Feature

Ramadan di Amerika pada Masa Pandemi

3 Mins read

Seperti juga di Indonesia dan berbagai belahan dunia lain, Ramadan di Amerika, sangatlah berbeda. Hari ini hari ke-12 Ramadan. Sekitar lima sampai sepuluh juta lebih Muslim di Amerika, yang berasal dari berbagai bangsa, ras, dan negara di dunia, termasuk warga Muslim kulit putih, melaksanakan ibadah Ramadan. Hampir seluruhnya di rumah, kecuali sebagian kita Muslim yang bekerja di sektor-sektor esensial seperti rumah sakit, pemadam kebakaran, transportasi, dan jasa-jasa publik.

Karena umat Islam di Amerika, meskipun jumlahnya sekitar 1 persen saja dari penduduk Amerika, adalah bagian mainstream dan berkontribusi bagi kehidupan publik di Amerika. Sebagian besarnya Sunni, juga Syiah, dan tidak berafiliasi kepada Sunni atau Syiah. Termasuk para mu’allaf.

Ramadan di Amerika

Orang-orang Islam berpuasa (sekitar 80 persennya) di Amerika, meskipun mereka tidak selalu sholat 5 waktu di bulan-bulan lain, karena puasa dan Ramadan adalah momentum dekat dengan keluarga dan rasa persatuan dengan semua umat Islam di dunia. Dokter, perawat, dan petugas medis lain, jika sangat memberatkan, mereka boleh tidak berpuasa, dan menggantinya di waktu lain.

Di California, waktu puasa sedikit lebih lama daripada di Indonesia. Misalnya, sahur pada pukul 4:50 – dan madhrib 7:35 p.m. Sahur dan buka puasa, sesuai dengan kebiasan masyarakat masing-masing.

Masjid-masjid, yang jumlahnya lebih dari 2016 saat ini, ditutup. Tidak ada satupun yang dibuka untuk jama’ah, kecuali para pengurus Masjid yang bertugas. Salat Jumat, sejak pertengahan Maret lalu, tidak dilaksanakan di masjid.

Khutbah-khutbah dilakukan secara virtual oleh sebagian imam Masjid yang menyiarkan khutbah-khutbah mereka secara online, umumnya siang hari Jumat. The Islamic Center di New York University misalnya, yang berjamaah sekitar 10.000 jamaah, biasanya menyediakan 1.000 iftar gratis setiap hari.

Baca Juga  Netizen "Galak": Tiga Tipe Pembaca Situs Islam

Pengajian-pengajian dan kajian-kajian juga dilakukan secara online, yang tampaknya justru semakin banyak, bahkan diakses secara organisasional. Sebagiannya juga nasional dan internasional.

Beberapa tempat mengumandangkan azan, bahkan untuk pertama kali, justru dalam kondisi wabah ini, juga di kampus-kampus umum, seperti di Emory University. Di Minneapolis, misalnya, Masjid Darul Hijrah, menyiarkan suara azan pertama kali dalam sejarah masjid ini.

Mayor atau Bupati kota itu, Jacob Frey, mengizinkan suara azan ini saat para tokoh masyarakat meminta. Ketika umat Islam terisolasi di rumah masing-masing, suara azan memberikan hubungan, dan menjadi tanda Muslim selesai sahur dan berbuka puasa.

Anak-anak dan kaum muda, laki-laki dan perempuan Muslima, siswa dan mahasiswa perguruan tinggi, mereka belajar dari rumah. Sunday School, atau Saturday school, sebagiannya juga dilakukan di rumah, yang diadakan pengurus masjid dan sekolah-sekolah swasta Islam.

Mahasiswa dan mahasiswa Muslim, termasuk mahasiswa saya di University of California, Riverside, mereka tetap mengikuti kuliah daring, membaca dan menulis makalah, meskipun dalam keadaan puasa. Di New York, misalnya, ada siswa-siswa belajar Islam, satu jam selama tiga hari seminggu, dan bermain game seperti Pictionary secara online.

Membaca Al-Quran menjadi lebih bermakna, meskipun ada tantangan. Guru-guru Al-Qur’an harus mengajarkan Al-Qur’an dari jauh, meskipun orang tua yang mampu membaca, mengajarkan Al-Quran kepada anak-anak mereka. Shaheen Khan, seorang ibu usia 54 tahun guru The HADI School, sekolah Islam Montessori di Illinois, misalnya, membaca buku cerita di depan siswa melalui aplikasi zoom atau Google Hangout dan lainnya.

