Report

Covid19, Science, And Researcher

3 Mins read

Corona Virus Disease 2019 (Covid19) merupakan penyakit dari corona virus jenis baru (SARS-CoV-2). Virus tersebut muncul pada akhir desember 2019 di Kota Wuhan, Tiongkok. Kejadian yang disebabkan oleh corona virus sudah terjadi sebelumnya, yaitu pada tahun 2002 severe acute respiratory syndrome (SARS) disebabkan oleh SARS-coronavirus (SARS-CoV) dan pad tahun 2012 terdapat penyakit Middle East Resporatory (MERS).

Terdapat adanya penyakit Covid19 yang merupakan jenis baru dari corona virus, tidak bisa dilepaskan peran dari pada ilmu pengetahuan dan para peneliti di bidang-bidang terdampak covid19. Hal tersebut, dikarenakan Covid19 berdampak pada aspek seluruh kehidupan masyarakat, baik kesehatan, sosial, ekonomi, pemerintahan, dan lainya.

***

Ilmu pengetahuan berperan dalam mendeskripsikan, menelaah, dan membedah dengan metode di bidang ilmu pengetahuan tertentu untuk permasalahan Covid19. Hal tersebut menjadi peran tersendiri para ilmuwan (manusia yang mendalami suatu ilmu pengetahuan) untuk berperan dimasyarakat dan pihak-pihak terkait dalam permasalahan Covid19. Lalu pertanyaan nya ialah seberapa jauh dan berdampak peran ilmu pengetahuan dan ilmuwan dalam permasalahan Covid19? Hal tersebut diperlukan untuk menyelesaikan permasalahan Covid19 berdasarkan disiplin ilmu pengetahuan dan tidak berdasarkan hal-hal yang berlawanan dari pada ilmu pengetahuan.

Sedangkan peran peneliti atau ahli sebagai manusia yang paham terkait ilmu di bidang tertentu, berperan sebagai garda terdepan dalam menyelesaikan permasalahan di masyarakat (dalam hal ini Covid19) berdasarkan ilmu pengetahuan. Hal tersebut menjadi penting, karena pihak-pihak terkait seperti pemerintah, swasta, dan khususnya masyarakat sangan membutuhkan penjelasan ilmiah terkait Covid19. Dalam hal praktik, peneliti identik dengan penelitian bidang tertentu terkait permasalahan dimasyarakat (dalam hal ini Covid19). Lalu pertanyaannya ialah, seberapa jauh dan berdampak peran peneliti atau ahli dalam permasalahan Covid19?

Baca Juga  Yulianti Muthmainnah: Banyak Kekosongan Hukum yang Merugikan Perempuan

Peneliti, Pemain, dan Budaya Ilmiah

Di awal penyebaran Covid19 di Wuhan, Tiongkok. Setiap negara dengan kemajuan ilmu pengetahuan yang berasala dari perguruan tinggi atau universitas berlomba untuk melakukan penelitian terkait Covid19 ini. Seperti yang dikatakan narasumber diskusi Covid19, Science, and Researcher yaitu Hasnan Bachtiar mengatakan hanya universitas dengan kualitas yang bagus di dunia yang berpacu dengan waktu untuk menemukan solusi (penawar) dari Covid19.

Lalu pertanyaan, di mana posisi Indonesia dalam dunia  penelitian dari berbagai universitas di Indonesia. Beberapa universitas di Indonesia sudah mulai bergerak, tapi hanya satu atau dua universitas, itupun yang sudah maju, seperti Universitas Indonesia. Hasnan Bachtiar pun bertanya dimana 1000 lebih universitas di seluruh Indonesia dalam hal yang berkaitan dunia penelitian dan Covid19. Hal tersebut menjadi sentilan bagi kultur penelitian di berbagai universitas di Indonesia.

