Keluarga tebentuk dari perkawinan antara dua orang laki-laki dan perempuan yang sepakat menjalin kehidupan bersama. Anggota keluarga pada awalnya suami dan istri, setelah berketurunan mereka mempunyai anak, maka anggota keluarga bertambah dengan adanya anak. Setiap orang tentu menginginkan kehidupan bahagia, lalu bagaimana kunci membangun keluarga bahagia?
Membangun Keluarga Bahagia
Kebahagian adalah perpaduan antara tiga ranah yakni kesenangan/kesejahteraaan, ketentraman, dan keselamatan. Untuk meraih kesenangan atau kesejahteraan dapat diraih dengan kebutuhan fisik-material. Ketentraman dapat diraih dengan terpenuhi kebutuhan moril-spiturual. Terakhir, kesalamatan dapat diraih dengan mematuhi norma dan agama, termasuk norma sosial dan etika sosial dalam hukum Islam.
Tulisan ini bersumber dari jurnal yang berjudul Membangun Keluarga Bahagia karya Khoiruddin Nasution. Dalam tulisan ini membahas bagaimana cara membangun keluarga bahagia untuk mempermudah pembahasan pertama kita harus mengetahui: 1) pengertian perkawinan untuk membentuk presepsi dan konsep yang sejalan dengan tujuan perkawinan; dan 2) prinsip-prinsip bagaimana membangun keluarga bahagia sebagai tujuan perkawinan.
Dalam ilmu jiwa ada tiga unsur pokok yang saling mempengaruhi tingkah laku seseorang, yakni: 1) konsep atau presepsi; 2) perasaan/keyakianan; dan 3) aksi atau tindakan. Bahwa konsep atau presepsi mempengaruhi rasa/keyakinan selanjutnya rasa dan keyakinan mempengaruhi aksi atau tindakan.
Itu sebabnya kita harus mengetahui dulu tujuan perkawinan dengan presepsi yang benar kerena hal tersebut kunci pertama untuk membangun keluarga bahagia.
Pengertian Perkawinan
Sebelum kita membentuk keluarga bahagia ada baiknya kita mendefinisikan perkawinan terlebih dahulu. Menurut Muhammad Abu Zahrah:
Perkawinan adalah “akad yang mengakibatkan halalnya hubungan antara seorang laki-laki dengan seorang perempuan,saling tolong-menolong antara keduannya,dan saling memiliki,serta memberikan hak dan kewajiaban”
Dengan definisi perkawinan ini dapat disimpukan presepsi yang sejalan dengan tujuan perkawinan. Definisi yang mungkin lebih tepat dan diharapkan labih dapat memberikan persepsi positif untuk mencapai tujuan perkawinan adalah kesepakatan antara seorang laki-laki dan seorang perempuan untuk menjadi pasangan yang saling menghalalkan,saling memiliki,saling memberikan hak,dan saling menolong dalam rangka berusaha secara bersama mencapai kebahagian bersama.
Pasangan harus saling bekerjasama dan saling melengkapi di antara mereka. Jika suami dan istri memiliki presepsi yang sejalan dengan tujuan perkawinan dan sama-sama untuk membangun keluarga bahagia, maka hal tersebut sebagai aksi dan tindakan yang akan meraih kehidupan bahagia dalam keluarga tersebut. Dalam Islam tujuan perkawinan dalam surah ar-Rum (31):21:
“dan di antara tanda-tanda kekuaaannya ialah dia menciptakan untukmu istri-istri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikannya rasa kasih sayang, sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir.”
Tujuan, Fungsi, dan Prinsip Perkawinan
Tujuan perkawinan hanya satu, yakni membangun keluaga sakinah. Sementara fungsi perkawinan adalah: 1) pembentukan spiritual keluarga; 2) mendapatkan keturunan; 3) fungsi sosial; 4) fungsi pendidikan; dan 5) fungsi rekreasi.
Ada juga yang berpendapat dan setuju bahwa tujuan perkawinan hanya satu, yakni membentuk keluaga sakinah, namun fungsi perkawinannya adalah:
1) mendapatkan dan melangsungkan keturunan;
2) memenuhi hajat manusia menyalurkan syahwat dan menumpahkan kasih saying;
3) memenuhi panggilan agama;
4) menjaga kehormatan;
5) menjaga diri dan keluarga dari kejahatan dan kerusakan;
6) menumbuhkan kesungguhan untuk bertanggung jawab menerima hak dan kewajiban; dan
7) membangun rumah tangga untuk membentuk masyarakat.
Agar tujuan perkawinan dapat diraih dan sekaligus menjadi indikator tujuan perkawinan telah diraih/tercapai, ada beberapa prinsip yang perlu dipatuhi dan diamalkan bersama oleh anggota keluarga. Prinsip-prinsip inilah yang menjadi fondasi sekaligus alat instrumen untuk membangun keluarga bahagia. Bahkan prinsip-prinsip ini juga yang menjadi indikator tercapai atau tidaknya tujuan perkawinan.
Pertama, prinsip yang bersifat fondasi, yakni: 1) ada kerelaan dan persetujuan antara suami dan istri; 2) perkawinan untuk selamanya; dan 3) masing-masing suami dan istri mempunyai tekad hanya mempunyai seorang sebagai pasangan dalam kehidupan rumah tangga (monogami).
Kedua, prinsip yang bersifat instrumen, yakni:
1) anggota keluarga memenuhi dan melaksanakan norma agama;
2) kehidupan rumah tangga berjalan secara musyawarah dan demokrasi;
3) berusaha menciptakan rasa aman, nyaman, dan tenteram dalam kehidupan keluarga;
4) menghindari terjadinya kekerasan;
5) bahwa hubungan suami dan istri adalah hubungan patnership, yang berarti saling membutuhkan, saling menolong, saling membantu dalam menyelesaikan semua urusan rumah tangga;
6) ada keadilan; dan
7) terbangun komunikasi antar anggota keluarga.
Kunci Membangun Keluarga
Sepuluh prinsip atau pegangan yang dapat dan perlu diikuti untuk mencapai tujuan perkawinan tersebut, sekaligus dapat juga menjadi indikator tercapai atau tidaknya tujuan perkawinan. Artinya, untuk dapat mencapai tujuan perkawinan, prinsip-prinsip tersebut harus dijadikan pegangan, baik yang bersifat fondasi maupun instrumen.
Pertama, untuk membangun keluarga bahagia anggota keluarga harus selalu ingat pada tujuan perkawinan, dan tujuan perkawinan sesuai dengan tujuan hidup. Kedua, dalam meraih tujuan perkawinan harus ada keselarasan antara konsep (pengertian) perkawinan dan tujuan perkawinan.
Ketiga, dalam meraih tujuan perkawinan dilandasi pada prinsip-prinsip perkawinan, baik prinsip yang bersifat fondasi maupun prinsip yang bersifat instrumen. Keempat, prinsip-prinsip perkawinan ini dapat pula dijadikan indikator tercapai atau tidaknya tujuan perkawinan. Demikian kunci-kunci membangun keluarga bahagia.
Editor: Nabhan