern.

Untuk mengartikan postmodern, saya mencoba untuk meminjam pengertian dari Habermas, sosok filsuf dan sosiolog dari Jerman, ia menjelaskan bahwa postmodern adalah satu tahap modernisme yang belum selesai. Dari pengertian tersebut, kita bisa mengasumsikan bahwa memahami realitas kehidupan manusia saat ini tidak bisa dengan suatu makna yang tunggal.

Tidak hanya memahami makna berjalannya kultur politik, budaya ataupun ekonomi saja, akan tetapi perihal keagamaan yang berujung pada konsep kesalehan manusia pun terkadang salah kaprah terhadap implementasi dalam berkehidupan sebagai manusia beragama,  karena adanya pendangkalan makna terhadap memahami nilai-nilai keagamaan akibat penyederhanaan makna ajaran agama itu sendiri.

Syiar Islam Era Postmodern

Era postmodern dalam konsep dakwah keagamaan pun memunculkan alternatif syiar agama dengan macam-macam varian. Mengingat kultur pengajaran nilai keagamaan, dahulu kita memperoleh nasehat keagamaan dengan menghadiri pengajian di masjid-masjid ataupun kita dapatkan di Taman Pendidikan Al-Qur’an (TPA) saja.

Meskipun hal tersebut juga masih relevan dilakukan, akan tetapi intensitas sekarang dalam wilayah memperoleh ilmu agama bisa diperoleh dengan mempelajari konten agama di website, youtube ataupun di media sosial lainnya.

Sekali lagi, yang cukup mengkhawatirkan adalah dengan mengkonsumsi konten agama secara bebas yang disajikan di media sosial tanpa pendampingan dari sosok guru atau ustadz, memungkinkan akan terjadinya penafsiran yang salah atas memahami makna ajaran agama, karena terlalu menyederhanakannya dan ditelan secara mentah-mentah.

Baca Juga  Belajar Hijrah dari Rasulullah

Adorno menegaskan bahwa spirit postmodernisme ialah mengaburkan tradisi kesejarahan dan menganggap bahwa dirinya merupakan sebuah historisme baru. Pandangan seperti ini dapat dianggap a historis. Dari sini, konsekuensi logisnya adalah memikirkan kembali konsep gerakan-gerakan keagamaan atau biasa kita sebut dengan syiar dakwah Islam untuk mencapai tujuannya yaitu menjadikan Islam sebagai nilai-nilai berkehidupan.

Tetapi yang perlu kita pahami adalah tidak melupakan akar sejarah tradisi lampau keagamaan dalam menyebarkan nilai-nilai keIslaman yang tergantikan dengan konsep kekinian di zaman postmodernitas.

Komersialisasi Gerakan Hijrah

Dalam perspektif Syari’ah, hijrah yaitu upaya untuk meninggalkan segala sesuatu yang dilarang oleh Allah SWT. Pengertian ini bisa diartikan juga sebagai langkah untuk mendekatkan diri pada Allah SWT dengan melaksanakan perintah-perintah-Nya.

Masifnya fenomena gerakan hijrah pada generasi milenial saat ini bukan menjadi hal baru lagi. Ritual hijrah yang kita pahami dahulu adalah wilayah personal, akan tetapi era postmodern memaksa untuk menggeser makna menjadi gerakan komunal. Situasi semacam ini sudah terbukti dengan menguatnya komunitas hijrah dari kalangan public figure, influencer, maupun milenial perkotaan.

Milenial lebih menggandrungi materi keagamaan yang sedikit bersentuhan dengan hal-hal yang melankolis dan romantis. Kenapa bisa dikatakan seperti itu? Karena pengamatan saya, konten ajaran agama seperti itulah yang mengena untuk kondisi pemikiran milenial saat  ini, daripada materi tentang wacana pemikiran Islam yang terkesan rumit, ribet, dan susah untuk dipahami.

Tawaran-tawaran menarik terhadap syiar dakwah yang disajikan untuk netizen dengan memanfaatkan media baru seperti konten dengan nuansa islami di Youtube, Instagram maupun Twitter, yang dirasa mampu menggerakkan daya tarik milenial muslim untuk berhijrah. Kini begitu banyak milenial yang memutuskan untuk berhijrah mengubah gaya hidup, baik dari segi aspek keimanan maupun penampilan.

Baca Juga  Benarkah Al-Qur'an Zaman Sekarang Tidak Otentik?

Hijrah menjadi perbincangan menarik sampai saat ini dalam rutinitas kehidupan milenial Islam. Lain cerita dengan tren hijrah sebagai proses untuk medekatkan diri dengan ajaran Allah SWT, hijrah juga menjadi gaya hidup dan profesi hidup baru layaknya sebagai pekerjaan yang digunakan untuk menaikkan keuntungan pasar.

Fenomena tersebut bisa kita analisa dengan kerangka teoritik wacana tentang komodifikasi yang diartikan sebagai proses mengubah barang dan jasa termasuk komunikasi yang dinilai karena kegunaanya, menjadi komoditas yang dinilai karena apa yang mereka berikan di pasar.

***

Maraknya artis atau influencer yang berhijrah begitu juga naiknya popularitasnya sebagai pendakwah yang diidam-idamkan oleh para milenial. Dengan begitu, cara termudah untuk meraup keuntungan nominal ialah dengan melakukan kegiatan-kegiatan pemasaran dengan pendekatan syariah dan islamis. Contoh yang kita amati sehari-hari yaitu dengan adanya produk-produk yang bernuansa ke hijrah-hijrahan seperti kaos, kupluk kekinian, hijab, pakaian syar’i, dan bahkan sampai produk makanan.

Tidak hanya itu saja, munculnya tren hijrah bagi milenial yang nge-hits menjadikan ekosistem keagamaan baru bagi dunia Islam. Adanya kelompok atau komunitas hijrah yang terstruktur dan terorganisir yang pada akhirnya membentuk ekosistem bisnis berbasis lifestyle untuk menjadi manusia religius dengan pemahaman yang dirasa prematur dalam beragama.

Sisi lain terhadap fenomena hijrah memang harus kita berikan apresiasi karena mempunyai niatan untuk menjadi manusia lebih religius. Akan tetapi dalam sisi lain, ketika gerakan-gerakan keagamaan dengan istrumen gerakan hijrah hanya menjadi bentuk komoditas, dari sinilah mulanya religiusme bersifat artifisial. Akhir kata, semoga kita ditunjukkan jalan lurus dalam kehidupan beragama sebagai umat muslim yang mampu mengantarkan kita untuk memperoleh ridhaNya.

Editor: Yahya FR
Avatar
5 posts

About author
Bukan penikmat senja maupun pencinta kopi
Articles
Related posts
Perspektif

Hifdz al-'Aql: Menangkal Brain Rot di Era Digital

4 Mins read
Belum lama ini, Oxford University Press menobatkan kata Brain Rot atau pembusukan otak sebagai Word of the Year 2024. Kata yang mewakili…
Perspektif

Pentingkah Resolusi Tahun Baru?

2 Mins read
Setiap pergantian tahun selalu menjadi momen yang penuh harapan, penuh peluang baru, dan tentu saja, waktu yang tepat untuk merenung dan membuat…
Perspektif

Manfaat Gerakan Shalat Perspektif Kesehatan

3 Mins read
Shalat fardhu merupakan kewajiban utama umat Muslim yang dilaksanakan lima kali sehari. Selain sebagai bentuk ibadah untuk mendekatkan diri kepada Allah, shalat…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

This will close in 0 seconds