Jika melihat arus utama dunia penelitian pada saat Covid19, tetap berporos kepada Tiongkok dan Amerika, serta beberapa negara lainya yang maju ilmu pengetahuannya. Kedua narasumber Hasnan Bachtiar dan Prof. Mohamad Amin, memantik diskusi ini dengan bertanya, dimana posisi Indonesia? Menjadi pemain atau menjadi penonton? Apakah Indonesia berani untuk turun kedalam Ring Tinju untuk menjadi pemain? Apakah Indonesia terus menjadi penonton? Penonton dalam hal jika diibaratkan ialah subjek yang menonton yang sedang bermain, diibaratkan Indonesia hanya menonton negara-negara yang maju ilmu pengetahuan dalam hal Covid19.

Dari hal tersebut, bukan tidak mungkin Indonesia menjadi pemain arus utama. Prof Mohamad Amin, mengatakan jika Indonesia ingin menjadi pemain, ialah harus memiliki skill untuk bermain, yaitu salah satunya membiasakan budaya ilmiah, bahkan sejak dari sekolah menengah ditumbuhkan rasa ingin tahu. Menurut Hasnan Bachtiar, pembangunan budaya ilmiah dengan cara para sarjana sebaikanya melanjutkan dan mengambil peran serta ilmu di pusat-pusat peradaban, misal di Amerika atau Eropa.

Baca Juga  Buya Syafii, Wajah Islam Demokratis, Toleran, dan Emansipatif
***

Dari budaya ilmiah tersebut, kualitas manusia meningkat dari setiap profesinya, terutama peneliti. Menurut Prof. Amin, menjelaskan karakteristik seorang peneliti, diantaranya ialah harus menganggap diri nya merasa bodoh sehingga terus belajar, humble atau rendah hati karna mensyaratkan dan menghormati penelitian sebelumnya. Tugasnya ialah mencari data, mengembangkan hipotesis atau penelitian lain, mengkritik penelitian lain, melatih peneliti lainya, dan mengikuti komunitas ilmiah. Penelitian tersebut dipublish atau mengkomunikasikan dengan menulis. 

Sedangkan menurut Hasnan Bachtiar, dari budaya ilmiah tersebut kualitas manusia di Indonesia meningkat, sehingga bisa menjadi ahli atau pakar di bidang nya, baik science ataupun teknologi khususnya ilmu-ilmu yang tidak terdapat ahli di Indonesia, seperti artificial intellegence, astrofisika dan sebagainya.

Ketiga cara dari Prof. Amin dan Hasnan Bachtiar yaitu melanjutkan pendidikan, membudayakan ilmiah, dan menjadi peneliti atau profesional. Dengan ketiga hal tersebut menciptakan kemajuan ilmu pengetahuan serta dalam hal kemajuan peradaban. Hasnan Bachtiar menutup materi diskusinya dengan perkataan yang memantik peserta, “Siapa yang mampu bermain dengan peradaban, yang mampu menguasai peradaban. Siapa yang mampu produksi ilmu pengetahuan baru, mereka penguasa peradaban.” 

(Tulisan ini merupakan ringakasan materi diskusi Scientific Fofrum RPK Malang Raya, https://www.youtube.com/watch?v=XkLdlI2t_BY)

Editor: Yahya FR
6 posts

About author
RPK Cabang Malang Raya
Articles
Related posts
Report

Anak Ideologis itu Amal Jariyah

1 Mins read
IBTimes.ID, Yogyakarta – Pendakwah muda Habib Husein Ja’far Al Hadar menyebut anak ideologis lebih baik daripada anak biologis. Alasannya, karena perjuangan dengan…
Report

Alissa Wahid: Gus Dur Teladan Kesetaraan dan Keadilan

2 Mins read
IBTimes.ID, Yogyakarta – Direktur Jaringan GUSDURian Alissa Wahid memberikan tausiyah pada peringatan Haul Gus Dur ke-15 yang bertempat di Laboratorium Agama UIN…
Report

Alissa Wahid: Empat Faktor Penyebab Meningkatnya Kasus Intoleransi di Indonesia

2 Mins read
IBTimes.ID, Yogyakarta – Direktur Jaringan GUSDURian Alissa Qotrunnada Wahid atau Alissa Wahid menyampaikan bahwa ada empat faktor utama yang menyebabkan tren peningkatan…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

This will close in 0 seconds