Zakat dan Food Bank

Ada imbauan dari organisasi-organisasi Islam di Amerika untuk membayar zakat, Infaq, dan Sadaqah, termasuk zakat fitrah, tanpa menunggu akhir Ramadan, karena kepentingan mendesak membantu para korban Covid-19, tanpa memandang agama, siapa saja. Mereka pun berhak menerima zakat Umat Islam. Masjid-masjid juga sebagiannya menyediakan iftar–dalam kotak-kotak makanan dan minuman, meskipun dalam kondisi menjaga jarak dan menggunakan masker.

Baca Juga  Almanaar, Nuraini, dan Anjar Nugroho

Ketika mereka menerima telepon, ”Kami bukan orang miskin, tapi kondisi wabah ini membuat kami tidak punya makan, maka tolonglah kami!,” Pengurus masjid tidak bertanya, apa agama Anda?” mereka pun mendata, dan mengirimkan makanan ke mereka yang membutuhkan itu.

Food Bank, juga disediakan berbagai pihak termasuk komunitas Muslim, dan toko-toko Arabiyyah atau Timur Tengah, tetap buka. Termasuk menyediakan daging-daging halal, roti, kurma, beras, dan berbagai kebutuhan pokok. Melayani pelanggan siapa saja, dengan menjaga jarak dan memakai masker.

Cukup banyak warga muslim yang terkena positif, khususnya di negara bagian New York. Beberapa masjid di wilayah New York kehilangan pengurus dan jamaah mereka. Pengurusan jenazah mengikuti prosedur pada umumnya, pemandian (sebagiannya tawammum terhadap) jenazah dilakukan sangat terbatas, dan solat yang juga terbatas, atau dari jauh.

Banyak orang Amerika membutuhkan tisu alat kebersihan di toilet, (yang saat ini sulit didapat). Tapi banyak Muslim sudah terbiasa menggunakan air sebagai pembersih tanpa tisu itu. Kebiasan-kebiasaan higienitas seperti cuci tangan, juga tidak sulit bagi Muslim untuk beradaptasi.

Tantangan dan Kesempatan

Tampaknya tidak ada mudik atau pulang kampung bagi banyak orang, termasuk kami yang sudah berniat sejak lama. Mungkin menggunakan Zoom atau facetime.

Idul Fitri, yang umumnya akan dilaksanakan 23 Mei, jika lockdown masih diberlakukan, maka tidak akan dilakukan di masjid atau lapangan, tapi di rumah masing-masing. Seorang Muslim boleh melaksanakan 2 atau 4 rakaat di rumah, berjamaah jika ada 4 laki-laki minimal.

Ramadan kali ini tentu penuh tantangan tapi juga kelebihan dan kesempatan. Ada kedekatan keluarga yang lebih terasa, meskipun juga ada kebosanan, yang perlu dicari jalan keluar. Sahur buka puasa dan tarawih Bersama di rumah. Orang tua membantu anak mengerjakan tugas sekolah atau teknik menggunakan sarana online. Orang yang awalnya pembayar zakat menjadi penerima zakat, tapi banyak individu Muslim yang lebih tergerak lagi membayar zakat demi membantu banyak orang yang membutuhkan.

Baca Juga  Pemuda Menjaga Budaya Lokal di Kampung Lali Gadget

Ramadan kali ini tetap berjalan meskipun berbeda: ada physical distancing, ada masker, ada virtual Ramadan, virtual khutbah, virtual donation, virtual recitation, dan virtual study.

Umat Islam, sebagaimana umat-umat lain, tetaplah makhluk sosial, social connectedness tetap terjaga, dan bagi umat beriman, under the difficult times, we have become even closer to God: the creator and protector of all the worlds.

Editor: Nabhan

15 posts

About author
Associate Professor, Jurusan Kajian Agama, Direktur Program Studi Timur Tengah dan Islam, University of California, Riverside.
Articles
Related posts
Feature

Rakernas dan Dinamika Dunia Wakaf

4 Mins read
Jogja, Jumat 1 November 2024. Pukul 05.30 pagi dengan sebuah mobil dari Ringrud Selatan Jogja kami menuju Kartasura. Di perjalanan ikut bergabung…
Feature

Perkuat Toleransi Sejak Dini: Cerita Pesantren Muhammadiyah Terima Kunjungan SMA Kristen

2 Mins read
Kunjungan studi yang dilakukan oleh para siswa Sekolah Kanisius Jakarta ke pesantren Muhammadiyah Al-Furqon, sejak Rabu, 30/10/2024 sampai Jum’at, 1/11/2024 merupakan sebuah…
Feature

Tasawuf di Muhammadiyah (1): Lahirnya Neo-Sufisme

4 Mins read
Ketika mendiskusikan tasawuf di Muhammadiyah, maka yang dibicarakan adalah tasawuf bentuk baru atau Neo-Sufisme. Muhammadiyah sendiri—dalam hal ini tokoh-tokohnya—tidak menolak sepenuhnya tentang…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

This will close in 0 seconds