Inspiring

Mambangkik Batang Tarandam: 85 Tahun Buya Syafii Maarif

4 Mins read

Batang usianya sudah tak muda lagi. Fisiknya kian menyesuaikan seiring bergeraknya zaman. Kulitnya berangsur-angsur mengerut, gigi dan rambutnya pun sudah mulai rontok. Walakin, pemikirannya masih terus hidup, menyala, dan bergejolak. Semangatnya pun masih bak anak muda yang sedang kasmaran demi pengetahuan.

Buya Syafii—panggilan akrab Prof Dr Ahmad Syafii Maarif–adalah seorang “anak kampung” yang haus akan ilmu. Terlahir di bumi Indonesia satu dekade sebelum bangsa ini merdeka. Tumbuh dari lingkungan dan kultur Muhammadiyah semenjak usia belia. Di suatu desa yang sering disebut sebagai “Makkah Darat” (Makkah Darek dalam bahasa Minang). Sebuah desa nan miskin lagi gelap hingga awal abad ke-21, yang kelak hendak didesain ulang dengan segala keterbatasannya.

Namun, sebelum kita melihat desain sang “arsitek” yang sederhana tersebut, perlu disebutkan tentang sosok “harfiah” dari Buya Syafii Maarif. Di samping itu, perlu juga rasanya mengulas sedikit tentang “Makkah Darat” yang hendak dijadikan sebagai salah satu objek dari desain yang telah dirancang oleh Buya.

Sosok “Harfiah” Buya Syafii Maarif

Ahmad Syafii Maarif atau disingkat ASM lahir pada 31 Mei 1935 dari suku Caniago. Terlahir dari sebuah desa tersuruk bernama desa (jorong) Calau, Sumpur Kudus, Sijunjung, Sumatera Barat. Setelah tamat dari Sekolah Rakyat (SR) di kampungnya, beliau pergi merantau lokal untuk melanjutkan pendidikannya di Madrasah Mu’allimin Muhammadiyah Lintau.

Tak puas sampai di situ, ketika tamat pada tahun 1953 beliau melanjutkan ngangsu kaweruh ke Madrasah Mu’allimin Yogyakarta dan tamat pada tahun 1956. Buya memperoleh gelar sarjana mudanya dari FKIP Universitas Cokroaminoto Surakarta (1964) dan gelar sarjana dari FKIS IKIP Yogyakarta (sekarang Universitas Negeri Yogyakarta) pada tahun 1968.

Baca Juga  Refleksi Milad ke-112 Muhammadiyah: Sudahkah Dakwah Muhammadiyah Wujudkan Kemakmuran?

Buya Syafii memperoleh gelar MA dari departemen sejarah di Ohio University, Athens, Amerika Serikat (1980) dan PhD dalam bidang pemikiran Islam dari Univeristy of Chicago, AS (1982). Selama “nyantri” di kampus Chicago inilah Buya mendapatkan “virus” pencerahan dari gurunya Fazlur Rahman. Di samping itu, beliau juga di angkat menjadi Guru Besar Emeritus di IKIP Yogyakarta dan pernah menjabat sebagai Ketua Umum PP Muhammadiyah (1998-2005).

Setelah studinya selesai, beliau pulang ke tanah air dengan membawa “virus” yang telah ditularkan oleh tokoh neo-modernis asal Pakistan itu, lantaran selama beberapa tahun mereka sering “ngopi” bersama. Untungnya “virus” yang dibawa oleh Buya tidak mengakibatkan fluktuasi seperti virus yang sedang menimpa umat manusia saat ini. Kepulangannya pun lantas tak membuat statusnya menjadi ODP sebagaimana tren yang berkembang dewasa ini.

Makkah Darek: Sebuah Fragmen Sejarah

Setelah melihat sosok “harfiah” sang “arsitek”, perlu juga kiranya mengulas sekilas tentang “Makkah Darat” yang menjadi objek dari desain sederhana yang telah dibuat oleh Buya Syafii Maarif. Seperti yang sudah disinggung di atas, bahwa Buya lahir di “Makkah Darek” yaitu, sebuah desa tempat ia pertama kali hadir di muka bumi.

Sebagaimana dituturkan Buya dalam memoarnya, frasa Makkah Darat bukan sebuah “ungkapan sederhana biasa yang hanya bisa dibaca sambil lalu.” Melainkan, memiliki akar historis yang panjang dari sejarah Minangkabau era Islam. Selanjutnya, Buya menyatakan, “Sejarah Minangkabau secara keseluruhan adalah sejarah yang galau, serba simbolik, tidak berterus terang, semuanya dibungkus dalam kemasan petatah-petitih sekalipun punya nilai sastra yang tinggi.”

Setelah Islam datang, semenjak itulah kawasan tersebut menjadi pusat kajian dan gerakan Islam di pedalaman Minang. Secara kultural, Makkah Darat melambangkan “sebuah gerak perlawanan terhadap apa yang bernama kultur hitam jahiliah yang dikuasai preman sangar di daerah pedalaman sekalipun petingginya beragama Hindu atau Buddha, atau bahkan di masa Islam sampai hari ini, parewa ini belum hilang. Gerakan Islam ini bertujuan untuk mencerahkan hati dan mencerdaskan otak manusia agar terbebas dari segala macam kelakuan buruk dan jahat yang merusak dan mengancam masyarakat yang tak berdaya” (Maarif, 2013).

Baca Juga  Fatimah Mernissi, Kiblat Feminis Muslim Dunia

Peranan Buya di Tanah Kelahiran

Berbagai pencapaian (personal achievment) telah banyak diraih oleh Buya. Hal demikian lantas tak membuatnya lupa daratan, lebih-lebih pada bumi kelahirannya. Meminjam istilah Pak Hajriyanto Y Thohari, meskipun Buya telah menjadi “Bastion kebudayaan Jawa”, namun beliau tak lupa untuk membangun nagari yang ia cintai itu. Dalam otobiografinya, Buya menuturkan, “rasa cinta terhadap kampung halaman yang tersuruk itu tidak pernah surut sampai sekarang setelah lebih setengah abad kutinggalkan.”

Barang tentu, hal yang sama juga berlaku bagi setiap orang untuk merasa bangga dan cinta terhadap bangsa dan tanah kelahirannya. Oleh sebab itu, berbagai upaya pun dilakukan dalam membangun tanah kelahiran tersebut dengan segala keterbatasan yang ada. Beberapa hal di bawah ini merupakan wujud rasa cinta Buya terhadap tanah kelahirannya yang tak luput dari berbagai uluran tangan banyak pihak.

Pascaproklamasi kemerdekaan, butuh waktu 60 tahun bagi Makkah Darat untuk merasakan terangnya malam yang diperoleh dari cahaya listrik. Cahaya buatan manusia itu, baru masuk pertama kali dan diresmikan pada 29 Januari 2006 yang dihadiri langsung oleh direktur pusat PLN. Setahun kemudian diadakan syukuran listrik yang juga dihadiri oleh berbagai tamu dari Jakarta, Bandung dan lainnya, bahkan semula diperkirakan Menhub kala itu, Hatta Rajasa akan hadir, tetapi karena satu dan lain hal, ia mengirim stafnya sebagai wakil (Maarif, 2013).

***

Pada pertengahan 2018 lalu, Buya Syafii pulang kampung, jika tidak ingin dikatakan mudik, selama beberapa hari. Kunjungan tersebut dimaksudkan untuk memenuhi undangan Bupati lansek manih sekaligus melihat progress beberapa sekolah menengah pertama dan kejuruan  di beberapa kecamatan sekitar.

Selain itu, kunjungan tersebut juga bermaksud untuk melihat lokasi, tempat di mana nantinya akan di bangun Gedung Dakwah Muhammadiyah dan perpustakaan ASM. Setahun berselang, Buya kembali mudik, jika tidak ingin dikatakan pulang kampung, tepatnya pada 17-19 Februari 2019. Kunjungan kali ini dilakukan dalam rangka untuk meninjau perkembangan pembangunan Gedung Dakwah Muhammadiyah dan Syafii Maarif kompleks.

Baca Juga  Muhammadiyah di Benak Soeharto

Itulah sekelumit peran sekaligus kewajiban untuk tanah kelahirannya, di samping berbagai perannya untuk bangsa ini. Apa yang telah dilakukan oleh Buya bisa dikatakan sebagai suatu upaya renaissance atau dalam ungkapan Minang, “Mambangkik batang tarandam.. Yaitu, suatu upaya untuk menghidupkan kembali kebudayaan dan peradaban masa lampau yang sudah lama tertimbun oleh debu sejarah.

Terakhir, awak ucapkan selamat ulang tahun yang ke-85 Buya Ahmad Syafii Maarif. Semoga sehat selalu dan panjang umur. Serta tetaplah konsisten merawat nalar publik dalam bingkai Keislaman, KeIndonesiaan, dan Kemanusiaan.

Editor: Arif

14 posts

About author
Mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Aktif di Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah Cabang Ciputat. Tanjung Ampalu, Sijunjung, Sumatera Barat.
Articles
Related posts
Inspiring

Imam Al-Laits bin Saad, Ulama Besar Mesir Pencetus Mazhab Laitsy

3 Mins read
Di zaman sekarang, umat Islam Sunni mengenal bahwa ada 4 mazhab besar fiqh, yang dinisbahkan kepada 4 imam besar. Tetapi dalam sejarahnya,…
Inspiring

Ibnu Tumart, Sang Pendiri Al-Muwahhidun

4 Mins read
Wilayah Maghreb merupakan salah satu bagian Dar al-Islam (Dunia Islam) sejak era Kekhalifahan Umayyah. Kebanyakan orang mengenal nama-nama seperti Ibnu Rusyd, Ibnu…
Inspiring

Kenal Dekat dengan Abdul Mu'ti: Begawan Pendidikan Indonesia yang Jadi Menteri Dikdasmen Prabowo

3 Mins read
Abdul Mu’ti merupakan tokoh penting dalam dunia pendidikan dan organisasi Islam di Indonesia. Ia dikenal sebagai Sekretaris Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah periode…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

This will close in 0 seconds