Perspektif

Riyoyo Kupatan, Tradisi Masyarakat Paciran yang Ditiadakan Karena Pandemi

2 Mins read

Setiap tahunnya di hari ketujuh bulan Syawal, masyarakat Desa Paciran mengadakan peringatan “Riyoyo Kupatan” atau biasa disebut Hari Raya Ketupat. Ketupat merupakan makanan yang terbuat dari beras dan dibungkus dengan ayaman janur kuning. Umumnya ketupat dimasak sendiri di rumah agar merasa lebih afdal saat merayakan Lebaran Ketupat. Tradisi ini sudah berjalan turun temurun masyarakat muslim Desa Paciran. Sebab, hal tersebut mengandung beberapa pesan dari mendiang Sunan Drajad dan Sunan Sendang.

Pada dasarnya Riyoyo Kupatan ini dilaksanakan karena menyambut kepulangan sanak saudara dari rantauan menuju kampung halaman. Dilanjut dengan aktivitas berkunjung ke tempat pemakaman Sunan Sendang dan Sunan Drajad serta membersihkan diri ke pusat pemandian Brumbung Desa Paciran. Ada juga pada zaman dulu menggunakan jalur laut dalam bepergian, sehingga makanan ketupat dijadikan bekal perjalanan.

Pelaksanaan Riyoyo Kupatan digelar pada siang hari dengan cara parade. Di mana masyarakat berkeliling kampung dengan menggotong ketupat yang disusun kerucut besar dan setelah selesai masyarakat akan berkumpul di satu titik. Tempat yang biasa dipakai masyarakat Paciran sampai saat ini setelah parade adalah di halaman Wisata Bahari Lamongan, yang dulunya sebelum ada WBL merupakan pantai Tanjung Kodok.

***

Masyarakat mengucap rasa syukur serta berdoa dengan harapan amal ibadah diterima dan segala dosa terampuni kepada Allah SWT setelah menjalani puasa di bulan Ramadhan. Pada zaman dahulu, ketupat di hanyutkan ke pesisir laut sekitaran Tanjung Kodok. Akan tetapi sekarang berbeda, sebab ketupat akan dibagikan kepada masyarakat bahkan sampai berebut karena dipercaya penuh barakah.

Ketupat sendiri disebut memiliki makna ngaku lepat yang artinya mengakui kesalahan. Ketupat yang memiliki bentuk persegi empat memiliki makna laku kang papat, yakni harus bisa mengendalikan unsur empat sifat. Empat sifat yang dimaksud antara lain sifat amarah, aluamah, mutmainnah, dan supiyah.  

Baca Juga  NU, Muhammadiyah, dan Spirit Moderasi

Ketupat dalam masyarakat Paciran, bahkan masyarakat Jawa khususnya memiliki empat arti. Pertama, sebagai lebaran, maksudnya merayakan hari kemenangan setelah berpuasa selama sebulan penuh. Kedua, sebagai leburan, maksudnya adalah meleburkan dosa dengan cara saling memaafkan atas kesalahan yang telah dilakukan baik sengaja maupun tidak sengaja. Ketiga, sebagai luberan, maksudnya berbagi atau bersedekah kepada sesama kaum muslim terutama yang membutuhkan agar bisa berkecukupan saat menyambut hari Idulfitri. Kemudian keempat sebagai laburan, maksudnya menjadikan diri sebagai manusia yang berakhlak baik serta manusia yang bersih lahir dan batin.

***

Akan tetapi, Lebaran tahun ini kita dihadapi dengan situasi pandemi Covid-19 yang sangatlah berbahaya. Sehingga parade Riyoyo Kupatan ditiadakan demi keselamatan dan kesehatan masyarakat. Hal tersebut juga sudah termasuk prosedur kesehatan yang disampaikan pemerintah daerah setempat. Mengingat juga jumlah positif Covid-19 terbanyak terdapat di wilayah Jawa Timur. Untuk Desa Paciran sendiri data Dinas Kesehatan per tanggal 29 Mei 2020 sudah mencapai 13 orang yang positif Covid-19. Sehingga pelaksanaan tradisi di-pending demi menekan angka korban.

Mari bersama kita bisa ambil sisi positifnya. Meski dihadapkan dengan situasi berat sehingga meniadakan tradisi tahunan, masyarakat juga dapat merayakan Riyoyo Kupatan dengan keluarga di rumah dengan bersuka cita tanpa khawatir akan virus di luar. Yang paling penting adalah niat yang dilakukan sudah tergolong baik.

Demi kehidupan yang lebih stabil di masa yang akan datang, masyarakat dianjurkan untuk mengikuti protokol kesehatan yang berlaku. Tetap jaga jarak saat beraktivitas. Jangan lupa memakai masker ketika bepergian ke luar rumah. Cuci tangan sebelum dan sesudah aktivitas. Serta jangan lupa selalu berdoa agar pandemi ini secepatnya berakhir.

Baca Juga  Omnibus Law (2): Prinsip Buruh dalam Islam

Editor: Arif

Avatar
1 posts

About author
Black on Black
Articles
Related posts
Perspektif

Fenomena Over Branding Institusi Pendidikan, Muhammadiyah Perlu Hati-hati!

4 Mins read
Seiring dengan perkembangan zaman, institusi pendidikan di Indonesia terus bertransformasi. Arus globalisasi tentu memainkan peran penting dalam menentukan kebutuhan pendidikan di era…
Perspektif

Hakim, Undang-Undang, dan Hukum Progresif

3 Mins read
Putusan hakim idealnya mengandung aspek kepastian, keadilan, dan kemanfaatan. Dalam implementasinya tidak mudah untuk mensinergikan ketiga aspek tersebut, terutama antara aspek kepastian…
Perspektif

11 Kategori Pengkritik Jurnal Terindeks Scopus, Kamu yang Mana?

2 Mins read
Dalam amatan penulis, ada beberapa kategori pengkritik jurnal terindeks scopus. Dalam tulisan ini, setidaknya ada 11 kategori yang saya temui. Berikut ulasan…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *